Notes

[ @Repugnance_ ]
Slytherin

Hari itu sudah gelap. Kala itu bulan penuh bersinar dengan begitu cerah tanpa ada satu pun gumpalan awan menghalangi cahayanya. Kali ini di sebelah sana lapangan quidditch telah memulai babak pertandingan di mana setiap peserta dari asrama tempat sang dara bersurai merah bernaung itu telah melesatkan sapu terbangnya mengitari lapangan, dan para penonton bersorak-sorai. Babak pertandingan akan dimulai kembali, melawan asrama luwak, Hufflepuffs. Di kalanya Amanda dapat berada di sana, memperhatikan asramanya melawan untuk merebut kemenangan dan points. Tidak, karena suatu hal.

Kali ini, Amanda melangkah keluar dari kastil dengan membawa cermin genggam yang telah ia simpulkan tali di ujungnya, juga sebuah baskom kosong. Tidak memasuki hutan terlarang. Untuk beberapa saat Amanda menengadah; langit begitu kosong tanpa terhalang oleh ranting-ranting pepohonan yang rindang.

Ia meletakkan baskomnya di atas tanah, juga dirinya yang memposisikan diri duduk berlutut; sedikit berhati-hati karena tidak ingin terkotori oleh tanah. Tak lupa ia menarik keluar tongkat kayu elm dari jubahnya.

"AGUAMENTI!!!" Ia berseru seraya mengarahkan tongkatnya ke dalam baskom tersebut yang sesaat menyemburkan air yang mengisi baskom tersebut. Ia tidak langsung menyimpan tongkatnya, melainkan membiarkan itu tergenggam pada tangan kanannya sementara tangan kirinya mulai menurunkan cerminnya perlahan, sedikit di atas permukaan air, dengan pantulan mengarah pada dirinya. Sembari memegang tongkatnya, ia merogoh sakunya mengeluarkan secarik kertas kecil dan membacanya untuk sekilas. Barulah kemudian ia membacakan serentetan doa yang sempat ia dapatkan dari buku ramalan di perpustakaan.

Sesudahnya ia melirik pada beberapa dupa yang ia tancapkan pada tanah di samping baskomnya.

"Incendio!" Kembali dengan mantra ia menyalakan api pada dupanya, membiarkan itu terbakar sehingga aroma semerbak harum dari dupa menyebar ke sekelilingnya. Kini ia menatap ke arah cermin dengan sedikit memajukan tubuhnya. Ia mendapati dirinya dengan paras begitu tenang dan mengenakan gaun terbaiknya. Oh, splendid! Amanda tersenyum puas, ia sudah menduga bahwa kabar baik akan datang padanya. Meski kemudian itu berubah menjadi parasnya yang setengah tengkorak.

Matanya terbelalak seketika. Tentu, ia teringat akan apa hasil ramalan yang tertulis pada bukunya.