Notes

     "Rin,"
     "Ya?"

     Si gadis yang dipanggil Rin tadi menoleh ke arah lelaki yang duduk di sebelah kanannya. Bersamaan dengan jawaban Rina, lelaki itu menarik salah satu tangan gadisnya yang semula bersembunyi di balik kantung jaket dengan kedua tangannya.

     "Terima kasih sudah jadi bagian dari tahun 2016 saya," gumamnya sementara ibu jarinya mengelus jemari Rina.

      "Saya senang tahun ini bisa ketemu kamu," lanjutnya, "dan bisa jadi orang yang dipercaya kamu—bahkan disayang kamu."

     Suasana malam tahun baru itu tidak terlalu riuh namun semarak, acara tahunan yang kerap diadakan sekolah untuk pelajar dan alumni mereka.

     "Dan saya seneng, kita banyak sekali kesamaan—woi bentar dulu dong." Rangga, nama laki-laki itu, memukul bahu salah satu temannya yang tiba-tiba datang menginterupsi sambil berseru-seru menggoda.

     "Saya harap di tahun 2017, kamu lebih tau gimana handle diri kamu sendiri, sukses UN-nya," kali ini tangan Rina digenggam lebih erat sampai Rangga menarik napas pasti, "sayang terus sama saya, oke?"

      Rina tersenyum. Pipinya menghangat sampai lupa dinginnya malam itu. Ia mengangguk girang, cinta memang memabukkan.

Rina dapat melihat Rangga menyunggingkan sebuah senyuman samar, kemudian berucap pelan, "Saya sayang kamu."

      Rina menoleh ke arah jam digital yang melingkar di pergelangan tangannya. "Semenit lagi."

      "... LIMA, EMPAT, TIGA, DUA, SATU! HA ...."

      Sisanya sudah tidak terdengar lagi oleh Rina, Rina kira karena panas di pipinya sudah naik hingga telinganya. Tidak tahu korelasinya apa tapi yang jelas tepat begitu tahun berganti, Rangga menarik pelan Rina untuk mendaratkan sebuah kecupan di bibir Rina.

      Ah, kacau. Hati Rina kacau saking senangnya.

—

     "Rin?"
     "Ya?"

     Si gadis yang dipanggil Rin tadi menoleh ke arah lelaki yang entah sejak kapan duduk di sebelah kanannya. Bersamaan dengan jawaban Rina, lelaki itu menarik salah satu tangan gadisnya yang semula bersembunyi di balik kantung jaket dengan salah satu tangannya untuk dijabat dengan ringan.

      "Selamat tahun baru," ujarnya dengan nada menyenangkan.

      Rina tersenyum simpul, pipinya menghangat. "Belum jam 12 juga?"

      "Heheh, gapapa, 'kan? Emangnya gak boleh?"

      Rina kali ini tertawa pelan, padahal paham kenapa. "Boleh, kok, boleh." Rangga cuma tersenyum, melirik ujung kedua sepatinya.

     Rina menoleh ke arah jam digital yang melingkar di pergelangan tangannya. "Semenit lagi."

     Rangga mengangguk, kemudian menepuk bahu Rina pelan, membisikan ucapan tahun baru untum kedua kalinya.

      "Titip salam buat Kania," ucap Rina, agak keras karena Rangga sudah mulai berjalan menjauh.

      Rangga menghentikan langkahnya, terlihat menghela napas, lalu membalikkan badan sambil menggesturkan tangannya dengan tanda oke.

     "... LIMA, EMPAT, TIGA, DUA, SATU! HA ...."

     Sisanya sudah tidak terdengar lagi oleh Rina, Rina kira karena panas di pipinya sudah turun hingga mengisi dadanya. Tidak tahu korelasinya apa tapi yang jelas tepat begitu tahun berganti, pelupuk matanya ikut menghangat begitu melihat Rangga menarik pelan Kania untuk mendaratkan sebuah kecupan di bibir Kania.