Notes

Dingin merambat, tidak mengenal pagi atau malam hari.

Adalah Adley, nama wanita yang sedang berjalan di keremangan sore itu. Masih bertanya-tanya di manakah gedung yang dimaksudkan ayahnya—gedung pemerintahan kota Opulent. Sungguh, ia tidak ingin menjadi muka dua seperti yang ayahnya inginkan. Tapi keengganannya malah memaksa sang ramanda berkehendak sendiri, mengirim satu-satunya anak gadis ke Opulent untuk menjadi mafia yang sesungguhnya.

Apa yang ayahnya lihat di kota ini? Adley bertanya-tanya. Memang, Opulent lebih bagus dari Milan. Lebih futuristik, terlihat menjanjikan. Lain dari Milan yang penuh dengan bangunan lama yang terus termakan waktu. Sekilas ada harapan di diri Adley, ia bisa betah di sini. Bahkan tidak akan kembali. Ayahnya punya 4 orang anak laki-laki yang lainnya, kan?

Di hadapannya sudah berdiri gedung pemerintahan yang sangat modern. Adley memuji dalam hati, melihat cahaya remang sore yang terpantul dari gedung kaca tersebut. Ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam gedung, tidak ingin lagi membuat ayahnya memaksanya lagi untuk kesekian kalinya.

"Hm, permisi?" Sapa Adley pada wanita berambut pirang yang menempati meja resepsionis dengan anggunnya. Walaupun anggun bukanlah bagian yang besar dalam dirinya. "Aku ingin menyerahkan formulir pendaftaran menjadi warga di sini, bisa?"

Wanita pirang itu mengangguk, dan Adley tahu ia harus mempersiapkan dirinya untuk keputusan yang akan keluar nanti—diterima jadi warga atau tidak.