Notes

Dalam peluncuran program Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual, Menteri
Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim menyatakan bahwa
pendidikan tinggi merupakan batu loncatan untuk mengembangkan segala potensi yang
dimiliki mahasiswa sehingga siap pada saat terjun ke dunia kerja. Maka setiap kampus di
Indonesia harus merdeka dari segala bentuk kekerasan dan menjadi lingkungan yang
kondusif bagi mahasiswa untuk mengembangkan potensinya tersebut. Namun dari laporan
Komnas Perempuan diperoleh data bahwa kekerasan seksual ternyata cukup tinggi terjadi
di lingkungan pendidikan di Indonesia. Selama kurun waktu 2015-2020, kekerasan seksual
terjadi di semua jenjang pendidikan, di mana 27% di antaranya terjadi di jenjang
pendidikan tinggi. Fakta ini sejalan dengan temuan hasil survei yang dilakukan Ditjen
Diktiristek pada tahun 2020 yang menunjukkan fakta bahwa 77% dosen yang disurvei
menyatakan kekerasan seksual pernah terjadi di kampus. Temuan lain dari survei tersebut
adalah 63% korban kekerasan seksual tersebut menyatakan tidak melaporkan kasusnya
karena khawatir stigma negatif terkait kampus. Penelitian di berbagai negara yang
dilakukan oleh WHO menunjukkan kekerasan seksual pada perempuan umumnya terjadi
di wilayah-wilayah yang dipandang ‘aman’ seperti sekolah, kampus/universitas, asrama
mahasiswa, dan tempat kerja yang dilakukan oleh orang-orang yang dikenal korban seperti
teman, rekan kerja, guru/ dosen, atau pimpinan kerja dan sebagian di wilayah public (WHO,
2021).