Notes

Hana masuk kedalam ruangan atasannya. Ya sebenarnya Kate ini adalah temannya juga, teman saat kuliah, Kate adalah seniornya.

"Kate?" panggil Hana, gadis bernama Kate itu langsung berputar, menoleh pada karyawan sekaligus temannya itu.

"Hm, duduklah," ia mempersilahkan duduk, Hana langsung menurut saja, sebenarnya ia tahu apa yang akan di bicarakan atasannya ini. Yup, mengenai pengunduran diri-nya dari coffehouse ini dan satu hal lain. Hal yang hanya di ketahui olehnya dan atasannya itu.

"Ini, gaji terakhirmu, datang padaku jika butuh bantuan," Kate mengatakan ini dengan cepat, perasaan tak enak langsung menyerang Hana.

Mungkin banyak hal yang buruk terjadi padanya selama ia hidup. Tak pernah sekalipun melihat paras cantik sang ibu secara langsung, hanya bisa melihat sang ayah dari balik jeruji besi dan semakin ironis saat bertemu sang kakak yang bahkan tak mengingat namanya. Tak terasa matanya berkaca-kaca, ia harus mengucap banyak terimakasih pada orang-orang yang peduli padanya namun rasa egois dan rasa 'tak butuh siapapun' nya lebih besar. Mengucap terimakasih pun sepertinya sulit untuknya, tapi-

"Te-terima kasih, kamu sudah baik sekali padaku, Kate. Aku pasti akan membalasnya suatu saat," itulah yang terucap berbeda dengan hatinya, ia membatin;

'Terimakasih Kate, aku beruntung bertemu dengan teman sebaik dirimu.'

"Jangan seperti itu, kita kan teman. Sudah waktunya menutup cafe, senang bekerja sama denganmu, Hana," Kate mengulurkan tangannya pada Hana yang langsung berdiri dan membalas uluran tersebut dengan jabatan hangat.

"Semoga kau sukses disana, good luck!" Kate menepuk bahu Hana, lalu segera keluar dari sana, sepertinya sedang terburu-buru.

'Sekali lagi terimakasih, aku tak akan melupakan kebaikanmu, Kate, sahabatku,' batinnya sembari menatap kepergian Kate.

***

Langit sudah gelap, cahaya dari lampu-lampu yang mulai dinyalakan membuat kota ini terlihat lebih indah. Suasana yang paling Hana sukai, seringkali ia menyempatkan berjalan-jalan saat malam hari hanya untuk menyaksikan pemandangan ini.

"Hana, kau aneh, tidak biasanya seperti ini," ucapan Gwenn yang berjalan disampingnya itu merusak suasana saja. Gadis itu sibuk menyuapkan ice cream yang dibeli Hana dari kedai yang terkenal karena harganya yang selangit, ya Hana mentraktir sahabatnya itu.

"Kau bawel sekali. Anggap itu salam perpisahan karena setelah ini mungkin kita akan jarang bertemu. Atau tidak sama sekali?" tutur Hana, kalimay terakhir tentu saja hanya candaan, candaan yang sukses membuat Gwenn tersedak dan membuat Hana tertawa keras.

"Hey! Jangan bercanda! Itu tak lucu tau!" bentak Gwenn.

"Aku bercanda nona Gwenn, itu bus mu sudah datang, pulang sana, berisik!" Hana segera mendorong sahabatnya itu masuk ke dalam bus, untung kekuatannya tiga kali lebih kuat dari Gwenn, tentu saja, gadis yang hobinya memasak melawan gadis yang sudah meraih sabuk hitam karate, huh.

"Bye!" Hana melambaikan tangannya seiringan dengan itu bus melaju, semakin menjauh, bisa dilihat dari jendela bus, Gwenn menatapnya kesal.

Tap. Hana melangkah mundur dan duduk di bangku halte. Tangannya merogoh kantong jeans, dimana ia biasa meletakan benda persegi bernama ponsel di dalamnya.

Wajahnya terlihat serius membaca sebuah pesan disana. Surai hitamnya yang lembut bergerak mengikuri arah hembusan angin malam.

'Apakah ini pilihan yang benar? Aku harus yakin, ini yang terbaik, kau bisa Hana.'
.
.
.