Notes

[ BGM: https://www.youtube.com/watch?v=XbqmjsHasow&feature=youtu.be ]

×××

"..."

"..."

"..."

"Kenapa diam saja?"

"Hm? Tidak."

"Kau tak apa?"

"Iya, memangnya kenapa?"

"Tidak."

Sepasang insan itu kembali tenggelam dalam keheningan yang membentang diantara keduanya.

Lee Najin dan Park Jinyoung, dua remaja tanggung ini masih duduk di bangku SMA. Najin adalah adik kelas Jinyoung, mereka hanya terpaut 1 tahun.

"Kau yakin dengan keputusanmu?" Najin bersuara. Ia tak tahan lagi dengan keadaan hening yang menimpa ia dan pemuda yang berstatus sebagai kekasihnya itu. Ralat, mungkin akan menjadi mantan kekasih?

- Flashback on -

Seorang pemuda baru saja mendapat sebuah telepon dari ibunya. Park Jinyoung -namanya-, ia memasukkan ponselnya ke saku celana seragamnya dan berlari menuju sebuah ruang kelas yang berada di lantai 2. Ruang kelas adik kelasnya.

"Lee Najin!"

Gadis yang merasa namanya dipanggil itupun segera menolehkan kepalanya. Mendapati sang kekasih yang memanggilnya, membuat bibir Najin membentuk sebuah lengkungan ke atas; tersenyum.

Najin menghampiri Jinyoung. Namun, belum apa-apa, pemuda itu sudah menarik lengannya dan membawanya ke suatu tempat. Ini membuat Najin bingung.

Ternyata, Jinyoung membawa Najin ke taman yang berada di belakang gedung sekolah.

"Najin-a." panggil Jinyoung.

"Hm?" sang gadis hanya berdeham. Pikirannya masih menggelut dengan apa alasan Jinyoung membawanya ke sini.

"Apa kau sudah makan?" tanya Jinyoung.

Najin menganggukkan kepalanya, menjawab pertanyaan Jinyoung yang mengartikan jika ia sudah memakan bekal makan siangnya.

"Ada apa? Katakan." ujar Najin yang peka dengan tingkah Jinyoung saat ini.

Jinyoung mengangkat kedua alisnya, wajahnya terlihat bingung sekaligus kaget.

"Eoh? Apa? Memangnya aku kenapa?" tanya Jinyoung.

Najin mengalihkan pandangannya pada sang kekasih. Ia mengamati setiap inchi dari wajah pemuda bermarga Park itu. Najin tahu. Ia merasakan aura yang aneh dari Jinyoung.

"Kita sudah 8 bulan menjalin hubungan, apa kau pikir aku tak tau dengan perbedaan sikapmu sekarang?" ujar Najin. Entahlah, ia merasa kesal. Kesal karena khawatir dengan kekasihnya.

"Najin-a, aku━"

"Mau bilang kau tidak apa-apa. Iya? Yak Park Jinyoung! Katakan apa yang ingin kau katakan."

"..."

"..."

- Flashback off -

"Hm, baiklah. Tapi, janji ya, kau tak marah?"

"Iya." Najin menganggukkan kepalanya.

"Jadi, begini... Hm, kau tau kan jika 2 bulan lagi aku akan lulus dari sekolah kita ini?"

"Lalu?"

"Keluargaku memintaku untuk pergi ke New York setelah kelulusan."

"..."

Najin terdiam. Rasanya seperti jutaan jarum menusuk jantung dan paru-parunya. Nafasnya sedikit tercekat.

"Najin-a, kenapa diam saja?"

"Hm? Tidak. Ayo, lanjutkan ceritamu."

"Aku tak bisa menolak permintaan mereka. Jadi, aku akan ke New York. Hm... kau tak apa?"

"Iya, memangnya kenapa?" Najin menganggukkan kepalanya cepat.

"Tidak."

Sepasang insan itu kembali tenggelam dalam keheningan yang membentang diantara keduanya.

"Kau yakin dengan keputusanmu?" Najin bersuara setelah beberapa saat mereka tenggelam dalam keheningan.

Jinyoung menganggukkan kepalanya.

"Namun... Najin-a..."

"..."

"Hubungan kita, aku━"

"Ingin putus?"

Najin menghela napasnya. Ia menganggukkan kepalanya pelan.

"Ayo. Kita putus." ujar Najin dengan berat hati. Ia harus pergi sekarang juga sebelum tangisnya pecah.

"Najin-a, maksudku bukan begitu."

'Kriiiiing... kriiiiing... kriiiiing...'

"Hm, Jinyoung-a, sudah bel masuk. Aku kembali ke kelas dulu ya. Annyeong!"

Najin bangkit dari posisi duduknya dan segera berlari menuju gedung sekolah. Meninggalkan Jinyoung sendiri. Meninggalkan Jinyoung dengan kegalauannya.