Notes

Selamat pagi saudara-saudaraku.
Maaf saya merepotkan kalian dari kemarin. Entah apa yang membuat kalian begitu pedulinya sama ketidakhadiran saya. Apa benar berniat atau karena disuruh atau apa... saya minta maaf dan terimakasih.

Kalau kalian bertanya alasan saya tidak ikut pembukaan diklatsar kemarin, maka alasannya saya masih bergelut dengan batin mengenai keputusan akhir saya dalam keikutsertaan diklatsar ini. Sebenarnya sudah seminggu ini memikirkan itu. Dan bukankah terlihat kalau progress saya dalam mengikuti kegiatan-kegiatan sebagai casis? Iya, keraguan muncul sejak seminggu yang lalu. Dan puncaknya pada kemarin malam sepulang tes fisik.

Beberapa jam kemudian, dada aku sakit sampai sulit tidur. Tidur jam 3 pagi itupun dadanya masih terasa sakit;sesak. Itu baru mengikuti renang, tes fisik di waktu yang bersamaan. Nantk di lapangan bagaimana? Setiap latihan terutama lari, saya selalu paling belakang dan terlambat. Sudah dari dulu saya benci sama lari. Dan dari tes fisik kemarin, memang ada kemajuan dari diri saya. Tapi dari wajah para instruktur tidak tergambar kebanggaan sedikitpun.

Dan akhirnya, saya sadar saya tidak siap untuk diklatsar.
Fisik adalah kelemahan saya. Saya takut membebani kalian dan membuat para senior malu. Keadaan saya saat ini belumlah pantas untuk mengikuti diklatsar, apalagi menjadi seorang anggota muda.

Kemudian materi dan akademik. Sudah sejak lama saya ditampar realita, ketika saya duduk di bangku kelas dengan selembar kertas berisikan soal, dan saya hanya membacanya. Kemudian saya berpikir. 'Oh, kalau gitu fokus organisasi saja.'

Tapi, tidak bisa. Saya tidak bisa mengabaikan akademik. Kalau akademik saya begini terus, sedangkan nantinya akan selalu dikejar tanggung jawab organisasi, saya takut saya kurang dalam akademik, lalu BM saya dicabut. Dari awal saya masuk, saya adalah orang yang beruntung. Saya sendiri heran bagaimana saya bisa lolos SBMPTN tanpa belajar. Mungkin iya saya punya potensi, tapi saya perlu waktu untuk mengasahnya. Dan saya berpikir kalau saya berorganisasi, apakah ada waktu?

Dan kalau BM saya dicabut, ibu saya berkata, bahwa belum tentu ayah saya sanggup membayar UKT.

Biaya untuk diklatsar juga tidak sedikit. Karena UAS kemarin dan ada 'kecelakaan', saya harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Kalau uang sisa BM habis, nanti saya hidup di semester dua pakai uang apa? Saya nggak enak kalau harus minta ke orang tua.

Tapi di atas itu semua, yang paling menghalangi saya adalah... mental saya tidak siap. Bayang-bayang jeleknya diklatsar selalu menghantui. Memang, mental saya tahu. Saya tidak kuat seperti (mungkin) yang kalian lihat. Berbeda dengan gaya saya yang kegedean.

Jantera butuh kualitas, bukan kuantitas kan?

Maaf saya tidak berani bertemu kalian. Saya nggak akan sanggup ngomong, saya bakalan nangis ketimbang bicara. Jangankan di hadapan semua casis, di depan lintang aja saya ga bisa ngomong.

Mungkin saya akan bergabung dengan kalian dalam keadaan yang lebih siap dan lebih pantas. Kalaupun tidak, saya bakal tetap jadi pecinta alam walau tidak dinaungi organisasi.

Ingat kode etik pecinta alam : Semua pecinta alam adalah saudara.


Hatur nuhun,


Darajati Intan Laksani.