Notes

Blood Rain : Prolog

"A-ayo lari, ki-kita harus lari," lelaki itu menyentuh dadanya dan menarik pergelangan istrinya.

Sang istri berusaha mensejajarkan lari dengan sang suami, isakan tangisnya jelas terdengar ditengah keheningan malam. Bayi dalam gendongannya pun ikut menangis walau tidak mengerti situasi apa yang sebenarnya ia hadapi sekarang.

"HAHAHA, SEJAUH APAPUN KALIAN BERLARI, KALIAN TAKKAN BISA SEMBUNYI DARIKU," suara itu bergema di sekitar mereka berdua bersamaan dengan tawa keji yang menulikan telinga.

Allura -sang istri- mendekap putri mereka dengan lebih erat, nafasnya hampir putus karena belum berhenti berlari hingga sejauh ini.

Tiba-tiba, keduanya dikejutkan dengan munculnya sosok mengerikan yang langsung menghalangi jalan mereka.

Allura semakin erat memegang lengan suaminya sementara sang suami berusaha untuk tidak terlihat ketakutan.

"Ketika aku menghitung 3, segera berlari dari sini, oke?" ia berbisik ke arah Allura.

Allura tampak tidak setuju dan berusaha menyuarakan protes, namun suaminya justru langsung memulai hitungan tanpa ingin mendengar satu kata balasanpun dari sang istri.

"1..."

Sosok dihadapan mereka yang bisa disebut sebagai strigoi mulai melangkah mendekat.

"2..."

Mereka berdua mundur perlahan. Kevin -sang suami- memfokuskan diri untuk memberikan serangan yang setidaknya dapat menghambat strigoi yang mengincarnya ini.

"Fuebarro!"

Sesosok monster api muncul dan seketika itu, Kevin menarik tangan Allura untuk berlari kembali.

"KAU TETAP TIDAK AKAN SELAMAT, KEVIN!" seru strigoi tersebut dan menumbangkan monster api buatan Kevin dalam hitungan detik.

Mereka akhirnya memilih untuk berhenti berlari dan bersenyembunyi di dalam gudang yang sudah lama tak terpakai.

"D-dengarkan aku, Allura..." Kevin menatap istrinya dengan pandangan yang sulit digambarkan.

Nafas keduanya beradu dan terdengar seperti orang yang baru saja selesai lari maraton. Dan mata keduanya menyiratkan kesedihan serta luka yang sama-sama tidak bisa disembunyikan.

"Tidak mungkin kita terus berlari, jadi..."

"Tidak Kevin! Aku tidak membiarkanmu pergi sendiri, hiks tidak." Allura mulai terisak sambil memeluk lelaki di hadapannya.

Bayi mereka menangis dalam pelukan kedua orangtuanya, seakan mengerti jika keadaan ini merupakan kiamat kecil untuk keluarga bahagianya.

"Maafkan aku, tapi monster tadi mencariku, oke? Ia tidak mengincar kalian. Jadi, biarkan aku keluar untuk menghadapinya," ucap Kevin berusaha terlihat tegar. Ia tidak boleh kelihatan lemah jika memang yakin untuk meninggalkan keluarga tersayangnya.

Kevin mengusap pipi bayi mungil mereka dan tersenyum, tetesan air mata tidak dapat ditahan lagi oleh laki-laki itu. Matanya mulai menyala menandakan sisi vampirnya mulai kembali bangkit.

"Bawa dia pergi sejauh-jauhnya dari jangkauan strigoi sampai waktu yang tepat untuknya. Biarkan dia tumbuh menjadi wanita yang cantik dan berani, oke? Lindungi dia Allura, dia harta berharga kita."

Isakan Allura semakin kencang, tidak tahu harus bagaimana menjawab ucapan suaminya. Ia juga tidak mungkin lagi menahan kepergian sang suami, karena memang benar jika strigoi tadi sebenarnya hanya mengincar seorang moroi.

"Dia akan tumbuh menjadi seorang dhampir yang cantik dan berani, yang akan melindungi moroi yang ia sayangi. Katakan padanya kalau ayahnya sangat menyayanginya." Kevin menunduk untuk mengecup kening putrinya setelah itu berlari keluar dari persembunyian mereka.

Sebelum benar-benar pergi, Kevin berbalik dan mengucapkan kalimat terakhir, "Namanya Eileen Hestia Croft. Aku mencintaimu, Allura."

Allura membekap mulutnya sendiri, menahan agar tangisannya tidak semakin menjadi. Ia meninggalkan bayinya untuk mengintip keluar, hanya untuk mendapati kenyataan bahwa ia kehilangan suaminya malam itu juga.

"Eileen Hestia Croft... perjuanganmu dimulai dari sini, anakku."

- end -

Blood Rain : Prolog
02/12/2016