NotesWhat is notes.io?

Notes brand slogan

Notes - notes.io

Jeflast Jernfeer (seconddota) — 231 — Ravenclaw
Newthorn Prince (stoicall) — 417 — Slytherin

"Anti-Disapparition"

SIDES.

“Expelliarmus!”

Terperangkap lengah saat dirinya sedang menelusuri bagian mantra pertahanan pada perpustakaan Kastil, tongkat sihir Jeflast Jernfeer berdenting ke permukaan taris sekitar sepuluh kaki jauhnya.

Tangannya meraba dinginnya tempat Jeje—nama sapaan yang Jeflast Jernfeer sering digunakan—berada untuk memungut Elder miliknya. Bulu kuduknya terangkat seolah samar-samar melihat bayangan seorang penyihir di sudut lokasinya. Masih belum berani bersuara, gadis dengan rambut gelap serupa dengan warna ruangan hanya diam merasakan aura penyusup yang sedang mengendap-endap.

Tidak cukup sampai di situ, mantra peredam suara ikut menggema dalam hening bilik yang sesak akan rak kayu. Pemilik suara dipastikan laki-laki, dan terasa akrab merasuki indra pendengaran. Namun, Jeje tidak mempunyai waktu dan keinginan untuk mencari tahu lebih detail karena atmanya berpusat pada letak Elder.

Tidak terlihat. Terlalu gelap.

Lagi-lagi suara berat yang memekakan telinga Jeje terdengar, kali ini mengucapkan mantra fatal; bukan Avada Kedavra, melainkan, “Accio Elder,” dan Jeje mengerang tanpa suara menyaksikan tongkat sihirnya melesat melewati dan terbang ke tangan sang penyusup.

Terlalu berfokus dengan apa yang terjadi, Jeje tidak sadar kalau sebuah tangan besar erat menggengam lengan kiri Jeje dan menarik tubuhnya ke arah jendela perpustakaan. Pria itu merogoh ke dalam saku celananya untuk mengeluarkan sebuah galleon. Kepanikan sempat menjerat diri Jeje, mendapati kalau itu bukan galleon biasa, melainkan sebuah portkey.

Semua hal terjadi begitu cepat, dalam satu tarikan napas dan Jeje sudah berada di luar Kastil.

“Dasar pengecut!” pekik Jeje setelah memutarbalikkan badan. Newthorn Prince berdiri tak lebih dari sejengkal dihadapannya. Tanpa berkata apa-apa dan masih menggenggam tongkat sihir milik sang dara.

Sontak temperamental Jeje memuncak, “Pengkhianat!”

Tidak puas dengan hanya menghujam Newt menggunakan seribu makian, kedua kuasa sang gadis dari asrama Ravenclaw tersebut bergerak menghantam dada pemuda yang semula berperan menjadi penculiknya.

Entah apa yang dipikirkan para pemimpin Orde Phoenix saat mereka memutuskan untuk menurunkan pengamanan Anti-Disapparition yang menyelimuti Kastil.

Deru napas Jeje semakin berat—tersengal-sengal, otaknya padat dengan kemurkaan, tetapi yang menjadi sasaran tetap tak bergeming. “Apa yang kau mau dariku?”

“Kau boleh berlari pergi,” akhirnya sang pemuda membuka mulut, “Namun itu artinya aku harus mengejarmu, lalu membekukan tubuhmu. Kita berdua tentu tidak ingin hal itu terjadi, eh? Jadi sebaiknya tutup mulumu dan dengarkan baik-baik.”

“Pelahap Maut sialan..”

Tangan Newt yang sempat menyentuh tubuh Jeje kini bergerak untuk membuka satu per satu kancing yang menyatukan kemeja yang dipakainya.

“Apa yang kau-“

Sinar rembulan sedikit melemah pada malam itu, namun cukup untuk memberikan penerangan.

Kedua tangan Newt rentangkan dihadapan Jeje, iris gandanya yang sewarna dengan laut memperhatikan gerak-gerik sang dara.

Butuh beberapa detik untuk Jeje memahami apa yang ditunjukkan Newt kepadanya.

Batang tubuh serta lengannya bersih. Tidak ada tanda sama sekali. Newt melakukan putaran kecil agar seluruh tubuhnya terpampang.

“Puas?” pertanyaan dengan nada dingin terlontar dari mulut Newt.

“Apa? Voldemort tidak menandai ternaknya lagi? Lakukan apa yang ingin kau lakukan, Prince. Aku tidak peduli.”

Newt menatap sang gadis, dan sesuatu yang tak dapat diidentifikasi berkedip di matanya sejenak. Kemudian hilang.

Sesuatu itu bukan hinaan maupun amarah, tetapi Jeje tidak bisa mengatakannya.

“Duduk,” perintah Newt, namun nadanya seperti menyerah. Kedua tangan murid Slytherin itu bergerak untuk mengusap kedua mata. “Merlin! Aku bilang duduk!” tegasnya menunjuk pada tanggul pohon yang berhiaskan salju.

Seperti terkena kutukan Imperius, Jeje menuruti. Atau mungkin karena Jeje mendeteksi rasa frustasi yang mewarnai setiap perkataan dan perilaku lawan bicaranya.

“Sekarang,” Newt menghembuskan napas, berkata seolah-olah sedang mengendalikan situasi, “kau diam dan dengarkan penjelasanku.”

Seakan-akan ada dalang surgawi yang menyeret sebuah senar, Jeje merasakan kepalanya mengangguk.

“Aku bukan Pelahap Maut. Dan segala hal yang akan aku katakan akan membantumu menangkap dan membunuh mereka semua.”

—————————


Jeflast Jernfeer tidak habis pikir. Keluarga Prince terkenal dengan kebencian terhadap para Muggle yang terang-terangan mereka publikasikan di kehidupan sehari-hari. Tak jarang pula Jeje menyaksikan langsung pertunjukkan aneksasi yang diorkestra oleh para Prince.

“Mengapa? Kau dan seluruh keluargamu membenci Muggle dan siapa saja yang memiliki setetes darah Muggle mengalir di pembuluh darah mereka. Kau adalah seorang Prince. Bahkan kau sendiri membenciku.”

“Benci?” Newt mengulangi dengan kekehan singkat yang mengejek. “Ceritakan lebih banyak tentang diriku, nona. Tampaknya kau sangat fasih.”

Newt maju mendekat, lalu turun dihadapan Jeje dengan satu lutut yang menjadi fondasi. Jeje beberapa kali mengerjap. Seorang Prince berlutut dihadapannya. Dan entah bagaimana, Jeje merasakan amarah yang ada dalam diri Newt seketika menghilang begitu saja. Dia berlutut, tubuh tinggi yang melampaui ukuran Jeje. Kepala Newt sedikit mengokang saat matanya sejajar dengan mata Jeje. Untuk sesaat, Jeje tidak mengenal siapa pemuda didepannya. Tidak terlihat seperti seorang Newthorn Prince yang angkuh ia kenal. Seorang pria..

“Ada.. hal-hal yang tidak kau ketahui,” ucap Newt pelan, sesabar mungkin seperti memberitahu Jeje kalau air sebenarnya basah. “Seperti fakta kalau keluargaku dan para Pelahap Maut lainnya sangat ingin mempertahankan kekuasaan, uang, dan status mereka. Sehingga mereka tidak menyadari kalau senyatanya tidak ada yang mencoba merebut hal itu semua dari mereka. Mereka menyalahkan Muggle untuk seluruh kejahatan yang terjadi di dunia sihir karena mereka takut. Mereka takut akan temuan-temuan Muggle yang bahkan lebih hebat tanpa adanya sihir. Mereka-“ Newt memotong kata-katanya sendiri, dan tiba-tiba berdiri lalu mendongak ke atas menatap langit seperti ada hal yang baru ia ingat.


“Mereka mencari sebuah artefak di Algeria. Seperti Batu Bertuah, tapi aku tidak paham betul dengan fungsinya.”

“Kau memata-matai mereka?” Newt mengembalikan seluruh perhatiannya kepada Jeje, dengan sebuah alis terangkat, sebuah mimik yang selalu membuat sang gadis beringsut kesal.

Dan dalam sekejap, Newt yang ia kenal datang kembali.

“Tidak biasanya kau selamban ini, Jernfeer. Kau seorang Ravenclaw.”

Sebuah balasan yang tajam hampir keluar dari mulut Jeje, namun Newt menghentikannya dengan jari telunjuk yang menyentuh bibir.

“Tidak ada waktu banyak untuk berdebat.”

Seluruh situasi membingungkan gadis yang menyandang jubah dnegan emblem burung gagak di bagian dada tersebut. Saat menginjak tingkat ke-tujuh dan si bungsu Prince menghilang tanpa kabar dari Kastil, semua orang telah berasumsi kalau pemuda itu mengikuti langkah ayahnya. Menjadi Pelahap Maut, atau mati.

“Mengapa aku harus percaya kepadamu? Berikan aku satu alasan sekarang juga. Sejak awal, kau manusia paling beringas yang pernah kutemui, Prince.”

Jeje telah mengambil satu langkah mundur sebelum kebengisan yang dipancarkan oleh Newt disadari otaknya. Layaknya seseorang yang mengalami gangguan kepribadian ganda, Newt mencengkram kedua bahu sang gadis dan mendorongnya ke batang kayu. “Tidak ada waktu. Kau seorang Legilimens. Kau bisa membacaku. Cepat lakukan.”

Rasa takut dikesampingkan, dan Jeje menarik napas dalam-dalam sebelum menghembuskannya perlahan. Iris yang sewarna biru laut milik Newt ditatapnya sebelum, “Legilimens.”

Sekelompok pria, bertopeng dengan jubah serba hitam, berbicara dengan nada rendah di sekitar api unggun magis…

Permukaan dingin sebuah pintu kayu ek, dengan Newt yang menempelkan telinganya untuk mendengarkan…

Apparate yang dilakukan dari waktu ke waktu sembari ketakutan. Perlarian di hutan...

Rasa sakit yang teramat sangat saat tubuhnya diserang kutukan Crucio…

Darah dan pembunuhan. Terlalu banyak sampai Jeje sendiri tidak kuat untuk melihat lebih lama, tidak ingin untuk tahu lebih lanjut, akhirnya mengakhiri mantra Legilimens.

Tubuh Newt bergetar kuat saat Jeje melepaskan mantra yang menyelami pikiran. Napasnya keluar dari mulut dalam gumpalan awan putih, tersengal-sengal. Tungkai jenjang Newt bergerak menjauh dari sang gadis.


“Kau telah memata-matai Orde.”

“Benar.”

“Kau telah memata-matai diriku.”

“Benar.”

“Kau telah merencanakan semua ini bahkan sebelum kau mendapatkan surat Hogwarts-mu.”

Kekehan singkat menjawab, sebelum, “Benar.”


“Mengapa aku?” Jeje mengambil sebuah langkah maju, tangannya merentang seperti ingin menyentuh Newt. Pemuda itu tersentak sebelum membalas Jeje dengan dengusan.

“Siapa lagi yang akan mendengarkan?”

“Kau tidak memberiku banyak pilihan.”

“Benar. Tapi kau hanyalah opsi yang tidak perlu kukhawatirkan akan membunuhku dengan tangan kosong. Anggota Orde yang lain terlalu bodoh untuk menjadi seorang Legilimens. dan membaca pikiranku.”


Sejuta potongan teka-teki mulai menyatu saat Newt berbicara. Merlin, entah mengapa, tapi Jeje mulai percaya. Beberapa kali Jeje pernah melihat Newt memperhatikannya lewat Cermin Pelihat Musuh yang ada di dinding rumahnya. Jika pemuda ini ingin mencelakainya, pasti sudah ia lakukan sejak dulu. “Apa yang kau usulkan, Prince?”


Pewaris kedua keluarga Prince tersebut sempat menolak untuk mengatakan apapun selama beberapa sekon. “Aku harus dapat menghubungimu di setiap situasi saat aku mendapatkan lebih banyak informasi. Dan kau tidak boleh memberitahukan kepada siapapun dari siapa kau mendapatkannya.”

Jeje tidak mengatakan apa-apa, namun tatapan wajahnya menyampaikan kebingungan, dengan sangat menuntut penjelasan.

“Seseorang akan bocor, pasti. Banyak mata-mata pada kedua belah pihak. Yang aku lakukan kini sudah sangat berbahaya.”

“Bagaimana aku menghubungimu?”

“Tidak. Aku yang akan menghubungimu.”

Jeje mendengus kesal, salah satu kakinya kuat menapak tanah bersalju. “Aku tidak ingin kau culik setiap kali kau ingin berbicara, Prince!”

Ujung bibir Newt terangkat sedikit seperti sesuatu yang hampir sama dengan sebuah senyuman. “Tentu tidak. Ideku lebh baik. Lepaskan jubahmu.”

“Apa?!” Jeje terbelalak, kedua lengannya merengkuh diri sendiri dan melangkah mundue. “Kau gila!”

Newt memutar kedua bola matanya. “Aku bilang jubah, bukan seluruh pakaian.”

Dengan langkah seperti mendekati hewan yang belum jinak, Jeje memberikan jubah yang sebelumnya telah ia lepaskan kepada si bungsu Prince.

“Ini akan terasa sangat panas saat aku ingin menemuimu lagi di sini. Sebuah hutan kecil dekat Diagon Alley. Dan dalam pengunaannya, jubah ini akan melindungimu dari beberapa Kutukan Tak Termaafkan, atau setidaknya mengurangi efek mereka.” Newt mengitari Jeje saat berbicara, matanya fokus pada jubah di tangan. Beberapa saat kemudian, Newt berhenti di depan Jeje dengan tongkat sihir yang berada di atas jubahnya.

“Confidalis Verbis.”

Jubah yang dirapalkan mantra seperti mentransfer efeknya ke tubuh Jeje. Tidak menyakitkan, tetapi itu juga tidak membuat nyaman. Rasa hangat terasa menyelimuti kulitnya, sampai pada tulang rusuk.

“Kau tidak perlu melakukan ini. Hanya temui aku, dan orang-orang tidak akan tahu kalau kau adalah mata-mata.”

“Mereka akan tahu. Cara ini lebih aman. Dan aku membutuhkan segala hal yang aman saat ini.”

Tongkat sihir milik Newt bergerak menyentuh pergelangan tangan Jeje, sampai akhirnya tongkat tersebut berhenti bergetar, dan rasa hangat yang sempat dirasakan Jeje hilang.

“Pewaris keluarga Prince yang berharga..”

“Tidak lagi. Sekarang pergilah. Cukup sampai di sini, aku akan menemuimu secepatnya.”

—————————

Butuh waktu tiga hari untuk menemukan buku yang bahkan ada menyebutkan nama mantra Confidelis Verbis, dan Jeje tidak begitu senang saat mengetahui kalau asal-usul mantra tersebut harus dilacak lagi lebih jauh ke arah perkumpulan para politikus di dunia sihir yang sering menggunakannya untuk percakapan rahasia.

Jeje mendorong buku itu jauh dari dirinya, muak dengan segala enigma yang diberikan Newt pada dirinya. Belum lagi permasalahan Orde yang panik karena belum menemukan petunjuk dan cara baru untuk mengalahkan Voldemort.

—————————

Dua kali pertemuan dengan Newt, dan informasi yang Jeje dapat hanya seputar artefak. Tidak begitu penting.

Jeje menendang bukit-bukit kecil salju di sepanjang perjalanannya kembali ke tempat tinggalnya. Menikmati udara segar di wajah, anggukan sopan dari orang asing, bahkan siulan-siulan menggoda yang terdengar dari gang kecil. Bangunan tempat tinggal Jeje adalah tempat yang ramah lingkungan, dengan kamar-kamar yang ditinggali oleh Muggle. Jeje memilih menaiki tangga bangunan melainkan kontainer besi—lift—guna meringankan kekhawatiran dengan membuang banyak waktu untuk berpikir.


Mengetik kombinasi pengaman pada pintu, Jeje tidak mendengar apa-apa dari di lorong. Namun, begitu tubuhnya melewati pintu, Pendeteksi Penyihir Jahat yang dipasangnya di dalam berteriak-teriak memberikan peringatan. Mata Jeje panik menatap Cermin Pelihat Musuh, di sana terlihat beberapa sosok tinggi dengan jubah serba hitam yang menggunakan topeng.

Pelahap Maut! Dan mereka ada di kamar kedua setelah kamar Jeje.

Memberkati hari-harinya saat melakukan pelatihan bersama para Auror dan Orde, Jeje sigap mengambil tindakan. Setelah memastikan semua jendela dan pintu tertutup. Jeje berlari ke arah perapian untuk melakukan Panggilan Floo.

“Nona Jernfeer,” sebuah kepala yang familier muncul dari percikan api.

“Dumbledore- Pelahap Maut.” Jeje berkata singkat, mengesampingkan salam dan segala formalitas. “Mereka ada di sebelah. Dan aku tidak tahu apa yang telah mereka lakukan pada Muggle yang tinggal di sana. Mungkin mereka membunuhnya.”

Terasa lebih buruk untuk mengatakannya keras-keras. Jeje menyukai Nyonya Margaret dan ketiga kucingnya. Kue kismis yang didapatkannya setiap hari libur membuat mereka berdua dekat.

“Tetap di sana. Beberapa anggota Orde akan kukirim ke sana. Jangan,” tambah Dumbledore dengan nada tak terbantahkan. “berusaha melawan mereka sendirian. Tunggu Moody. Dari yang kau lihat, ada berapa banyak mereka?”

“Setengah lusin. Dan sepertinya-“

Belum sempat kalimat Jeje selesai, teriakan, dan kutukan, seperti orang yang sedang menyerang lalu jatuh menabrak tanah.

“Beritahu Moody untuk mengirimkan Obliviator juga,” kata Jeje terburu-buru. “Aku harus pergi, Profesor. Jika seorang Muggle ada di sini, aku tidak dapat membiarkannya mati.”

Jeje menarik napas dalam-dalam sebelum ber-Apparate ke kamar yang didiami oleh para Pelahap Maut.

Sesaat kemudian Jeje menemukan dirinya di sebelah meja kayu. Jika lagi-lagi bukan karena pelatihan yang ia jalani, Jeje sudah akan terkapar di lantai berkat sebuah kutukan.

“Dasar bodoh!” sebuah suara yang sudah akrab terdengar berteriak dari belakangnya, lalu beberapa detik kemudian Jeje merasa tubuhnya melayang, direngkuh oleh sebuah lengan yang membawanya bersembunyi di balik sofa.

Tidak ada waktu untuk membantah, Jeje dengan segera melepaskan rengkuhan seseorang tersebut dan mengaktifkan pengaman Anti-Disapparition untuk seluruh bangunan. Pelahap Maut tidak akan bisa keluar. Begitu selesai, Jeje melemparkan mantra Impedimenta melintasi ruangan, dan membuat seorang Pelahap Maut di tengah dada. Pria itu meringkuk, dan dua Pelahap Maut lain menggantikan tempatnya.

“Protego! Immobulus!”

Mengutuk secara internal, Jeje melawan dari satu sisi sofa saat sebuah kilatan biru dari mantra Pembeku Tubuh disusul dengan berbagai kutukan terlontar ke arahnya.

“Eversum!” teriak suara dari partner Jeje di balik sofa, membuat sebuah meja melayang, cukup lama untuk menutupi mereka berdua mengambil napas.

Pria yang semula menarik Jeje ke balik sofa, menaikkan diri ke atas meja. Pria itu mengenakan topeng hitam. Bukan topeng Pelahap Maut, tetapi topeng kain. Mata yang sewarna dengan air laut bertatapan dengan mata Jeje.


“Apa kau sudah selesai menatap?” dengus pria itu, dan Jeje mengenali suara Newt bahkan dari berkilo-kilo meter jauhnya.

“Mungkin,” Jeje mengangguk sebelum melemparkan mantra Displodo ke arah kaki para Pelahap Maut. Terlalu percaya diri dengan jumlah mereka, para Pelahap Maut memutuskan untuk tidak berlindung. Sesaat sebelum mantra yang dirapalkan Jeje bekerja, Newt melemparkan kutukan yang membuat tubuh seorang Pelahap Maut terbelah menjadi dua. Sedangkan mantra Displodo mengakibatkan kaki seorang Pelahap Maut hancur karena ledakan.

Entah badannya yang terlalu mungil atau Newt memang suka menariknya kesana kemari, karena lagi-lagi pria itu mengangkat tubuh Jeje hanya dengan sebuah lengan yang melingkari pinggangnya. “Tetap merunduk.”

Tanpa menghabiskan waktu untuk mempertanyakan atau mencoba menebak apa rencananya, Jeje mematuhi.

“Persetan!” datang dengan jelas dari sebelah kiri Jeje. Jilatan api besar membara di depan mereka. Ternyata alah satu Pelahap Maut yang masih memiliki kesadaran telah merapalkan Fiendfyre. Kepulan asap cepat memenuhi ruangan kecil itu. “Flaborum!” Jeje berteriak keras, membuat seluruh pintu dan jendela terbuka lebar.

Masih dengan api yang menjalar, Patronus yang mengambil wujud seekor biri-biri datang, memberitahukan Jeje untuk segera menurunkan Anti-Disapparation agar para Auror bisa masuk. Begitu Jeje lakukan, retakan familiar seseorang yang ber-Apparate mulai datang bertubi-tubi.

“Aku harus pergi. Selamat tinggal.” ucap Newt sedetik sebelum dirinya melakukan Disapparate.

—————————

Para Auror memadamkan api dan mengembalikan keadaan seperti sedia kala. Nyonya Margaret dan beberapa Muggle yang pingsan serta luka-luka juga disembuhkan.

Beberapa minggu setelah hari terkutuk itu, Jeje menemukan dirinya kembali pada tempat dimana dirinya dan Newt membagi rahasia. Semenjak hari itu, Newt tidak pernah mencoba menghubunginya lagi.
     
 
what is notes.io
 

Notes.io is a web-based application for taking notes. You can take your notes and share with others people. If you like taking long notes, notes.io is designed for you. To date, over 8,000,000,000 notes created and continuing...

With notes.io;

  • * You can take a note from anywhere and any device with internet connection.
  • * You can share the notes in social platforms (YouTube, Facebook, Twitter, instagram etc.).
  • * You can quickly share your contents without website, blog and e-mail.
  • * You don't need to create any Account to share a note. As you wish you can use quick, easy and best shortened notes with sms, websites, e-mail, or messaging services (WhatsApp, iMessage, Telegram, Signal).
  • * Notes.io has fabulous infrastructure design for a short link and allows you to share the note as an easy and understandable link.

Fast: Notes.io is built for speed and performance. You can take a notes quickly and browse your archive.

Easy: Notes.io doesn’t require installation. Just write and share note!

Short: Notes.io’s url just 8 character. You’ll get shorten link of your note when you want to share. (Ex: notes.io/q )

Free: Notes.io works for 12 years and has been free since the day it was started.


You immediately create your first note and start sharing with the ones you wish. If you want to contact us, you can use the following communication channels;


Email: [email protected]

Twitter: http://twitter.com/notesio

Instagram: http://instagram.com/notes.io

Facebook: http://facebook.com/notesio



Regards;
Notes.io Team

     
 
Shortened Note Link
 
 
Looding Image
 
     
 
Long File
 
 

For written notes was greater than 18KB Unable to shorten.

To be smaller than 18KB, please organize your notes, or sign in.