NotesWhat is notes.io?

Notes brand slogan

Notes - notes.io


Cerpen karya alcxholics (M-29158)

Aku Dan Duniaku

Menjadi diam terkadang adalah sumber kegagalan. Itu kata orang. Mereka berpendapat bahwa dengan mengunci mulut maka sumber informasi tak akan kita dapat dari mulut orang lain. Mungkinkah? Hm.. mungkin saja. Tapi bagiku, dunia dalam diam dan kesendirian adalah hal biasa. Disaat semua orang riang dan beradu pendapat, mungkin hanya sepi kawanku berdiskusi. Ya, aku menyukai kesendirian.a Sama seperti kalian yang memiliki zona nyaman masing-masing, sepertinya sendiri adalah zona nyamanku. Aku suka ketenangan. Aku suka mengucilkan diri dan sibuk dengan duniaku sendiri. Walau kadang ada orang menganggapku aneh, tapi ya seperti inilah aku. Aku tak terganggu dengan capku sebagai anak ‘introvert’.
Pagi ini, kelas berjalan seperti biasanya. Ada yang sedang berceloteh ringan, ada yang sedang terbahak, ada yang sedang menyapu dan ada aku yang seperti biasanya hanya terdiam. Memojokkan diri dan membuat dinding tebal di sekitarku. Entah mengapa aku tak berminat berbicara dengan mereka. Aku hanya butuh sebuah pena dan secarcik kertas untuk menjadikan aku menjadi diriku yang seutuhnya. Ya, aku suka menulis. Menggaris huruf di atas kertas menjadi sangat menyenangkan untukku. Entahlah aku tak perduli dengan status sosialku yang menatapkan bahwa seharusnya aku membaur di kelas ini. Yang kusuka adalah duniaku, ya, dunia kecilku.
“Pagi anak-anak”, suara tegas itu terdengan dari arah pintu masuk. Sepertinya aku tak mendengar bel masuk pagi ini lagi.
“Pagi buuu.”, jawab anak-anak kelasku serentak.
Dan ya seperti yang bias kalian tebak, kelasku berjalan saat itu juga. Ia adalah Bu Hani, guru bahasa Indonesia sekaligus wali kelasku. Ia orang yang ramah namun tegas. Aku dan semua anak di kelas ini sangat menghormati beliau. Aku memperhatikannya memberiku dan siswa lain materi, kali ini materi yang ia berikan adalah tentang puisi, ah aku benci materi ini. Aku memperhatikannya sambal bersandar di tembok kokoh sebelahku dan memutar-mutar pensilku dengan wajah bosan sampai Bu Hani menunjuku untuk maju kedepan kelas untuk membacakan sebuah puisi. Tubuhku langsung bergetar, aku malu, aku tidak terbiasa menjadi pusat perhatian. Ku gelengkan kepalaku saat Bu Heni memanggil namaku sambil termenung dengan pandangan kosong. Bu Hani terus memanggil namaku namun tubuhku serasa tidak dapat bergerak dan terus saja diam memandangnya sampai seorang siswa perempuan bernama Monica mengangkat tangannya dan mengajukan diri untuk maju, menggantikanku tentunya. Penyelamat hidupku. Sepertinya Monica mengerti, makanya ia inggin maju untuk menggantikanku, sangat baik hati.
Saat istirahat, kuhabiskan jam dengan pergi kekantin sekedar untuk membeli bubble tea dan sebungkus roti. Aku kemudian beranjak pergi ke roof-top untuk duduk dan menghabiskan cemilanku, seorang diri. Ya sendiri, apakah itu salah? Angin disini sangatlah sejuk, aku sangat mencintai tempat ini sejak hari pertama aku menemukannya. Sangatlah sepi, dan polos mungkin. Di roof top hanya ada satu bangunan kecil yang terlihat seperti gudang dan di agak sampingnya ada satu tangga turun. Namun saat kita melangkah agak ke belakng, ada tempat yang sangat nyaman. Ya di tempat di mana aku berdiri sekarang. Aku menyebutnya pojokan. Di sini terdapat sofa yang nyaman. Aku yang mengeluarkan sofa ini dari gudang tanpa sepengetahuan petugas sekolah. Padahal masih terlihat bagus, sayang sekali menurutku kalau hanya dibuang di gudang. Jika hanya untuk aku istirahat, sofa ini terlihat meyakinkan. Rasanya aku ingin menghabiskan sepanjang waktu sekolah disini. Sayangnya tidak bisa, aku harus belajar sebagaimana siswa pada umumnya.
Setelah istirahat selesai, aku kembali ke kelas. Di koridor, banyak orang yang memandangku dengan pandangan kagum, namun ada juga yang sarat akan kebencian. Sebenarnya, aku adalah murid juara 1 IPA di sekolah ini. Atau biasanya disebut ranking 1 paralel. Dan yah, aku juga seringkali memenangkan olimpiade. Sebenarnya aku juga dari segi fisik tidak terlalu buruk. Bahkan menurut saudara kembarku, Arda dan Genze, aku lumayan tampan. Bukan bermaksud sombong tetapi sepertinya memang itu faktanya.
Arda, Genze dan aku, Andy memang miliki karakter yang sangat berbeda. Arda yang sangat ceria dan seringkali membuat kamar kami bertiga berantakan juga ramai dengan cerita konyolnya atau kejutannya saat aku ataupun Genze memenangkan hadiah. Arda juga ahli bermain basket, aku sangat kagum pada kaka ku yang pertama ini. Kakak kedua Genze adalah anak yang sangat pemalas. Ia sangatlah cuek terhadap sesuatu, namun ia dewasa dan jago memasak walaupun kadang rasanya asin. Genze juga sangat bijaksana, bahkan melebihi Mario Teguh mugkin. Dan ya, ada aku disini yang selalu diam, aku lebih suka menyimpan semuanya sendiri. Saat mereka bercerita atau sekedar mengobrol aku hanya sibuk dengan telfon genggamku dan dunia ku sendiri tentunya, walaupun aku mendengarkannya juga tapi aku tidak peduli, aku bahkan hanya merespon dengan sedkit senyuman. Kakak-kakakku bilang aku menyeramkan, padahal aku hanya bingung harus merespon seperti apa, sungguh. Rasanya sulit sekali untuk mengungkapkan sesuatu, rasanya aku harus memikirkan seribu kali untuk satu kalimat saja. Aku juga tidak mengerti, sebenarnya itu masih wajar karena dirumah aku masih sesekali berbicara bahkan bercanda dengan kakak ku, tapi kalau disekolah? Ah tidak usah ditanya lagi. Kalian juga pasti akan tau.
Sepulang sekolah, aku berjalan ke arah parkiran mobil. Mobilku tidak terlalu bagus namun tidak jelek juga, aku tidak terlalu suka kemewahan. Kata orang kemewahan atau kekayaan dapat membuat kita bahagia, namun aku tidak sama sekali merasakan itu. Rumahku sepi, ayah dan ibuku selalu pergi. Walau ada Arda dan Genze yang menemaniku. Namun tetap saja aku ingin merasakan rasanya dipeluk ibu atau sekedar bercanda dan tertawa bersama. Kadang aku berpikir, di umurku yang hampir menginjak 17 tahun ini, aku tidak merasa bahagia. Kenapa? Ah sudahlah, nanti kalian juga tau mengapa aku sangat membenci kehidupanku ini.
Diperjalanan pulang aku teringat kalau aku memiliki tugas untuk menganalisa buku karya Andrea Hirata. Aku langsung mengarahkan mobilku dengan gesit ke mall yang tidak terlalu jauh dari rumahku. Sesampainya di sana, aku langsung berjalan masuk ke toko buku. Suasananya tidak terlalu ramai, namun tidak terlalu sepi juga. Saat aku melihat-lihat buku di bagian novel, aku melihat perempuan itu. Ya, perempuan itu, penyelamat hidupku. Monica. Ah mengapa aku menjadi berlebihan begini. Dia disini bersama teman-temannya. Monica sebenarnya bisa dibilang anak populer. Temannya dimana-mana. Aku yakin satu sekolah tau siapa monica itu. Tentu saja semuanya tau Monica, dia adalah wakil ketua OSIS yang sangat cantik dan baik hati. Aku melihat ia sedang mencoba meraih buku yang lumayan tinggi dengan badan mungilnya, sangat menggemaskan. Bahkan rambutnya yang ia ikat kebelakang sampai berayun-ayun. Wajahnya yang sangat baby face pasti membuat setiap orang merasa gemas kepadanya. Namun, ia sedikit galak. Eh, kenapa aku jadi perduli kepada orang lain begini. Namun yasudahlah, saat itu aku pura-pura tidak melihatnya dan membeli buku yang aku sudah cari-cari dan segera pergi dari toko buku tersebut dan mencari minuman kesukaanku, bubble tea. Minuman paling lezat sedunia. Bisa dibilang bubble tea adalah moodboosterku.
Setelah aku membeli bubble tea, aku mendengar seseorang memanggil namaku.
“Anddddyyy! Lo disini juga? Bareng yuk. Lo pasti mau cari buku Andrea Hirata juga kan?”, ucapnya sambil menepuk lenganku.
“Gue udah dapet bukunya.”, ucapku singkat sambil berjalan meninggalkan Monica.
“Ih galak banget, gue ga ada yang anter pulang nih.”, ucapnya sambil mengerjapkan matanya sok imut. Walaupun harus kuakui bahwa ia benar-benar imut. Monica terus berjalan di sampingku sambil menyesuaikan langkahku dengan tubuh mungilnya.
“Naik taxi.”, jawabku cepat sambil berjalan kembali dan mengabaikan ia yang sedang menggerutu sambil mem-poutkan bibirnya. Ya aku sadar itu, baru kali ini aku peduli dengan orang di sekitarku.
“Jahat. Ayolah sekali ini aja, anterin gue ya ya ya?” ucapnya sambil mengayun-ayunkan lenganku. Tidak tau bagaimana aku iya-kan saja ajakannya dan pada hari itu, kami pulang bersama.
Aku berfikir, Monica mungkin seseorang yang dapat merubahku dari ‘introvert’ menjadi extrovert. Atau tidak, aku tidak tau. Di perjalanan Monica terus bercerita tentang OSIS, temannya, bahkan keluarganya. Namun aku tetap fokus menatap jalanan didepanku. Bukan bermaksud mengabaikannya, hanya saja aku mendadak grogi saat melihat Monica. Lalu aku mengantarkan ia ke rumahnya. Ternyata rumah Monica cukup sederhana namun sejuk. Ibu Monica langsung menyambut kita sesaat setelah aku memarkirkan mobilku di sana. Setelah aku bersalaman dan berpamitan dengan ibunya aku bergegas pulang,
“Andy! Terimakasih banyaaak.”, teriak Monica saat mobilku meninggalkan rumahnya.
Aku tersenyum. Tanpa disadari. Aku berfikir, mungkinkah dia cinta pertamaku? Ah aku tidak tau. Kugelengkan kepalaku seraya menyanggah ucapanku sendiri dan bergegas pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, sepi kembali menyapaku. Memang selalu seperti ini, aku sudah terbiasa. Makanan sudah tersedia di atas meja. Aku akan mandi dan makan terlebih dahulu lalu mulai mengerjakan tugasku. Kakak-kakak ku belum pulang, kurasa mereka akan pulang malam hari ini. Ah sudahlah, aku tidak peduli. Masih banyak hal yang harus aku kerjakan.
Setelah makan dan mandi, aku langsung ke kamar ku untuk bersantai sebentar sekedar bermain dengan socmed ku seperti Instagram, twitter, snapchat dan lainnya. Oh ya, aku tidak benar- benar sendiri. Aku mempunyai teman di dunia fanaku, perkumpulan yang memiliki serera yang sama denganku. Terdengar aneh, tapi bagiku dunia maya lebih menyenangkan daripada dunia nyataku yang datar.
Dunia itu adalah dunia dimana aku benar-benar bisa terbuka dan menjadi diriku seutuhnya. Tak ada tuntutan aku harus menjadi seperti apa. Aku bisa menjadi apa yang aku inginkan,. Semuanya mungkin terjadi. Aku merasa bebas. Kebebasan membuat semua orang lepas dan tak terikat. Tak terikat oleh aturan atau norma-norma biasanya. Disana aku bias meluapkan semua yang aku pikirkan, entah mengapa. Bena-benar semuanya. Walaupun mereka hanya teman internetku. Mungkin nyaman. Mungkin dunia seperti itulah yang kubutuhkan? Aku merasa aku lebih percaya kepada mereka dibandingkan teman-temankudisekllah atau teman di kehidupan nyataku yang nyatanya mereka hanya ingin berteman karena kekayaan orang tuaku atau bahkan karena fisik ku saja. Aku muak. Mereka, ya teman-teman ku disana, teman internetku. Mereka tidak tau aku ini berasal dari keluarga seperti apa, aku ini laki-laki atau perempuan, aku ini kaya atau miskin, bodoh atau pintar, aku ini cacat atau tidak. Mereka takan tetap peduli kepada mu, mereka tidak memandang mu sebelah mata. Aku pernah bertanya pada teman dekatku disana.
‘Kenapa ya gua merasa lebih percaya sama kalian dibanding mereka-mereka, orang di kehidupan nyata gua. Gua lebih merasa kalau kalian, teman ‘fana’ gua lebih ngerti gua dibanding mereka. Menurut lu kenapa?’ Aku bertanya lewat direct message di twitterku.
‘Karena yang dekat belum tentu ingin tau tentang lu lebih jauh, tapi yang jauh sudah pasti ingin paham bagaimana lu sebenernya.’ Jawabnya.
Terserah kalian ingin percaya atau tidak, tetapi kedua teman internetku ini membuatku sadar akan banyak hal. Sangat banyak. Oh ya, kalian pasti bertanya siapa mereka. Aku biasa memanggil mereka dengan sebutan Kai dan Chan. Anggap saja seperti itu. Sebenarnya aku dekat dengan banyak orang disana, namun mereka teman terdekatku. Namun ada lagi satu orang cewe yang sedang dekat dengan ku. Ah aku akan menceritakannya setelah Kai dan Chan. Mereka menajariku bagaimana menjadi dewasa, ya dewasa. Aku ini sebenarnya sangatlah kekanakan, dan tidak berfikiran panjang. Mereka selalu memberiku saran dan nasihat dikala aku binggung atau buntu. Kau tau maksudnya kan. Disaat aku tidak tau harus bagaimana lagi. Mereka juga tempatku untuk bercanda-canda. Dengan mereka, aku bisa merasakan rasanya memiliki seorang teman. Ya seorang teman dekat. Mungkin bagi kalian mempunyai teman adalah hal biasa. Tetapi tidak dengan ku.
Kadang dalam kehidupan nyata, norma dan kaidahnya mengekang sebagian orang untuk berekspresi. Orang terlalu banyak bicara, komentar, dan mengatur orang lain, aku tak suka itu, oleh sebab itu aku lebih menyukai dunia fanaku. Aku lebih menyukai dunia kecil ku. Dunia ku dan mereka. Mungkin, itulah alasanku mengapa aku menutup diri dan menjadi tertutup dan sulit percaya kepada orang lain.
Dalam dunia fana itu, aku juga memiliki seseorang yang baik kepadaku. Ia perempuan yang sangat manis. Ia membuatku nyaman sehingga entah kenapa aku menjadi begitu terbuka dan mencurahkan semua keluh kesahku. Tentang keluargaku, temanku dan segala sesuatu yang sepertinya lebih sering aku pendam dalam hidupku. Ia seperti membuka sisi lain dalam hidupku. Sisi yang entah kenapa baru kuketahui setelah bertemu dengannya, walau hanya dari dunia fana.
Entah mengapa, seiring berjalannya waktu aku semakin nyaman dan memutuskan untuk bertemu dengannya. Sebenarnya aku ingin sekali bertemu dengan Kai dan Chan, namun karena jaraknya sangat jauh aku jadi tidak yakin untuk bias menemui mereka. Kai berada di Kalimantan, sedangkan Chan berada di Riau dan aku dinisi tinggal di pulau yang sangat padat yaitu pulau jawa, ya aku tinggal di Jakarta. Sangat jauh. Balik lagi ke perempuan ini. Sebenarnya ia mengetahui tentang aku yang terlalu nyaman dalam ke-introvertan hidupku dan ia mengatakan akan membantuku. Hingga saat ini, aku baru menyadari bahwa memang seharusnya aku harus berubah. Ia mengajarkanku bahwa makna hidup adalah berbagi.
“Kehidupan sejati adalah tempat dimana kamu bisa menjadi dirimu sendiri sambil berbagi, dan mengerti satu sama lain.” itu katanya.
Dan sekarang aku memutuskan untuk bertemu dengannya, mencoba menjadi Andy yang terbuka, yang peduli dengan sekitarnya. Doakan aku.
‘Kamu dimana? Aku sudah ada di depan gramedia dan aku mengenakan pakaian biru dan jeans hitam selutut..’, tulisku lalu mengetik tombol kirim dalam layar HPku.
‘Sebentarr.. aku sedang naik eskalator. Ah aku tidak sabar. Kamu jangan menjadi canggung ya saat bertem dengan ku. Aku takut. Haha.’, balasnya.
Tak lama kemudia aku merasakan bahuku ditepuk dan selanjutnya aku hanya bisa mematung, diam, dan hanya bias memandang ke arahnya. Monica kini tengah terdiam di tempatnya dan kurasa dia juga merasakan apa yang kurasa. Kaget, mungkin itulah kata yang bisa kugambarkan dari ekspresi wajahnya, dan sepertinya juga ekspresi wajahku. Ternyata orang yang menjadi tempatku mencurahkan perasaanku dan membuatku ingin berubah adalah Monica. Monica, seorang bocah kecil yang baik hati. Monica anak OSIS yang terkenal itu. Perempuan yang entah kenapa memang terlihat menarik dalam dunia nyataku. Hey, apakah ini jodoh? Tolong sadarkan aku.
Setelahnya kita berbincang di café sambil meminum iced chocolate. Ia sangat menarik, kami bercerita tentang satu sama lain. Tentang bagaimana aku bisa tau roleplayer dan mengapa aku bisa menjadi seperti ini. Ya seperti ini, anak yang ‘introvert’ dan aku semakin mantap untuk merubah hidupku. Apakah kata-katanya terlihat berlebihan? Aku semakin mantap untuk belajar lebih memahami hidup, orang-orang, dan lebih perduli terhadap sesama. Dengan Monica yang akan membantuku. Oh, apakah ini pertanda Tuhan? Sungguh, sepertinya aku mulai menyukai Monica sekarang.
Terimakasih Monica. Terimakasih Chan. Terimakasih Kai. Kalian telah mengajarkan ku apa arti hidup sebenarnya. Mengajarkanku segalanya tanpa lelah. Kai dan Chan, walaupun kalian hanya teman fanaku, namun aku ingin mengenal kalian lebih jauh. Mari mulai merencanakan pertemuan dan perjalanan kita bersama ke Bali. Seperti yang kalian bilang waktu itu. Hahaha. Kai, Chan dan Monica. Bisa dibilang kalian adalah guruku. Aku selalu mendoakan yang terbaik untuk kalian, bro. Oh ya, dan tentunya untuk gadis pujaanku, Monica.
Memang sepertinya Tuhan menciptakan tiap orang dengan kondisinya yang unik dan berbeda-beda. Agar tidak bosan? Haha mungkin saja. Agar saling melengkapi? Itu juga jawaban yang tidk terlalu buruk. Seperti aku yang selalu bersenandung sepi dalam hidupku dan Tuhan pula menciptakan seseorang sebagai kunci untuk melengkapinya. Membuka diri orang tersebut dan menjadi orang yang baru. Sepertinya Monica adalah orang itu. Ia memegang kunci yang dapat membuka hatiku. Dan apa yang bisa kulakukan? Hanya bersyukur. Hidup terlalu banyak memiliki teka-teki, halangan, dan jawaban dalam mencapai tujuannya. Nikmati saja.


     
 
what is notes.io
 

Notes.io is a web-based application for taking notes. You can take your notes and share with others people. If you like taking long notes, notes.io is designed for you. To date, over 8,000,000,000 notes created and continuing...

With notes.io;

  • * You can take a note from anywhere and any device with internet connection.
  • * You can share the notes in social platforms (YouTube, Facebook, Twitter, instagram etc.).
  • * You can quickly share your contents without website, blog and e-mail.
  • * You don't need to create any Account to share a note. As you wish you can use quick, easy and best shortened notes with sms, websites, e-mail, or messaging services (WhatsApp, iMessage, Telegram, Signal).
  • * Notes.io has fabulous infrastructure design for a short link and allows you to share the note as an easy and understandable link.

Fast: Notes.io is built for speed and performance. You can take a notes quickly and browse your archive.

Easy: Notes.io doesn’t require installation. Just write and share note!

Short: Notes.io’s url just 8 character. You’ll get shorten link of your note when you want to share. (Ex: notes.io/q )

Free: Notes.io works for 12 years and has been free since the day it was started.


You immediately create your first note and start sharing with the ones you wish. If you want to contact us, you can use the following communication channels;


Email: [email protected]

Twitter: http://twitter.com/notesio

Instagram: http://instagram.com/notes.io

Facebook: http://facebook.com/notesio



Regards;
Notes.io Team

     
 
Shortened Note Link
 
 
Looding Image
 
     
 
Long File
 
 

For written notes was greater than 18KB Unable to shorten.

To be smaller than 18KB, please organize your notes, or sign in.