Notes

Sudah menjadi rutinitas lelaki bersurai gelap ini pergi pada saat matahari sudah tinggi di atas kepala. Dengan gitar yang dibawa di tangannya, ia berjalan keluar rumah untuk mencari tambahan uang. Altair nama lelaki tersebut, yang mana berasal dari keluarga pas-pasan. Beruntung ia sudah dibekali kepiawaian bermain alat musik, sebab sang ibu tercinta jatuh sakit, dan Al harus membantu ayahnya mencari uang tambahan dengan cara mengamen.

Kali ini, ia akan mencoba mengamen di stasiun.

Tapi tunggu, sejak kapan rumah di sebelah rumahnya ditempati? Bahkan ada beberapa boks kosong di terasnya. Penghuni baru mungkin?

Al mendekati tempat itu. Mungkin penghuni rumah baru ini akan terpukau dengan permainannya dan memberinya uang. Setelah memposisikan gitarnya supaya nyaman, ia memetik senar gitarnya.

Jrengg...

Ia pun memainkan gitarnya sembari bernyanyi dengan suara yang pas-pasan. Saat sampai setengah lagu, ia membelalakan mata karena terkejut saat mendapati seorang lelaki sebayanya duduk di pinggir teras. Sumpah, tadi di teras tidak ada siapa-siapa.

'Stay cool...' ia berkata pada dirinya, 'pastikan aku mendapat uang..'

Namun Al tidak bisa berhenti melirik lelaki itu.

Satu kalimat terucap, ia melirik. Kemudian bernyanyi lalu melirik lagi.

Lelaki sebaya yang duduk di dekatnya pun tak bisa berhenti menatap Al. Kalau begini, Al jadi gugup. Ditatap orang-orang sudah biasa, masalahnya lelaki disebelah Al ini datang entah darimana.

Jrengg....

Al menghentikan permainannya. "Jangan tatap aku terus dong!" protesnya. Al memperhatikan wajah lelaki itu, terlihat olehnya dua buah mata yang merah seperti habis menangis, "Hey, kau habis menangis ya?"

Lelaki itu tetap diam, kemudian mengusap matanya, "Kau bisa bermain gitar?" tanyanya.

Al memutar bola matanya, "Tentu saja bisa."

Lelaki yang terduduk itu berdiri, "Setelah ini kau mau kemana?"

"Eh... ke stasiun. Kenapa?" jawab Al agak ragu.

"Boleh ikut tidak? Aku bosan di rumah," jelas lelaki itu.

'Bosan kok menangis..' pikir Al, "Yasudah. Tapi... kau bisa bermain gitar? Kalau ikut aku, kau tidak boleh hanya menonton," lanjutnya.

"Tidak terlalu..." jawab lelaki itu, "Ngomong-ngomong namaku Vinnson."

Al mendengus agak jengkel, "Namaku Altair, panggil saja Al. Kalau begitu, kau yang bernyanyi, aku bermain gitar saja."

"Ajari aku supaya ahli bermain gitar.." pinta Vinnson.

Al menepuk dahinya, "Jangan sekarang. Kau mau ikut aku tidak? Kita akan melewatkan waktu berharga, tahu. Aku akan mengajarimu, tapi bayar ya."

Vinnson mengangguk lalu mengikuti langkah Al menuju stasiun.