Notes

Name : Christopher Raphael [ @DyxpolarPrynts ]
House : Slytherin
Sub : Divination [Selfplot]

Ah, terangnya sinar sang bulan; menerangi seantero Hogwarts hingga menelusup ke jendela-jendela kaca patri. Binatang malam dan suara angin yang menggerakan dedaunan serta ranting terdengar mendominasi latar.

Dari arah common room, terdengar senda gurau serta bincang-bincang teman asramanya. Sedangkan kini, ia hanya berdiam diri di dalam kamar; mengunci pintunya dari dalam. Oh, tentu; ia sudah membuat kesepakatan dengan teman sekamarnya agar membiarkannya memakai kamar secara pribadi hanya untuk setengah jam saja.

Tugas Divination, yang memenuhi kepalanya. Jujur ia sangat tidak menyukai kegiatan ramal-meramal, ia lebih suka menjalani hidup tanpa harus tahu apa yang akan terjadi padanya satu atau dua menit kemudian.

Tidak ingin ada orang lain yang melihat masa depannya. Untuk itulah ia mengerjakan tugas itu di dalam sini. Kini, netra biru terang miliknya menatapi satu demi satu bahan yang sudah disiapkan, untuk tugas ini; tentunya.

Praktek Catotropmancy. Cermin, benang, dupa, kuali berisi air. Lengkaplah sudah.

Kini sang pemuda mendekati jendela, mendorong handlenya; membiarkan cahaya bulan masuk dengan bebas.

"Semoga berhasil."

Gumamnya dalam hati, beruntug langit malam ini penuh dengan gelora. Awan dan kabut pun tak nampak. Hanya ada bulan ditemani ribuan bintang.

Meletakkan kuali itu diatas meja, hingga cahaya bulan memantul pada fluida yang sudah memenuhi wadah tersebut. Kemudian pemuda itu mengangkat cerminnya, mengikatkan benang pada pengangan cermin tersebut.

Ah, dupa. selagi tangan kirinya memegang cermin; tangannya yang lain merogoh saku, meraih tongkat oak merah yang selalu jadi andalannya.

"Incendio!"

Mengarahkan tongkatnya ke arah dupa, merapalkan mantra untuk memunculkan api.

"Baiklah--.." Parasnya kembali tertuju ke arah cermin, kini tongkat itu ia arahkan kepada cermin tersebut. Membuat cermin itu melayang dan kini menurunkannya sedikit demi sedikit. "Hati-hati.." desisnya pelan, pada diri sendiri.

Kini kaca sudah tepat berada di atas permukaan air yang tenang, tentu tanpa menyentuhnya. Penjelasan sang Professor tentang mantra-mantra atau doa yang akan dibutuhkan dalam praktek ini masih dengan jelas terpatri dalam pikiran.

Ia membacakan mantra-mantra tersebut. Netra biru terang itu kembali melirik cermin. Oh, lihatlah.. apa yang tergambar disana. Sesuatu yang ia inginkan, namun menurutnya mengerikan. Sulit dijelaskan, namun kini sang pemuda tertawa puas. Bahkan berpikir ia harus mengucapkan 'Terima kasih' kepada Professor yang sudah mengajarinya cara meramal seperti ini.

"Tidak buruk.. tapi, akhirnya akan seperti itu- eh? sudahlah."

Menghenttikan ritual tersebut, bahkan kini yang terpapar pada paras bukanlah tampilan datar seperti biasa. Melainkan sebuah seringai diatas bibir tipis pucatnya.

- END -