Notes

Min Sora, gadis kelahiran 1999 ini mempunyai mimpi menjadi seorang rapper. Candu ini didapatkan saat dirinya menginjak bangku kelas lima sekolah dasar dari sang kakak. Mimpinya dimulai dengan modal merangkai sebuah kata tanpa beat, membuat kata perkata menjadi padu, "na na na na" serta kata sejenis lainnya menemani mengisi liriknya yang masih dirasa kurang.

"Rapper? Hahaha, ya Sora-ya! Bukankah menjadi songwriter lebih menguntungkan?"

"Min Sora! Tidak. Bukalah matamu! Kau itu gadis baik-baik, daftar cita-cita yang bisa jadi referensi itu setebal kamus bahasa Inggris. Kau sungguhan mau jadi— rapper?"

"Menjadi penulis buku lebih baik, tahu."

Tidak satu atau dua kali ia mendapatkan cercaan serupa. Min Sora masihlah seorang gadis yang baru mau memasuki masa pubernya, kenapa dunia begitu kejam padanya?

Gadis itu mulai terpuruk. Memilih menjauh dari khalayak ramai yang meremehkan apa yang ia suka. Seo Taiji & Boys telah menyebarkan virus hiphop sejak 1992 di Korea, kenapa di tahun 2013 ini masih ada saja yang mencela?

Entah Min Sora yang membuat perisai dari dunia atau memang dunia-lah yang mulai menjauh dari Sora. Gadis itu bertingkah tak acuh, masa remajanya ia habiskan dengan lembaran tebal kertas penuh coretan dan kamus tebal sebagai referensi kata. Dan juga headset, sebagai tameng kepura-puraannya; berpura-pura tak mendengarkan pembicaraan tentang dirinya.

Kisah ini telah sampai di tahun 2014. Kala itu Sora menulis lirik disalah satu sudut cafe bersama headset dan iPod-nya, masih lengkap dengan seragam.

Seorang pria setahun diatas tiba-tiba menghampiri tanpa permisi, memperhatikan gerak gerik Sora seraya menerka. "Kau.. suka menulis poetry?"

Gadis itu mendongak, menatap si pria dengan risih sekilas lalu mengangguk acuh tak acuh, mengiyakan adalah pilihan terbaik yang saat itu ia punya.

"Geotjimal. Itu lirik rap, aku tahu dengan pasti," pria itu terkekeh ringan tanpa beban, Sora hanya meliriknya sekilas lalu kembali menganggapnya tak ada.

"Well.. Winter-ssi, dengarkan aku," Min Sora langsung mendongak, apa maksud pria ini sih? Sora hanya membalas dengan tatapan tajamnya.

"Aku suka melihatmu, banyak yang bilang kau dingin seperti es. Itu membuatku penasaran haha. Aku nyaman memanggilmu Winter. Itu bukanlah nama ejekan. Kuharap kau benar-benar 'Winter', cuaca dingin yang membuat para insan berdekatan untuk menghangatkan diri lalu melihatmu, bukannya lampu jalan yang hanya dilewati tanpa dinikmati, sukses ya."

Min Sora-pun terpanah, tenggorokannya terasa tercekap untuk mengucapkan namanya sendiri atau terimakasih pada pria yang telah meninggalkan mejanya itu. Punggung itu semakin jauh, tanpa pernah lagi ia temui.

.
.

'Aku menyukai hiphop, sangat. Memang menjadi rapper tak bisa membuat uangmu menggunung sih, tapi bukannya hidup lebih berwarna jika mengerjakan apa yang kita sukai?'

Kata-kata itu mulai muncul saat setelah bertemu pria itu, senyum sumringah acapkali muncul menemani semangat juangnya kala kata tersebut berdengung di telinga.

Min Sora masih terus menulis lirik sembari belajar untuk masuk sekolah menengah atas, mengisi kebosanan maupun kejenuhannya disela-sela belajar.
.
.
Kini ia telah berada di bangku pertama sekolah menengah atas, masih saja sedikit introvert dengan lingkungannya. Sora masih terbiasa dengan lingkungan lamanya, sendirian.

"Ya! Winter! Lihat papan pengumuman tidak?" Gadis itu, Min Sora yang kini lebih suka menggunakan nama Winter menoleh lalu menggeleng.

"Akan ada kontes antar kelas, ayo daftar berdua!" Temannya itu merengek, masa bodo dengan tanggapan Winter sendiri, gadis itu terlihat akan dipaksa ikut.

"Aish menyebalkan. Baiklah aku ikut, Ri-ah." Winter mengulum senyum manis, mengiyakan tanpa berpikir panjang. Ia telah berubah. Tak lagi memikirkan beban kepalanya selama SMP dulu. Tak lagi takut dicela, serta tak lagi takut menunjukkan mimpinya pada orang-orang kalau pilihannya adalah benar.
.
.
"WM Entertainment akan mengadakan audisi generasi enam," desas desus telah tersebar ke penjuru sekolah, Winter juga mendengarnya.

'Daftar, tidak, daftar, tidak, daftar—' pena ia ketuk pada meja, masih dirundung galau haruskah ikut atau tidak. Ia hanya berpikir.. apakah dirinya pantas?

Pantas berada disana, pantas lolos audisi, dan lainnya.

"Ayo ikut! Jett Hunter Oppa menunggu!" hitungannya dibuyarkan oleh salah seorang temannya.

"Kurasa tidak.." Winter menolak, tanpa berpikir panjang. Masih memikirkan tentang dirinya sendiri pantas atau tidak menjadi bagian WM Ent.

"Cobalah. Ukur dirimu disana, ukur hasil usahamu selama enam tahun ini, dari sana kau akan tahu hasilnya kan?"

Senyumnya merekah. Benar.

"Kalau begitu— ayo audisi bersama" ajak Winter, dengan cengiran lebar.