Notes

Bentangan asterik mengalihkan atensi dari seseorang yang bersampir mandolinnya. Sebandung iris hazelnut itu menilik taman yang cukup luas dengan ornamen simpel sebagai penghias, tak urun pawana lenggang menghampiri. Menempuh perjalanan selama kurang lebih tiga puluh menit membuat punggung gadis bersurai hitam itu sedikit kaku, tapi hal itu seakan terbalaskan dengan pengunjung yang tak sedikit. Setidaknya ia bisa dengan mudah menjalankan tugas kali ini.

Senyuman terpatri di paras, mengiringi dua pasang langkah menuju tempat strategis --menurutnya-- yang berada di tengah taman. Lantas saja ia menduduki bangku yang tersedia beserta teman pria yang kini mengambil alih gitar di punggung, memetik satu per satu senar dengan dalih mencocokkan suara.

Tentu ia gugup, ini kali pertamanya tampil di muka umum dengan bermodalkan iringan gitar akustik yang ditanggungjawabkannya pada teman semasa kecil itu. Entah harus apa, ia memulai dengan berdeham, mencoba menetralkan suaranya sebelum melantunkan bait-bait indah yang telah terekam di dalam benak. Suara pecah kala menyanyi termasuk hal buruk bukan?

Petikkan melodi ringan tertangkap oleh rungu sang gadis, membuat beberapa pejalan kaki mulai menolehkan wajahnya, memberi tatapan penasaran pada gadis yang hampir bisa menguasai rasa gugupnya. Sebuah lagu dengan latar belakang 'romance' telah ia pilih untuk menjalani tugas, ya, dengan judul Heaven yang dinyanyikan oleh penyanyi favoritnya, Bryan Adams.

Intro mulai memasuki empunya, membuat sang dara menarik napas sejenak sebelum bersuara. "Oh-" Vokal sopran terdengar, sedikit menaik di awal lagu. "Thinkin' about all our younger years." Suaranya mengayun dengan ejaan tanpa cacat.

Kakinya sedikit menghentak lemah, mencoba menyamakan beat dengan petikan gitar yang didengarnya. "There was only you and me."