Notes

Katzenaugen Girls’s Room ; night
Sang surya tampak lelah mengisi hari, di saat itu juga, sang bulan tampak semangat untuk menjadi lentera bagi makhluk hidup dalam melewati gelapnya malam. Sinar rembulan dengan ramah menyelinap ke dalam balik tirai-tirai berwarna hijau dengan siluet hitam milik seorang gadis yang belum genap seminggu berada di sekolah barunya. Buku-buku tampak berserakan diatas ranjang yang berukuran sedang tersebut, lusuh namun banyak corat coret berwarna warni diatasnya. Di sisi lain, seekor ular meliuk-liuk diatas sapu dengan perut yang berisi.
Selang beberapa menit kemudian, gadis katzenaugen itu keluar dari kamar mandinya, dibalut dengan baju setelan biasa, tidak memakai make up apalagi lipstick, sangat sederhana. Gadis itu menarik dirinya duduk diatas kursi kayu yang dapat kau lihat ada beberapa lubang. Gadis itu memandang cermin di depannya dengan ekspresi datar, sesaat alisnya berkerut dan ia menarik bibirnya untuk menyunggingkan sebuah senyuman.
“begini..?” gumamnya; ia menggeleng. Bukan seperti itu rasanya sebuah senyuman. Ia kembali mencoba membuat ekspresi senyuman yang tulus, namun hasilnya malah mirip seperti Joker, seorang tokoh jahat yang populer di dunia Muggle sebagai musuh dari Batman. Akhirnya, ia menarik nafas pendek, “ aku tidak akan pernah bisa membuat ekspresi tersenyum itu” gumamnya. Audrey, nama gadis itu, ia menengadahkan wajahnya keatas dengan punggungnya yang bersandar santai, memandang langit-langit kamarnya.
Cukup lama ia melamun, jika saja ia melamun lebih lama lagi, mungkin iblis akan merasukinya, tapi tidak, sesuatu menarik perhatiannya, ia mendengar namanya dari arah cermin bundar kuno di depannya, sontak ia menarik wajahnya “siapa...” tanyanya, memandang bayangannya sendiri. Tidak, itu bukan bayangan. Entah, hanya tampak seorang gadis seumuran dengannya, bibirnya terjahit, tangannya terpotong namun tidak ada bekas luka ataupun darah yang keluar, yang megejutkannya, wajahnya mirip dengan audrey. Tidak! Tapi itu memang dia.
Untuk pertama kalinya, audrey membulatkan matanya “ siapa.. kau..” tanyanya. Bayangan itu tertawa, namun tawanya tampak seperti suara sesegukan. “ aku mengubur diriku hidup-hidup” ujar bayangan itu, bagaimana bisa? Bibirnya terjahit namun suara itu? Audrey hanya diam mematung, disaat itu juga, gadis yang mirip dirinya terlihat di sampingnya. “ aku masih ingin mengulangnya kembali.. itu membuatku senang, bebas. “ ujar bayangannya yang lain, audrey dengan cepat mengelak dengan melihat sekitarnya, namun tidak ada siapa-siapa, entah apa, wajahnya ingin kembali menghadap cermin. Disaat yang sama, lagi, bayangannya yang lain berada di sisinya yang lain “ hey.. namaku Audrey White.. wow.. kau banyak berubah ya.. benar, kau dengan mudah melupakannya, ya.. kau tidak membutuhkan apa-apa.. teman? Sahabat? Siapa mereka bagimu Audrey? Kau benar, tidak perlu, karena kau sudah mencintai dirimu dengan caramu sendiri.. tapi apa itu benar? “ bayangan itu terkekeh.
Audrey tercekat, rasanya ada gumpalan besar di tenggorokannya, ia menggeleng. “ kau tidak tau aku sama sekali “ tukasnya. Bayangan-bayangan itu tertawa, melengking, seperti suara yang menyakitkan telinga. “ apa? Tentu aku mengetahui dirimu, Audrey.. uh.. aku tidak ingin sendirian.. tidak ingin.. aku telah jalan sejauh ini, dengan diriku sendiri.. walau aku tak mengerti apa dan untuk apa...” ujar bayangan-bayangan tersebut dengan geram. Perlahan, mereka bersatu menjadi sosok bayangan dirinya. Audrey menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, menggeleng. Teringat bahwa selama ini ia mengubur semua bakatnya untuk mengikuti ‘aturan’, ‘harapan’ keluarganya, terkukung di dalam sebuah kamar berlapiskan emas dan perak, tidak ada yang akan mendengarkan tangisannya jika ia menangis di kamar itu dan tidak ada pula yang melihatnya tersenyum jika ada hal yang menyenangkan di kamar itu. Teman-temannya, sahabatnya, ia meninggakan mereka semua untuk mengikuti aturan tersebut. Rasanya sesak, audrey menutup mulutnya, benar, bayangan itu dirinya, dirinya yang selama ini ia kubur hidup-hidup. Dengan bibir bergetar, ia menutup wajahnya. Mengakui hal yang benar tentang diri sendiri adalah hal yang masih kau pertanyakan benar dan tidak namun itulah kenyataannya. Lama, ia terdiam hingga akhirnya gadis katzenaugen tersebut mengangkat wajahnya, menyunggingkan senyuman “ Old friend.. kau benar.. aku dan kau adalah aku. Mereka... teman-temanku.. yang berharga... t-terima kasih...” bayangan itu tersenyum sangat tulus setelah mendengar perkataan Audrey, Audrey memberikan tangannya kepada bayangan itu “ Mari.. kita menjadi lebih baik “ujar audrey.