NotesWhat is notes.io?

Notes brand slogan

Notes - notes.io

Kacamata hitam menaungi mata hazel, snapback hitam melindungi rambut coklat, dan rok selutut yang membayangi kaki gadis bernama Hyejun itu.

Suasana Gangnam di siang hari sangat padat. Orang-orang berjalan ke sana kemari dalam pakaian kerja mereka, mencari makan atau sekedar mengobrol sambil berjalan. Cuaca juga sedang baik, matahari tidak terlalu cerah, udara dingin tidak terlalu menusuk tulang, dan angin berhembus sekenanya.

Hyejun mengunyah permen karetnya, membuat balon dari permen itu dan meletuskannya lagi, kembali mengunyahnya. Ia sedang bersandar di salah satu dinding distrik Gangnam yang dipenuhi coretan grafiti. Tangannya terdekap di depan dada, menahan dirinya untuk berjalan menuju sekumpulan gadis di depan sana dan menampar wajah mereka.

Ya, sudah 15 menit kerumunan gadis remaja itu tertawa-tawa, menunjuk dirinya diam-diam, lalu tertawa lebih keras. Mereka pikir mereka siapa? Masih berseragam sekolah menengah lalu menertawakan orang yang tidak mereka tahu di jalan. Tidak pernah dihajar ya mereka?

Gadis itu melepaskan kacamata hitamnya, mengantongi benda itu, dan menegakkan tubuhnya saat melihat sedan hitam yang sangat familiar melaju tak jauh dari nya. Sedan itu berhenti di jalan di depannya, dan seorang laki-laki tegap keluar dari pintu penumpang di sebelah supir.

Laki-laki berjas hitam dengan tampang manis itu mendekati Hyejun, memberi hormat di depannya. Gadis mungil itu melambaikan tangannya. "Sudahlah, Jinho. Tidak perlu seperti itu." Ucapnya santai. Laki-laki bernama Jinho itu mendesah pelan, menatap Hyejun pasrah. "Nona Hyeri akan marah jika aku tidak seperti itu."

"Aku yang akan memarahinya kalau dia memarahi mu. Sekarang dimana bedebah cantik itu?" Hyejun mulai berjalan memutari mobil, lewat di depan kerumunan gadis sialan itu sambil mengibaskan rambutnya. Gadis-gadis itu terkesiap saat wangi parfum mahal yang dipakai Hyejun menyapu penciuman mereka. Dan juga karena Jinho yang tampak sangat tampan dalam balutan jas dan rambut cepaknya.

"Ada di dalam mobil, Nona." Jawab Jinho, terburu-buru mendahului Hyejun dan membukakan pintu untuk adik dari wanita yang dilayaninya sekaligus idola nya selama ini. "Lain kali, tidak usah bukakan pintu. Dan, gadis-gadis jalang di sana mendamba dirimu. Kerlingkan matamu pada mereka sebelum masuk ke mobil." Bisik Hyejun pada Jinho sebelum ia masuk ke samping kakak perempuannya.

Setelah pintu tertutup, keadaan hening. Hyejun menatap lurus kedepan dan wanita di sebelahnya juga terdiam sampai Jinho menutup pintu mobil mereka. Senyum kecil tercipta di bibir Hyejun saat ia melihat gadis-gadis itu tampak ingin pingsan.

"Good job, Jinho." Ujar Hyejun, membuat lelaki yang berumur lebih tua dari nya itu tersipu malu. "Apa yang dia katakan padamu?" Kali ini, Hyeri yang bertanya pada Jinho.

"Sudahlah, unnie. Ini untuk yang terbaik." Sela Hyejun, menyelamatkan lelaki itu dari pertanyaan lembut namun menohok dari kakak nya. Hyeri memutar bola matanya, lalu menoleh pada adiknya. "Kau semakin...glamor."

"Hipster, ku betulkan." Gadis berambut coklat itu menyahut, sambil melepas topinya dan menaruh benda itu di pangkuannya. "Well, kau sendiri tampak lebih tua."

"Hyejun, aku sedang serius." Desah kakaknya pelan menanggapi kalimat Hyejun. Kikikan gadis yang lebih muda itu memenuhi mobil, membuat Hyeri menggelengkan kepalanya.

Adik Hyeri itu menyibakkan rambutnya ke belakang, lalu bersandar pada jok mobil. "Kau tampak lebih dewasa maksudku." Ralatnya, tersenyum kecil sambil melihat keluar jendela. Ia kembali mengunyah permen karetnya, membuat balon lagi.

"Yah, kau tidak berubah." Hyeri ikut bersandar, menyilangkan kaki jenjangnya yang berbalut celana panjang dari bahan yang mahal. "Ayah merindukan mu." Kalimat itu keluar dari bibir Hyeri, membuat gadis disebelahnya mendengus pelan.

"Tidak diragukan lagi." Ucap gadis itu, gadis kesayangan lelaki berdarah Perancis-Korea yang ia panggil Appa. Hyejun membayangkan seperti apa rupa appa nya sekarang, dan juga...ummanya.

"Umma juga merindukan mu."

Kalimat itu menggantung di udara, seperti asap yang mengambang di ladang pertanian yang terbakar, atau kabut di atas danau pada malam hari.

Rahang Hyejun mengeras, ia tidak berkata apa-apa dan hanya memandang keluar dari jendela. Hyeri mendesah pelan, menyerah. "Kapan kau akan berhenti..." Ujarnya lemah, seakan memohon pada Hyejun.

"Berhenti apa?" Adiknya malah balik bertanya, sambil menggoreskan garis-garis di jendela yang berembun dengan tangannya. "Ayolah, Hyejun. Katakan saja. Kau membencinya kan?" Hyeri menyemburkan kata-kata itu, dan telinga Hyejun mengencang. Dalam hati, ia ingin mengiyakan kata-kata kakaknya. Namun Yeoryeong juga ibunya. Ia tidak mungkin mengakui bahwa ia membenci orang yang melahirkannya.

"Siapa yang mengatakan begitu?" Hyejun hanya balik bertanya, membuat Hyeri semakin frustasi. Sifat adiknya tidak berubah, tertutup.

"Mereka ingin bertemu dengan mu."

"Televisi. Kalian bisa melihat ku di televisi."

"Hyejun! Mereka ingin bertemu dengan mu." Tegas kakak perempuannya. Gadis itu menoleh ke kakaknya dengan senyum sinis. "Apa mereka tidak malu mempunyai anak seorang model? Bukankah reputasi keluarga turun karena cita-cita ku?" Jawabnya penuh sarkasme.

"2 tahun kau tidak pulang. 1 tahun benar-benar menghilang dan tiba-tiba tahun berikutnya debut sebagai model papan atas. Apa kau merasa hanya melihat mu di layar kaca mengobati rindu mereka, eoh?" Kalimat panjang dari kakaknya dibalas dengan kesunyian dan decak kunyahan permen karet Hyejun.

Hyeri menghempaskan punggungnya ke sandaran jok dengan keras. "Umma benar-benar menyesal. Dan appa...terpuruk tanpa mu." Ujarnya lagi, kali ini lebih lembut.

"Pulanglah."

"Aku tidak mau."

"Hyejun, demi Tuhan. Kenapa kau tidak pernah bisa berubah?!"

"Ingat ini. Umma tidak mau mengubah pendiriannya agar aku bisa menjadi model, lalu kenapa aku harus mengubah pendirian ku untuk membuat umma tidak lagi menyesal?" Desis Hyejun, mendekatkan wajahnya ke Hyeri dengan tatapan kebencian.

"Lagipula, ku lihat dari surat kabar dan berita di televisi perusahaan ayah sudah semakin maju berkat kau." Kali ini, Hyejun kembali menyandarkan punggungnya. "Aku tidak di butuhkan lagi, kan?" Ucapnya santai.

Hyeri memijat keningnya sebentar, berusaha menghilangkan penat di pikirannya karena adik kecilnya yang tidak mau pulang ke rumah. "Ini bukan masalah kau di butuhkan di perusahaan atau tidak." Gumam kakaknya pelan.

"Umma membutuhkan mu, appa membutuhkan mu." Hyeri mendesah. "Kami membutuhkan mu, Junnie." Lanjutnya, menyebutkan nama kecil Hyejun.

"Apa kalian membutuhkan ku seperti aku membutuhkan runway ku? Apa bertemu dengan umma sebanding dengan penolakannya pada cita-citaku?" Tanya Hyejun sambil menatap kakaknya. "Ku rasa tidak." Ia menjawab sendiri, mengalihkan pandangannya keluar jendela.

"Setidaknya jika kau tidak ingin pulang, temui mereka! Dimana pun yang kau suka, kau boleh tentukan sendiri tempat, tanggal, dan waktunya. Hanya...temui mereka." Hyeri menghembuskan napas pelan, menyerah pada kemauan adiknya.

Tersenyum kecil, Hyejun menimbang-nimbang dalam hatinya. Apakah ia sudah siap bertemu kedua orangtuanya? Ia rasa tidak. Pertanyaan yang lebih tepat, apa orangtuanya siap menerima dia yang seperti ini? Berprofesi jauh dari apa yang mereka rencanakan?

Akhirnya, Hyejun meraih tas kecil nya yang ia letakkan di sebelah tubuhnya. Ia membuka tutup tasnya dan mengeluarkan empat lembar tiket. "Ini tiket untuk menonton Fashion Week di Seoul pekan depan. Aku akan berjalan di runway sampai 7 sesi, itu sesi terbanyak yang pernah ku jalani." Ia menjelaskan, meletakkan tiket itu ke pangkuan kakaknya.

"Aku akan menyempatkan menyapa..."

"Terlalu singkat."

"Baiklah, baiklah. Makan malam. Akan ku sempatkan..."

"Pastikan."

Hyejun memutar bola matanya mendengar kakak nya yang terus menerus menyelanya. "Ini untuk kebaikan kalian." Jelasnya.

"Kebaikan kita."

"Kita akan makan malam setelah acara itu. Okay?" Hyejun menyelesaikan kalimatnya, dengan Hyeri tersenyum lega dan menganggukkan kepala.

"Kau lihat, Jinho? Aku baru saja menaklukan seekor serigala."

Jinho berdeham kecil. "Serigala dingin yang cantik." Jawabnya kecil.

Dan Hyejun tertawa kecil. "Akan ku beri photobook ku nanti, okay? Dan tiket itu, berikan satu pada Jinho."

---

Lagu terdengar berdentum, cahaya lampu berkelipan menyorot para model yang berjalan di runway, mengisi Fashion Week di Seoul pada pekan ini. Sorakan terdengar saat para model satu persatu berjalan di runway, menampilkan baju yang dirancang oleh designer mereka, dan gerakan yang menarik para penonton.

Penonton sendiri sangat ramai, memenuhi tempat duduk front row maupun barisan belakang. Diantara para penonton, terdapat empat orang yang akan penting untuk diingat oleh kalian. Mereka akan berkaitan dengan tokoh utama kita nanti.

Hyejun menggosok kedua tangannya yang berbalut sarung tangan hitam. "Kau berikutnya Hyejun." Kata salah seorang staff yang berjaga di balik dinding pembatas. Hyejun menganggukkan kepalanya, menegakkan tubuh dan menarik nafas dalam-dalam

"1...2...3...

Rock the stage, Hyejun!" Staff itu mendorong pelan punggung Hyejun, dan gadis mungil itu berjalan di atas runway dengan wajah dinginnya. Musik berdentum, dan ia menyesuaikan langkahnya dengan tempo musik. Model sebelumnya adalah Jackson, sahabat laki-lakinya.

Saat mereka berpapasan, Hyejun mengangkat kedua tangannya ke udara, dan bergoyang dengan Jackson. Lelaki muda itu pun ikut bergoyang, tersenyum lebar karena tingkah sahabatnya.

Hyejun melanjutkan jalannya, melambaikan tangan pada setiap orang yang memanggil namanya. Ia menyapukan pandangannya pada barisan penonton yang bersorak. Ada sahabat-sahabatnya, seniornya, penyanyi-penyanyi papan atas dan...

Keluarganya.

Ia mendapati wajah ummanya, ayahnya, dan Hyeri. Mereka duduk disana, baris kedua dari depan. Hyejun tersenyum kecil, lalu melanjutkan langkahnya. Flashloght, tepukan tangan, dan sorot lampu memuaskannya. Memberikan kepuasan tersendiri pada diri gadis itu.

Berbalik, ia berpapasan dengan Ferrera. Salah satu sahabat yang masuk dalam squad nya. Mereka saling memukul bokong masing-masing, tertawa, dan berlalu. Hyejun masuk ke backstage lalu disambut Jackson yang memeluknya.

"Kau luar biasa! Seperti biasanya!" Ujar pemuda tampan itu sambil tersenyum lebar. Hyejun mengambil topi lelaki itu, memasang nya di kepalanya sendiri. "Kau juga. Dan Ferrera..."

"Hey!" Gadis yang baru saja mereka bicarakan masuk ke backstage, memeluk mereka bertiga dan meloncat dalam kegembiraan. "Great job, guys! Perfect." Sang designer datang, menepuk pundak Jackson dan tersenyum lebar.

Ia memberikan satu kartu untuk masing-masing model itu dan tersenyum lebar. "Aku ada design baru untuk musim dingin. Kalian mungkin cocok." Ujarnya, mengerlingkan mata dan berlalu. Ketiga model itu tertawa, lalu merangkul satu sama lain.

---

Lampu dimatikan, musik berdentum pelan, dan tempat duduk penonton sudah sepi. Acara fashion terbesar di Seoul itu sudah selesai, dan para model sudah berada di backstage, berganti pakaian dan bersiap untuk pulang.

Hyejun membungkukkan badan untuk terakhir kalinya pada sahabatnya, senior, dan kru yang masih berpesta di backstage. Ia mempunyai janjinya tersendiri.

Berbalut kaus putih dan rok biru serta sepatu bersol tebal berwarna putih, Hyejun melangkah keluar dari pintu backstage sambil menghembuskan nafas panjang.

Ia akan berhadapan dengan appa dan ummanya, beberapa menit ke depan. Hyejun berhenti, mematung saat melihat empat orang yang menunggunya tak jauh dari pintu keluar. Hyeri menatapnya, mengangguk menguatkan adiknya. Jinho berdiri agak jauh, memberi privasi kepada keluarga kecil yang kehilangan anak bungsu mereka.

Sementara sang anak bungsu terdiam, agak jauh dari keluarga itu. Hyeri menyenggol appa nya yang sedang mengobrol dengan ummanya, sehingga kedua orang tuanya menoleh, menatap Hyejun dengan penuh rasa rindu.

Canggung, gadis muda itu berjalan cepat ke arah keluarga kecil itu dengan wajah dingin. Sampai di depan orangtuanya, Hyejun menegakkan tubuh, lalu membungkukkan badannya 90 derajat selama beberapa detik.

Saat ia kembali menegakkan tubuh, ummanya melangkah maju, ingin menyentuh gadis itu. Hyejun hampir melangkah mundur, menghindari sentuhan umma nya pada wajahnya.

"Eum...makan malam. Ayo kita makan malam." Ucapnya kaku, menatap Hyeri dengan penuh tuduhan lalu berjalan menjauh, mendatangi asistennya yang menunggu tak jauh dari sana.

"Hyejun-ah." Panggil Hyeri, menyusul Hyejun yang berjalan lebih dulu. "Kau tidak ikut mobil kami?"

"Tidak. Aku naik van ku saja." Jawab Hyejun, menolak tawaran Hyeri. "Lagipula, mobil kalian pasti penuh."

---

Duduk mengelilingi meja bulat, dengan appa nya di sebelah kirinya, Hyeri di sebelah kanannya, dan...

Umma nya di hadapannya.

Jinho dan Yura, asistennya makan malam di meja lain. Tampaknya mereka mempunyai...ketertarikan satu sama lain.

"Kau...cantik di atas runway." Appa nya membuka suara, memecahkan keheningan yang tercipta setelah 10 menit duduk bersama. Hyejun sedikit membungkukkan badannya, berterimakasih pelan pada appa nya.

Ummanya menarik nafas panjang, seperti ingin angkat bicara. Namun pelayan menyela dengan senampan penuh makanan, steik Hyejun dan appanya serta spaghetti carbonara Hyeri dan ummanya.

"Selamat makan." Seru mereka bersamaan. Sesaat, meja mereka di penuhi kesunyian karena makanan yang sedang disantap. Hyeri menatap Hyejun, yang makan sambil berkonsentrasi agar tidak dengan sengaja bertatap mata dengan kakak ataupun salah satu anggota keluarganya.

Hyeri mendesah pelan, menaruh garpu dan sendoknya, lalu menegakkan tubuh. "Umma. Tampaknya tadi kau ingin bicara." Gadis itu berujar, mengagetkan Hyejun yang sedang menuang saus ke steik nya. Wanita paruh baya itu mengedipkan matanya, separuh gugup, separuh takut.

Gugup karena selama 2 tahun terakhir, ini adalah perbincangan pertamanya dengan anak bungsunya. Dan takut karena...selama ini Hyejun selalu menghindarinya. Menolak menemuinya, bahkan menyembunyikan diri dari umma nya sendiri. Ia takut kembali ditolak.

"Eum...ya. Aku ingin bicara sesuatu." Akhirnya, Yeoryeong ikut menegakkan tubuh dan menaruh alat makannya. Franc, appa Hyejun ikut menaruh alat-alat makan dan berhenti makan, namun Hyejun melanjutkan memotong steik nya, seperti tidak mendengar kata-kata ummanya.

"Hyejun." Tegur Hyeri, melihat sikap adiknya yang tidak perduli. "Lanjutkan saja. Aku mendengarkan." Jawabnya dingin. Hyeri menggelengkan kepala dan menarik lengan gadis itu, mengakibatkan pisau yang memotong daging itu terlepas dan Hyejun menatap Hyeri dengan kebencian.

"Lepaskan." Ujarnya dengan gigi terkatup. Hyeri terkejut dengan sikap Hyejun yang menyeramkan dan langsung melepas tangan gadis itu. Menutup mata dan menarik napas, Hyejun meletakkan alat makannya juga, bersandar di kursi, dan bersedekap. "Lanjutkan."

Umma nya terdiam sejenak, menarik nafas, dan mulai buka suara.

"Umma ingin minta maaf."

Lalu hening, tidak ada yang bereaksi.

"Umma tahu, umma sudah terlalu keras pada mu."

"Egois, ya." Sela Hyejun.

"Ya. Egois. Umma sudah terlalu egois. Tidak menomor satukan dirimu, dan malah mementingkan perusahaan." Tutur Yeoryeong, sambil meremas tangannya sendiri.

"Jujur, setelah kau pergi dari rumah aku benar-benar marah. Menganggap kau anak paling tidak diuntung dan tidak tahu diri." Lanjutnya lagi setelah jeda yang tidak lama.

"Menjadi model, bukan itu yang ku harapkan dari anak secerdas diri mu. Aku mengharapkan bahwa kau akan mendirikan perusahaan baru, berbekal ilmu yang kau dapat setelah bekerja di tempat appa mu. Jadi begitu mendengar cita-cita mu yang sesungguhnya, aku tidak dapat menerimanya." Kali ini, mata Yeoryeong sudah berkaca-kaca.

"Aku tidak ingin anak ku seperti apa yang ada di pikiranku. Kotor, hina. Semua orang mencap model seperti itu."

"Orang yang sangat kolot." Sela Hyejun lagi, diiringi tatapan tajam Hyeri. Gadis itu mengedikkan bahunya.

"Tapi setelah 3 bulan kau tidak kembali...aku benar-benar merindukan mu. Aku menyesal, kenapa tidak ku biarkan saja kau menjadi model agar aku tidak kehilangan mu, Junnie."

"3 bulan terasa 5 tahun. Dan 1 tahun serasa berdekade lamanya. Aku tidak tahan, aku menyesal dan merindukan mu." Yeoryeong terisak, meneteskan air matanya karena perasaan menyesal.

Sementara Hyejun? Wajahnya tetap dingin. Tetapi tangannya terulur, mengambil kotak tisu di atas meja dan meletakannya di depan wanita itu. "Terimakasih."

"Saat kau muncul di televisi, di jumpa pers pertama mu. Saat kau di umum kan menjadi model baru bersama dengan trainee yang lain, hati ku berdebar. Aku merasa...bangga." Yeoryeong tersenyum kecil, menatap Hyejun.

"Aku bangga gadis kecil ku bisa mencapai cita-citanya..."

"Walau tanpa dukungan mu." Suara Hyejun semakin tajam, menusuk telinga siapapun yang mendengar.

"Ya. Walaupun tanpa dukungan ku. Selama 1 tahun aku tidak pernah melewatkan acara mu yang diliput di televisi, streaming online, ataupun siaran radio. Aku mengikuti setiap berita tentang mu, perkembangan karir serta kisah cinta mu."

"Drama, film, runway, fashion week semua aku tonton di televisi. Hanya untuk melihat putri kecil ku."

"Tapi setiap kali melihat wajah mu, penyesalan itu muncul lagi. Aku membenci diriku sendiri karena telah mengekang mu." Yeoryeong terdiam, menunduk memandangi tangannya.

"Maka sekarang, aku benar-benar minta maaf." Kalimat Yeoryeong, umma Hyejun menggantung di udara. Tidak disambut, namun tidak diabaikan.

Hyeri memberi kode pada Hyejun agar gadis itu merespons.

Hyejun menegakkan tubuh, bersiap membalas ucapan ibunya. "Yah. Ku rasa kita sudah setimpal disini." Ucapnya, pada akhirnya setelah keheningan yang cukup panjang.

"Aku sudah mendapatkan apa yang aku cita-citakan..."

Hyejun mendongak, menatap kakak perempuannya, appa dan ummanya.

"Dan umma mendapatkan maaf ku."

Wajah umma nya langsung berbinar, setelah ucapan itu keluar dari bibir Hyejun.

"Tapi bukan berarti aku akan pulang ke rumah." Tegas gadis muda itu, menyunggingkan senyum tipis.

Kekecewaan mampir di wajah keluarganya, mendengar keputusan anggota keluarga terkecil mereka. Namun, Hyeri langsung menanyakan alasannya.

"Meskipun aku mempunyai banyak penggemar, salah satu dari jutaan orang di Korea Selatan pasti tidak menyukai, bahkan membenci ku. Jika aku pindah ke rumah, mereka akan meneror kalian. Apalagi, appa adalah petinggi di perusahaan."

Hyejun mendesah.

"Aku tidak bisa melibatkan masalah pribadi ku dengan penggemar ku." Ujarnya lembut.

"Kalian bahkan bisa terluka karena ku." Lanjutnya lagi.

"Aku akan tetap tinggal di apartemen ku. Akan kuberi tahu alamat nya, tapi aku jarang ada di sana." Kali ini, Hyejun mengangkat tangannya memanggil Yura.

Gadis yang lebih tua darinya itu datang, membawa kartu namanya. "Disini. Kalian bisa ke apartemen ku atau ke kantor. Lebih sering di kantor, atau di tempat lain."

"Lebih baik kalian menghubungi Yura lebih dulu." Hyejun tersenyum, menyerahkan kartu nama nya pada Hyeri.

Yura masih berdiri di sana, menggesekkan kedua tangannya. "Ada apa?" Tanya Hyejun dingin.

"Apa...aku boleh berjalan-jalan dulu?" Tanya gadis itu, tersenyum lebar. Hyejun mengerutkan keningnya.

"Dengan siapa?"

"Eum...dengan ku." Jinho berdiri di samping Yura, meminta ijin pada Hyeri.

Kedua kakak adik itu menoleh, menatap satu sama lain. Lalu tertawa, benar-benar tertawa membuat Yura dan Jinho memerah.

"Unnie, kau yang menentukan." Ujar Hyejun.

Hyeri mengedikkan bahunya. "Pintu rumah akan dikunci pukul 10.."

Jinho mengangk
     
 
what is notes.io
 

Notes.io is a web-based application for taking notes. You can take your notes and share with others people. If you like taking long notes, notes.io is designed for you. To date, over 8,000,000,000 notes created and continuing...

With notes.io;

  • * You can take a note from anywhere and any device with internet connection.
  • * You can share the notes in social platforms (YouTube, Facebook, Twitter, instagram etc.).
  • * You can quickly share your contents without website, blog and e-mail.
  • * You don't need to create any Account to share a note. As you wish you can use quick, easy and best shortened notes with sms, websites, e-mail, or messaging services (WhatsApp, iMessage, Telegram, Signal).
  • * Notes.io has fabulous infrastructure design for a short link and allows you to share the note as an easy and understandable link.

Fast: Notes.io is built for speed and performance. You can take a notes quickly and browse your archive.

Easy: Notes.io doesn’t require installation. Just write and share note!

Short: Notes.io’s url just 8 character. You’ll get shorten link of your note when you want to share. (Ex: notes.io/q )

Free: Notes.io works for 12 years and has been free since the day it was started.


You immediately create your first note and start sharing with the ones you wish. If you want to contact us, you can use the following communication channels;


Email: [email protected]

Twitter: http://twitter.com/notesio

Instagram: http://instagram.com/notes.io

Facebook: http://facebook.com/notesio



Regards;
Notes.io Team

     
 
Shortened Note Link
 
 
Looding Image
 
     
 
Long File
 
 

For written notes was greater than 18KB Unable to shorten.

To be smaller than 18KB, please organize your notes, or sign in.