Notes

POV2 Versi1:
Yang kutahu, dia adalah cahayaku.

Dan aku pun tahu, dia adalah cahaya di hati banyak orang.

Coba lihat dia yang sedang dikelilingi banyak anak kecil. Semua memintanya untuk membacakan cerita lain. Ada yang memasang tampang memelas. Ada yang menarik-narik ujung rambut panjangnya. Ada juga yang langsung berinisiatif membawa buku lain.

Dia yang awalnya menolak langsung tertawa melihat usaha anak-anak di hadapannya itu. Melihat ia mengangguk, belasan anak langsung bersorak dan kembali ke posisi ternyaman mereka.

Dengan lembut, cerita itu mulai mengalir keluar dari mulutnya. Sekilas, aku bisa mendengar kisah mengenai seorang gadis yang menolong pemuda tak dikenal. Pemuda itu dipenuhi oleh luka dan bercak darah. Gadis tadinya ingin buru-buru sampai ke rumah langsung terhenti untuk menolong pemuda itu.

Ah ... aku jadi teringat saat aku pertama kali bertemunya. Aku juga sehabis dipukuli preman, dan saat aku tersadar, ia sedang mengobati luka-lukaku. Ia berkata kalau ini adalah panti asuhan yang didirikan keluarganya. Dia membawaku ke sini karena tidak punya uang untuk membawaku ke rumah sakit.

Sejak saat itu, aku sering berkunjung ke panti asuhan ini. Aku sering melihatnya bermain dengan anak-anak panti asuhan ini. Muka anak-anak ini mendadak cwria ketika mereka melihat dia. Keseharian panti asuhan ini penuh dengan canda tawa miliknya.

Dia tidak pernah segan untuk memeluk anak-anak yang mungkin kotor akan debu jalanan. Ia sering mengajak beberapa anak jalanan untuk bermain di panti ini, meskipun tidak memperbolehkan mereka untuk menetap jika masih memiliki orangtua.

Dia mengajar anak-anak panti asuhan hal-hal dasar, seperti menulis, membaca, menghitung, hingga menyanyi. Layaknya saat ini, ia sedang membuka kelas membaca, walaupun berakhir dengan sesi mendongeng.

Setelah beberapa saat memerhatikannya, dia menyadari keberadaanku dan melambaikan tangan. Aku pun tersenyum dan beranjak mendekatinya.

Anak-anak yang menyadari keberadaanku juga langsung bersorak. Kekehan pelan terdengar dari bibir mungilnya.

Astaga. Bagaimana seseorang bisa secerah ini setiap saat?





POV2 Versi2:
Putih. Putih. Dan putih.

Hanya itu yang kamu lihat meski sudah tiga kali mengerjapkan mata.

Sesaat kamu merasa bingung akan tempat ini. Kamu tidak merasa pernah ke ruangan ini. Kamu hendak menggerakkan kepala, tetapi tidak bisa. Seakan ada yang menahannya untuk tetap pada posisi ini. Meski demikian, bau khas yang masuk ke penciumanmu menjelaskan segalanya.

Ini rumah sakit.

Seketika itu juga, segala memori langsung menghantammu. Ingatan mengenai kejadian yang menimpamu sebelum kamu terbujur tak berdaya di ranjang ini.

Kamu ingat kalau hari itu keluargamu hendak pergi berlibur ke luar kota. Ayah ada di depanmu, sedangkan Ibu ada di samping Ayah. Mereka berdua sedang membicarakan sesuatu yang tak kamu mengerti. Adik laki-lakimu sedang bermain game di handphonenya meski Ibu sudah melarangnya. Kamu sendiri sibuk melihat pemandangan hijau yang terhampar di sepanjang jalan mendaki ini. Mobil yang kalian tumpangi berbelok-belok mengikuti jalan yang tersedia.

Semua masih berjalan lancar, sebelum ada truk dari arah yang berlawanan melaju kencang ke arah mobilmu. Truk iu muncul ketika kalian baru saja berbelok dari sebuah tikungan. Tidak ada waktu untuk menghindar. Dalam hitungan detik, mobil sedan kalian sudah terlempar ke jurang, berguling berkali-kali dan berakhir dalam keadaan terbalik.

Kamu berteriak memanggil tiga anggota keluargamu. Tetapi tidak ada jawaban. Dengan sisa kesadaran yang kamu miliki, kamu berusaha keluar dan mencari pertolongan.

Baru beberapa langkah kamu berjalan, sebuah ledakan terdengar dari arah mobil itu.

Ya. Mobil itu meledak bersama dengan Ayah, Ibu dan adik laki-lakimu. Kaki yang tadi masih kuat berjalan langsung kehilangan tenaganya. Kamu terduduk dan menangis meraung-raung.

Seperti saat ini.

Kamu kembali menangis dan berteriak-teriak meski dengan tubuh yang tak dapat digerakkan. Kamu tidak mengerti apa yang terjadi pada tubuhmu, padahal saat itu kamu masih bisa berjalan. Tetapi kamu lebih tidak mengerti mengapa hanya kamu yang selamat. Kenapa? Kenapa keluargamu yang lain tidak selamat?!

Beberapa orang berjubah putih masuk menerobos kamarmu. Mereka memegang tubuhmu dan berkata sesuatu yang tidak kamu pedulikan. Kamu tahu kalau mereka adalah penyelamatmu. Namun rasanya kamu ingin menyalahkan mereka karena hanya menyelamatkanmu.

Sebelum berteriak lebih lagi, salah seorang dari dokter itu menyuntikkan sesuatu padamu. Suntikan itu membuat kesadaranmu perlahan menghilang ... dan kamu kembali tertidur.

Sungguh, kamu berharap untuk bertidur selamanya.