Notes![what is notes.io? What is notes.io?](/theme/images/whatisnotesio.png)
![]() ![]() Notes - notes.io |
– part 1 ; [ Park Seojung ]
Part 1
[ Park Seojung ]
#🌙 。
{ I Want To Be Your Dream, Episode 2 }
시작 !
Meski Surya menuntaskan tugasnya dengan baik siang ini, rasanya Seojung tak banyak peduli pada terik yang mencumbui kulit tubuhnya yang tak terbalut setelan seragam.
Gadis itu justru terlihat asik berporos pada dunianya seorang diri. Larut dalam gulungan benang kusut yang dicipta imajinya sendiri.
Memilin-milin ujung tali di samping ransel mocca yang disandang pundaknya, Seojung menghela napas begitu iris karamelnya menangkap jelas kokoh gedung Hero Entertainment dari teras halte tempat ia turun dari bus, baru saja.
Seketika, rasa cemas dengan segera menyesaki rongga dadanya. Membuat si gadis Park harus menghela napas berat beberapa kali selagi meyakinkan diri jika semua akan baik-baik saja di sana.
Mengayun tarsalnya dengan tak bersemangat, benak Seojung kembali dibuat berlari, menyusun hipotesa-hipotesa yang cukup berlebihan sebab pengaruh buruk ketakutannya sendiri.
Meski masih /sangat/ tidak ingin memijak kaki di tempat ini, nyatanya langkah gontai itu berhasil membawa Seojung menapaki lorong-lorong yang menghantar si gadis sampai depan pintu kelas pertama hari ini.
Lagi-lagi, desahan cukup berat dan sarat beban lolos dari bibir sewarna peach milik sang dara, sebelum Seojung memberanikan diri memutar daun pintu dan disambut pemandangan tak asing yang sebelum bulan evaluasi pernah membuatnya sangat berdebar oleh bahagia.
Menatapi wajah trainee lain terutama yang satu ruangan dengannya saat bulan evaluasi, membuat nyali Seojung ciut lagi.
Sekelebat pikiran buruk soal pandangan negatif orang-orang tentang 'si- trainee audisi tertutup-yang gagal evaluasi' sekonyong-konyong meracuni isi otak Seojung. Kontan, membuat dara itu masuk dengan senyum dipaksakan sampai sebelum ekor matanya tak sengaja tertambat pada ujung sepatu milik teman terbaiknya sampai detik ini, Jinhee.
Seojung ingat. Semalam saat kepalanya diremas oleh rasa kecewa yang begitu hebat, ia sempat mengabaikan pencapaian gemilang Jinhee yang jika boleh diakui sukses memantik cemburu sesaat, di dadanya.
Maka wajar kiranya ketika kini Seojung hendak tersenyum ramah dan menyampaikan ucapan selamat tertundanya, sahabatnya itu tampak acuh, seolah sengaja ingin menghindarinya.
Seojung tersenyum maklum, untuk kebodohan kesekian yang semalam diperbuatnya.
– part 2 ; [ Han Yumi and Park Seojung ]
Part 2
[ Han Yumi ]
Semilir angin di pertengahan musim gugur perlahan menyusup melalui celah surai milik Yumi, menemani lenggang ringan tungkai, membawa raga menjauhi gedung latihan milik Hero Entertainment. Yumi selalu suka musim gugur. Aromanya, pemandangan, maupun dedaunan coklat yang sesekali singgah di pucuk kepala ; tak pernah gagal membawa senyuman melambung tinggi pada sudut wajah.
‘Kriuk’
“Ah perusak suasana! Suara monster macam apa ini?” tuturnya seraya mendekap erat sisi perut.
Yumi menoleh kanan dan kiri disertai semburat merah pada tulang pipi, berharap tak ada satupun yang mendengar protes milik cacing perutnya. Dengan cepat pangkal tungkai ia ayunkan memasuki café, tak ingin suara protes lain mempermalukan diri.
Bunyi lonceng kecil pada sudut pintu disertai aroma mozarella yang kental perlahan menyambut indera, menarik tumitnya bergerak lincah menuju etalase. Tak butuh waktu lama hingga tray milik Yumi terisi penuh dengan piringan pasta serta berbagai hidangan penutup yang apik tersusun. Terlihat seperti seorang kelaparan memang, tetapi cengiran justru menghiasi bibir mungil miliknya.
Bersama papan aluminium yang bertengger pada kuasa, Yumi mengedarkan pandangan menuju penjuru ruang, mengabsen tiap bangku kecoklatan yang mungkin dapat ia singgahi. Manik hitamnya seketika terhenti tatkala menangkap potret gadis yang ia kenal, mungkin pula tak ia kenal, tetapi terlihat tak asing untuknya. Pandangan ia arahkan lamat-lamat, sesekali mengerjapkan kelopak, memastikan kerja irisnya tidak keliru.
“Itu si anak baru kan? Kenapa sendirian?” gumam Yumi pelan seraya membulatkan kedua netra, masih tak percaya dengan apa yang ia lihat.
Walau tak ingat betul nama si gadis -- Seohyun? Seogyu? Entahlah --, Han Yumi kerap beberapa kali memperhatikan gerak-geriknya. Selalu bersama Jinhee sejak hari pertama kedatangan, mungkin itu penyebab Yumi tak pernah mendekat. Bagian kecil dari dirinya yakin bahwa gadis itupun tak ingin bicara padanya, tetapi rona kesepian pada wajah itu kini seolah menarik atensi Yumi. Sama seperti miliknya. Sama seperti ekspresi yang terpatri pada seorang Han Yumi.
Tatkala dirinya sadar dari lamunan, tungkainya tanpa sadar telah mengantarkan sosok hingga berada tepat di hadapan sang dara, sontak menarik rasa canggung melingkupi diri. Yumi sedikit bergumam, sebelum memutuskan untuk meletakkan tray miliknya di hadapan si anak baru.
“Permisi ... Apa boleh aku duduk disini?”
[ Park Seojung ]
{ @ao_jhanna }
Segelas cokelat, juga beberapa potong donat, menemani kesendirian Seojung yang asik menikmati hiruk-pikuk di luar jendela samping tempat duduknya saat ini.
Selagi memainkan sedotan di tengah capitan telunjuk dan jari tengah, gadis itu tersenyum kecil saat manik karamelnya merangkum gelak tawa dua bocah yang ia tebak berusia lima.
Menatap kosong begitu polah kedua gadis kecil itu tak lagi dijangkau retina-nya, hela napas Seojung kembali terdengar berat, mempertegas kekeruhan pikiran sang empunya. Bahkan, Seojung tak peduli pada bunyi ketukan langkah meski dirasa makin dekat dengan pendengarnya.
Ya. Seojung mulanya benar berniat acuh pada segalanya, sampai sebelum bunyi langkah kaki itu digantikan debuman kecil di atas meja tempat ia meletakkan makanan.
Sebuah tray alumunium ikut didaratkan di meja yang sama.
Memutar fokus dari luar jendela ke sosok yang membuyarkan lamunannya soal bulan evaluasi dan perubahan sikap Jinhee, Seojung terkesiap, mendapati si mungil yang semalam membuatnya keki setengah mati berdiri tepat di hadapan.
‘Permisi… Apa boleh aku duduk di sini?’
Alih-alih langsung menjawab dan mempersilahkan ‘tamu-nya’ dengan senang hati seperti jika itu bukan gadis di depannya ini, Seojung pilih berdeham pelan untuk membasahi kerongkongan. Lalu, demi menutupi salah tingkah karena keterkejutan, gadis itu menarik mundur gelas miliknya sendiri dan menyeruput es cokelatnya, dua teguk saja.
Setelah cukup yakin kalau dirinya tak gugup lagi, barulah Seojung berani menatap penglihat gadis di depan yang mungkinkah masih menunggu persetujuannya untuk duduk di tempat ini?
Spontan, iris karamel Seojung mengedar cepat ke seluruh penjuru ruang. Mendesah pelan menyadari tak banyak kursi kosong lagi dan pengunjung pada waktu ini didominasi laki-laki.
“Ah, iya, silahkan.”
{ @ao_jhanna }
[ Han Yumi ]
[ @WM_Eclair95 ]
"Ah? Sungguh?" Kalimat tersebut sontak terlontar dari bibir mungil si gadis yang tanpa sadar telah mengulum sebuah senyuman.
Detik kemudian, figur ia hempaskan pada bangku coklat di hadapan Seojung, memulai fokus pada hidangan yang memenuhi pandangan. Tak ada yang berbicara antara keduanya, sempat memberikan jeda canggung dalam beberapa menit.
"Kau trainee baru itu kan?" ucap Yumi memecah keheningan.
Beberapa pertanyaan lain mulai menyeruak, seolah membentuk cabang nan rimbun memenuhi kepala Yumi. Kuasanya perlahan meletakkan garpu di tangan, diikuti alihan atensi yang ia tujukan pada Seojung . Netranya kini menatap lamat sosok di hadapan, mengikuti tiap gerak yang dibuat oleh sang dara.
"Bagaimana kabar Jinhee?" tuturnya lembut.
Belum sempat balasan terdengar dari lawan bicara, Yumi kembali menyuguhkan tanya lain. Mungkin terdengar tak sopan, tetapi entahlah, tubirnya seolah bergerak atas ingin sendiri.
"Aku sering melihat kalian bersama. Dimana Jinhee sekarang? Tidak makan bersamamu?"
[ @WM_Eclair95 ]
[ Park Seojung ]
{ @ao_jhanna }
Menyimpan rasa cemburu pasca penilaian yang menurutnya kurang adil tempo hari, Seojung tak banyak bicara sekalipun ia dan Yumiーkalau Seojung tak salah ingat, begitu para juri memanggil gadis bersurai pendek ituーada di satu meja yang sama; berhadap-hadapan pula.
Mungkin kalau tidak ingat pesan mendiang kakeknya untuk jangan pernah menyia-nyiakan makanan, Seojung sudah beranjak pergi manakala satu menit pertama hanya didominasi kebisuan. Miris, sepotong donat dengan taburan keju masih terhidang di samping gadis itu memangku kedua lengan.
Enggan terlalu lama dipeluk canggung, Seojung kembali /sok/ asik berkutat dengan piring dan gelasnya. Hingga hening yang sejujurnya hanya meliputi keberadaan keduanyaーpadahal Seojung dan Yumi ada di antara keramaianーdipecah tanya yang mencuat dari bilah bibir Yumi lebih dulu.
‘Kau trainee baru itu kan?’
Tak ada jawaban dalam bentuk lisan. Namun sembari mengunyah, diam-diam Seojung mengangguk samar.
Gadis itu masih sedikit kesal, tapi sayangnya tidak pernah kuat memanggul perasaan tak nyaman karena memperlakukan orang lain dengan tidak sopan.
Menggunakan ekor mata, Seojung mengamati gerak-gerik gadis yang ada di hadapannya. Tidak tertangkap jelas memang, meski ia cukup yakin kalau Yumi dihantui kecanggungan serupa.
.... Atau hanya perasaan Seojung saja? Karena tak berselang lama, pertanyaan kedua kembali meluncur dari bibir sang lawan bicara.
Sial sejuta kali sial.
Kenapa harus topik Jinhee yang disinggung sekarang?
Mengangkat wajah dan berusaha terlihat se-natural mungkin saat menatap manik kembar Yumi, Seojung mengutas jawabannya usai menarik segaris simpul tipis dari sudut bibir.
“Oh—Jinhee, baik.”
Mendustai rasa ganjil atas jawabannya sendiri, Seojung menambahkan dengan senyum yang lebih lebar lagi.
“Hanya saja, dia sedang sibuk akhir-akhir ini.”
Hah!
Hebat sekali, Park Seojung.
Ternyata kemampuan aktingmu yang terasah lebih banyak di tempat ini.
{ @ao_jhanna }
[ Han Yumi ]
[ @WM_Eclair95 ]
Benarkah?” batinnya seraya mengangguk, seolah menerima apa yang dibicarakan dara di hadapan.
Yumi kembali meraih garpu dengan jemari, memainkan ujung benda pada saus kemerahan di sisi hidangan. Sunyi lain sempat menyapa tatkala dirinya larut dalam lautan pemikiran, sedikit ragu apakah baik jika Seojung tahu hal yang tengah ia pikirkan. Tubirnya beberapa kali sempat terbuka, kemudian kembali tertutup sebab gundah yang menyelimuti.
“Aku ingin memberi tahu sesuatu. Aku kerap kali memperhatikan trainee lain, terutama Jinhee.”
Kalimat tersebut seketika lolos dari bibir sang dara yang masih tampak ragu. Helaan napas ia susupkan sebelum membenahi posisi duduk. Pandangan kini Yumi arahkan pada langit-langit café berhiaskan ornamen khas hari Halloween, perlahan menyusun kata miliknya dengan hati-hati.
“Jinhee hanya berteman dengan mereka yang menurutnya dapat memberi keuntungan. Mungkin selama ini ia mendekatimu karena kau datang dari audisi tertutup dan ingin memanfaatkanmu.”
Itulah yang ia lihat dalam 5 bulan terakhir sejak bersama Jinhee di ruang sama, mengejar mimpi yang sama. Yumi sejenak menghentikan frasa dari tubir, kembali ragu tatkala iris menatap raut wajah rekan di hadapannya. Tak dapat dijelaskan dengan kata apapun di kotak katanya, membuat Yumi bahkan ingin menarik kembali ucapan yang telah teralun.
Tidak.
Yumi tahu dirinya akan terdengar bodoh dan keterlaluan, tetapi ia hanya tak ingin si gadis larut dalam kesepian karena perilaku Jinhee. Dirinya kembali menarik napas dalam, membiarkan udara mengisi rongga pada diafragma, menopang diri agar jauh dari ragu. Kalimat kembali ia lontarkan perlahan, tanpa takut karena tak ada satupun hal buruk yang sengaja ia selipkan.
“Ini hanya hasil pemikiranku, kau tak sesuai ekspektasinya, karena itu ia menjauhimu. Pasti aku terdengar aneh bicara begini padamu. Tetapi apapun yang kini kau pikirkan tentang Jinhee, akan lebih baik jika tak lagi memperdulikannya.”
[ @WM_Eclair95 ]
[ Park Seojung ]
{ @ao_jhanna}
Belum sepenuhnya ikhlas atas kehadiran gadis yang membuatnya makin terpukul di evaluasi kemarin, Seojung bertahan dengan sikap sekenannya; tidak tampak berniat hendak bermanis-manis, namun tidak pula terang-terangan menolak Yumi.
Jadi saat rekan semejanya itu terdengar menanggapi penjelasannya soal Jinhee, Seojung acuh saja. Setidaknya, sampai sebelum tutur yang memecah hening kesekian diantara keduanya membuat gadis itu bak tersambar petir siang bolong.
‘Jinhee hanya berteman dengan mereka yang menurutnya dapat memberi keuntungan. Mungkin selama ini ia mendekatimu karena kau datang dari audisi tertutup dan ingin memanfaatkanmu.’
Seojung menelan salivanya susah payah. Kelu, sebab tak mengerti harus menanggapi ucapan gadis di depannya ini dengan sanggahan macam apa.
Batinnya jelas menolak mentah-mentah analisis Yumi tadi. Namun tanpa sadar, logikanya menyusun patahan jawaban sendiri.
‘Apa iya Jinhee yang dikenalnya tipikal gadis semacam itu?’
Seolah tak puas telah membuat Seojung mati kutu di tempatnya, Yumi menambahkan opininya yang serta-merta memantik emosi dalam dada gadis di depannya.
Tak lagi peduli pada dua gigitan terakhir donat kejunya, Seojung menggeser kasar kursi yang ia duduki lantas berlalu pergi tanpa mengindahkan Yumi yang bisa jadi terbengong-bengong sendiri.
Seojung pergi dengan perasaan berkecamuk. Ingin mengutuk, namun sebagian dirinya seolah tak mau berhenti mereka ulang perkataan Yumi beberapa saat lalu.
Enggan menodai cara pandangnya tentang Jinhee yang sudah dianggapnya sahabat selama lebih dari satu bulan terakhir ini, Seojung mengambil jalan tengah; pilih menanyakan langsung pada Jinhee soal ucapan Yumi yang masih dianggapnya ‘ngelantur’ sampai detik ini.
Merogoh tas tangan dengan agak gusar, Seojung segera mengetik rentetan pesan pada Jinhee dengan tangan gemeter. Pesan berisi ajakan bertemu dan garis besar ocehan Yumi yang semoga hanya tuduhan tak berdasar.
{ @AN_Serin98 }
– part 3 ; [ Son Jinhee ]
Part 3
[ Son Jinhee ]
@WM_Eclair95 )
Bersama dengan irama langkah sepatu merah yang teredam keramaian, ponsel dalam saku celana yang membalut tungkai Jinhee bergetar. Terpaksa si pemilik menyingkir dari jalur yang ramai dilewati orang lain. Dahinya menampakkan garis imajiner saat hazel milik gadis itu berhenti di akhir kalimat dari pesan yang dia terima. Raut wajahnya kembali normal dengan cepat saat benda persegi tersebut disurukkan ke dalam saku.
Jinhee kembali meneruskan langkah kakinya. Alih-alih kembali berlatih, dia malah menyenderkan tubuhnya ke dinding di sebelah pintu ruang latihan. Matanya mengamati lorong yang lengang, faktor tata letak ruangan yang berada di ujung serta berakhirnya waktu istirahat. Retinanya menangkap sosok seorang gadis yang berjalan ke arahnya, membuat Jinhee menegakkan badan dan menampakkan raut cemas, atau setidaknya ingin terlihat seperti itu.
“Ada apa?”
Dan tanpa dicegah lagi, rentetan kalimat meluncur bebas dari tubir si gadis.
Punggung Jinhee kembali menyapa dinginnya tembok, lutut kanannya menekuk seiring pergerakan telapak kaki yang meninggalkan ubin, ditempelkan pada fondasi gedung dengan ujungnya sebagai tumpuan. Kepala sang dara menunduk setelah otaknya berhenti menangkap kiriman impuls dari saraf di indra pendengarannya. Kedua kuasa Jinhee dilipat di depan rusuk bawah diiringi sebuah dengusan pelan, yang berujung dengan kekehan kecil.
Kepalanya terangkat menampakkan sebuah senyum tipis. “Ah kau sudah menyadarinya?”
“Jadi aku harus memanggilmu apa mulai sekarang? Polos, lugu, atau dungu?” Sudut bibirnya terangkat sebelah. “Memangnya apalagi yang bisa kau berikan untuk membuatku tetap menjadi temanmu?”
Dalam kurun waktu 3 tahun, Jinhee telah belajar untuk mempertahankan dirinya sendiri di perusahaan, termasuk dalam hal pergaulan. Dengan seleksi alam yang berlaku dengan ketat pada kehidupan seorang trainee, Jinhee menemukan jalannya sendiri untuk mempertahankan tempatnya. Setelah bertemu beberapa orang yang hanya memanfaatkan bakatnya, dia meniru cara tersebut. Tak ada lagi pertemanan yang murni bagi Jinhee, kecuali Haejoon dan Jinwoo yang dipercayainya sebagai teman dekat. Meski lingkaran pertemanan ketiganya telah berubah.
Jinhee mencondongkan tubuhnya. “Jangan terlalu naif, pilihan yang tersedia di sini hanya dua. Memakan atau dimakan.”
“Setelah penampilan ala anak preschool milikmu kemarin, aku sadar bahwa bakat seorang trainee dari audisi tertutup tak ada bedanya dengan kemampuan keponakanku.” Kedua kuasanya dimasukkan ke dalam saku celana. “Kurasa kau harus paham posisimu sendiri dan tidak berdiri di sampingku lagi. Aku hanya berusaha untuk bersimpati kepadamu, berada di dekatku hanya akan membuatmu cepat sadar untuk segera meninggalkan mimpi menjadi seorang idol, bahwa orang sepertimu tidak layak untuk tetap berada di Hero.”
“Kau hanya masuk kualifikasi untuk menduduki golongan bawah,” Jinhee meluruskan postur tubuhnya, mulai melangkahkan kaki meninggalkan Seojung.
Kakinya menutup pada langkah ketiga, dia berbalik, kembali menatap gadis yang terpaku di tempatnya. “Segera perpanjang masa peruntunganmu, hanya bermodalkan bakat seperti itu tak akan membuatmu bertahan di sini. Itu jika kau masih nekat tetap menjadi seorang trainee. Kalau saranku sih segera hentikan kontrak milikmu dengan perusahaan.”
Jinhee tersenyum manis, menutup kalimat yang timpang dengan garis bibirnya. Senyum itu hilang ditelan air mukanya yang mengeras, disusul suara langkahnya yang mulai menggema angkuh.
( @inxredivle )
– part 4 ; [ Kim Jinwoo ]
Part 4
[ Kim Jinwoo ]
| @AN_Serin98 |
Hari kembali berganti. Tanpa pendampingan siapapun, pemuda yang beberapa saat terakhir dielu-elukan namanya ini tampak berada di gedung Hero Entertainment. Siapa lagi kalau bukan Kim Jinwoo? Maknae sekaligus visual dari rookie group BREAK. Walau tidak memiliki jadwal untuk hari ini, penampilannya tetap terlihat berbeda dari remaja pada umumnya.
Maksud hati datang ke gedung agensinya untuk memberikan semangat kepada trainee yang sedang berlatih, berujung menjadi jumpa temu penggemar dadakan. Ya, meskipun penggemar yang dimaksud tetaplah trainee dari Hero. Sepanjang perjalanannya menuju ruang kelas hingga akhirnya ia sampai di sana, belasan pasang mata terus mengikuti gerak geriknya.
"Ya, ya, ya, ya, ya! Kim Jinwoo! Jinwoo sunbae ada di sini! Coba kau lihat itu!"
"Kyaaa!"
Sedikit keributan dapat didengar saat Jinwoo memasuki kelas dance yang sedang ditinggal trainer untuk istirahat sejenak. Dengan senyuman merekah, pemuda ini tak sungkan untuk menyapa seluruh trainee di ruangan. "Selamat pagi! BREAK's Jinwoo di sini!" Seruannya menggema di seisi ruang, ia pun turut melambaikan tangannya sebelum membungkukkan badan sebagai tanda santun di negeri ginseng ini.
Saat kembali menegakkan tubuhnya, tanpa sengaja ia mendapati seorang trainee yang terlihat tercengang akan kehadirannya. Dengan jahil, pemuda itu menjentikkan jari ke arah trainee perempuan itu dengan tatapannya yang serius seolah tengah membidik sesuatu. Di akhir jentikkan jarinya, Jinwoo membuat gestur yang menghasilkan bentuk sebuah hati kecil dari ibu jari dan telunjuknya. Tawa riang ia keluarkan setelahnya, terutama kala ia mendapati trainee yang ia godai itu tersipu malu.
Memalingkan wajah, Jinwoo akhirnya mendapati sosok yang sebetulnya menjadi alasan mengapa ia rela paginya terusik untuk datang ke kelas ini. Sosok itu tak lain adalah Son Jinhee. Ah, melihatnya saja membuat Jinwoo menyunggingkan senyuman yang jauh lebih lebar dari sebelumnya.
Hendak berjalan menghampiri karena sepertinya Jinhee tidak mempedulikan kehadirannya, langkahnya terhenti karena beberapa trainee perempuan menghampiri dan membuat lingkaran di sekitarnya. "Opp— sunbae, boleh minta tanda tangannya?" "Ah, tidak! Jangan mau!" "Selca! Selca! Grup selca!"
Kebisingan yang terjadi hanya direspon Jinwoo dengan sebuah tawa renyah. Dalam keadaan seperti ini, pemuda ini berjinjit untuk melihat apa yang tengah Jinhee lakukan dan ... masih tidak mempedulikan kehadirannya. Jinhee tampak cuek dan melanjutkan kegiatan melemaskan kaki agar tidak mengalami cidera saat latihan nanti. Eluhan napas berat Jinwoo keluarkan.
Di saat bersamaan, trainer dance yang merupakan trainer utama yang melatih BREAK sebelum debut datang. "Siapa dalang dari keributan ini?!" Teriaknya, sebelum melihat kalau ada Jinwoo di dalam kerumunan itu. Tanpa malu ataupun takut, Jinwoo mengangkat tangannya. "Kim Jinwoo!" Serunya, yang kemudian membelah kerumunan untuk menghampiri trainernya itu. Ia membisikkan permintaan maaf sebelum berpamitan ke sang trainer, tentu berpamitan ke seisi kelas juga. Sesampainya di luar kelas, sembari berjalan menuju lobby, Jinwoo mengeluarkan ponselnya untuk mengirimkan pesan kepada seseorang.
[ TEXT to Jinhee, Son.
Tak bisakah kau menyapaku tadi? Tch. Nanti malam, temui aku setelah kelas selesai, oke? Aku tidak menerima penolakan. ]
| @WM_Eclair95 |
– part 5 ; [ Park Seojung and Han Yumi ]
Part 5
[ Park Seojung ]
{ @inxredivle}
Kegaduhan yang didominasi decak kagum kaum hawa, masih jelas dalam laju dengar Seojung sekalipun Kim Jinwoo, idol yang dielu-elukan hampir semua teman dalam ruangan sudah pergi sejak beberapa menit lalu. Parahnya, seorang trainer yang sudah tiba di kelas lima menit sebelum Jinwoo pergi seolah tak keberatan dengan keributan kecil itu dan membiarkan euphoria semacam itu bertahan hingga menit ketujuh.
Setelah dirasa cukup, barulah trainer yang mengampu bidang olah gerak itu buka suara, memerintahkan anak didiknya kembali fokus pada latihan mereka dan meminta semuanya membentuk kelompok sebagai tugas selanjutnya.
Jika minggu sebelumnya Seojung dan Jinhee akan langsung saling lirik dan tak ragu menawarkan diri satu sama lain agar mereka ada dalam satu kelompok yang sama, maka kini meski Seojung terang-terang menatap sosok sang sahabat yang pilih duduk berjauhan dengan tempatnya, Jinhee tetap acuh, entah memiliki rencana seperti apa. Mungkin, berniat mengajak trainee lain yang lebih ‘potensial’ dibanding Seojung?
Ah, apalah ia; hanya si trainee jalur audisi tertutup yang didamprat habis-habisan saat bulan evaluasi.
Meski jauh dalam hatinya Seojung masih berharap Jinhee berbalik lalu mengulurkan lengan seperti hari-hari sebelumnya, nyatanya Jinhee lebih terlihat tak peduli pada ‘sahabat’ yang barangkali di kepalanya tak lebih dari sebatas label.
Meneguhkan hati seraya menghela napas berat namun pelan agar cukup didengar telinganya sendiri, iris karamel Seojung berhenti mengamati sosok Jinhee dan beralih hingga bertemu dengan sosok lain yang rasa-rasanya tak memiliki seorangpun teman di tempat ini, Han Yumi.
{ @ao_jhanna }
[ Han Yumi ]
[ @WM_Eclair95 ]
Tampil bersama.
Tidak, Yumi tidak membenci hal tersebut, bahkan diam-diam menyukai ide tampil bersama yang digagas oleh trainer Jung . Bersama-sama memilih lagu untuk ditarikan, berlatih semalaman diiringi canda maupun kesal, dan tentunya tak sendiri. Siapa yang akan membenci hal tersebut? Memikirkannya saja membuatnya ingin tertawa.
Tetapi hal ini tampaknya mulai membiasakan sang dara, tak ada satu trainee pun yang ingin berbagi kelompok dengan Han Yumi. Dirinya pun segan memaksakan diri untuk masuk dalam kelompok. Tak ada gunanya, begitulah pikirnya.
“Tak ada yang akan memasukkan Han Yumi di kelompoknya?” ucap trainer Jung dengan itonasi tinggi, mengagetkan tiap-tiap rungu dari insan yang memijak dalam ruang latihan. Hening menyapa seolah tiap sosok bersikeras tak akan menerimanya. Hanya gerak-gerik tak nyaman serta berbagai tatapan yang saling ditukarkan tiap trainee memenuhi ruang.
Perasaan tak nyaman turut melingkupi sang dara, yakin bahwa trainer Jung akan mengambil jalan akhir, menjadikannya anggota dari kelompok mana pun yang (tidak) beruntung. Dirinya mungkin telah pasrah, tahu akan berakhir layaknya hari lalu, sendiri di sudut ruang tanpa siapapun.
[ @WM_Eclair95 ]
[ Park Seojung ]
{ @ao_jhanna }
Mungkin sebelumnya Seojung tidak pernah terlalu peduli pada pasangan lain karena selalu bersama Jinhee. Sampai-sampai, gadis itu tak sadar jika ada satu dari sekian penghuni kelas ini yang tidak pernah memiliki teman kelompok secara cuma-cuma, Yumi.
Kembali kelas dipenuhi kasak-kusuk trainee yang sibuk berdiskusi dengan calon pasangan masing-masing. Hingga tak berapa lama kemudian, suara trainer Jung menginterupsi kebisingan itu dengan pertanyaan yang sekonyong-konyong membuat hampir seisi kelas melengos, enggan menanggapi.
‘Tak ada yang akan memasukkan Han Yumi di kelompoknya?’
Seojung ikut terdiam, semata-mata demi mengamati sebentar ekspresi teman-temannya. Manatahu, ada salah satu yang berbaik hati mengajak gadis mungil di sana.
Satu menit.
Dua menit.
…Dan tepat ketika trainer Jung hampir kembali buka suara, Seojung secara spontan mengacungkan telunjuk kanannya.
Gadis itu memilih Yumi sebagai pasangannya.
Serta-merta decakan tak suka menguar di seluruh penjuru kelas. Bahkan, sebagian ada yang terang-terangan menyenggol siku Seojung dan menegurnya lewat delikan seolah yang baru saja ia perbuat adalah sebuah kesalahan fatal.
Memangnya kenapa, sih?
Malas ambil pusing sekalipun seisi kelas menentang niatnya, Seojung mempertegas pilihannya dengan ucapan mantap.
“Saya. Saya ingin Han Yumi menjadi teman kelompok saya.”
{ @ao_jhanna }
[ Han Yumi ]
[ @WM_Eclair95 ]
Yumi sejenak tertegun, memutar seluruh isi benak sebelum mengalihkan atensi pada sumber suara. Manik hitamnya mengerjap beberapa kali, tak percaya akan potret yang menyambut diri. Si gadis – yang kini ia ketahui bernama Seojung – masih menjaga posisi sama dengan kuasa terangkat menghadap langit-langit, tak sedikit pun gentar walau bisikan tak suka sontak terdengar. Anggukan milik trainer Jung terarah pada Seojung, diiringi senyuman lega sebelum figurnya beranjak meninggalkan ruang latihan.
"Baiklah! Kalau begitu kelas hari ini selesai. Silahkan berlatih dengan kelompok masing-masing."
Bisikan yang sejak tadi terdengar kini berganti riuh, dari tubir tiap-tiap trainee maupun aduan tungkai dengan pijakan ruang. Seojung segera menghampiri Yumi, mengaitkan lengan keduanya sebelum membawa sang dara meninggalkan ruang latihan.
Tanpa sadar sudut bibir Yumi membentuk senyuman, selaras tiap langkah yang diambil dua dara. Pertama kali sejak kedatangannya di Hero Entertainment, tungkai milik Han Yumi tak melenggang sendiri. Kini beriringan seirama bersama sosok yang ia anggap tak kan pernah datang.
Teman. Bisakah ia menyebutnya teman?
[ @WM_Eclair95 ]
[ Park Seojung ]
{ @ao_jhanna }
Tidak ada yang lebih penting bagi Seojung selain persetujuan Yumi, pada saat ini. Persetan dengan kasak-kusuk tak enak yang dilontar seisi kelas akibat putusan mendadaknya. Toh, trainer Jung jua tidak mempermasalahkan sama sekali, ‘kan? Malah, terlihat puas dan berbinar-binar.
Oke.Cukup.
Ternyata, mendengar desis tak nyaman menyesaki udara yang dihirupnya bisa membuat Seojung lambat laun jadi kesal.
Gadis itu lantas beringsut mendekati Yumi yang masih membeku di tempatnya berdiri, tanpa permisi menggamit lengan gadis yang ia gandeng sebagai teman satu team dan membawanya pergi dari kelas.
Sejujurnya, Seojung sempat ingin melirik titik yang sama dengan yang ditempati Jinhee saat ini. Namun urung, cemas penolakan kejam harus terpaksa ia telan lagi nanti.
Menoleh pada gadis di sisi kirinya, Seojung otomatis ikut menarik simpul tipis tatkala mendapati Yumi mengulas senyum lebar untuknya.
Dalam hati, Seojung berjanji; jikalau sejak saat ini Yumi bukan lagi orang lain, melainkan sahabatnya sendiri.
Masih merasa sedikit canggung karena ini kali pertama Seojung dan Yumi berjalan berdua ( lebih-lebih dengan lengan saling mengunci), gadis itu jadi tidak memiliki ide selain langsung menuntun sang kawan menuju kelas selanjutnya yang akan mulai 30 menit lagi.
Belum banyak yang mereka bahas sepanjang koridor yang dilewati. Bahkan, Seojung hampir bisa dikatakan lebih sering bertegur sapa dengan para staff yang berlalu lalang ketimbang langsung mengajak Yumi terlibat pembicaraan panjang lebar.
Alasannya sama; Seojung sedikit ragu kalau-kalau terlihat terlalu antusias dan aneh untuk gadis di sampingnya ini.
{ @SJH_Seungcheol }
– part 6 ; [ Goo Sanghyuk and Han Yumi ]
Part 6
[ Goo Sanghyuk ]
[ @WM_Eclair95 ]
Sanghyuk memasukkan koin perak tersebut, dan menekan satu tombol disana. Bunyi mesin besar tersebut bergema di rungunya, dan sedetik kemudian kaleng soda jatuh dari mesin tersebut.
Kuasanya terulur untuk mengambil tabung alumunium tersebut, dengan cepat membuka penutupnya; dan meneguknya sekali untuk menghilangkan dahaganya yang begitu menyiksa.
Helaan nafas keluar sedetik setelah cairan tersebut melewati tenggorokannya. Ah, rasanya lega setelah seharian ia tak minum.
Sanghyuk melangkahkan tungkai jenjangnya menjauh dari mesin besar tersebut, melangkah santai disepanjang koridor ruang-ruang disana. Sesekali ia tersenyum dan membungkuk singkat pada beberapa trainee yang melewatinya.
Hingga matanya menangkap sosok wanita yang tak asing baginyaㅡ Han Yumi, salah satu trainee yang menjadi 'tugas'nya selama disini. Presdir sempat menunjukkan fotonya tadi.
"Langkah pertama, buat Yumi benci padaku." Menggumam nyaris tanpa suara; membuat tak ada satu orang pun yang mendengarnya.
Sang teruna berbadan tegap tersebut mempercepat langkahnya, masih dengan kaleng soda di tangannya. Senyum asimetris ia bentuk di wajah.
Beberapa langkah sebelum dirinya berpapasan dengan Han Yumi dan temannya.. kalau tidak salah bernama Seojung, kepala Sanghyuk sengaja menundukㅡ tentu, pria ini sudah mengemas kejadian 'membuat-Yumi-benci-padanya' dengan apik.
'BRUK!'
Bahunya bertemu dengan bahu Yumi dengan cukup keras, seperti sebagaimana ia rencanakan. Bersamaan dengan itu, kaleng cola di genggamannya sengaja ia miringkanㅡ membuat isinya tumpah ke baju sang hawa.
Tak ada kata maaf yang meluncur dari bibir Sanghyuk, atensinya malah teralih ke sosok /cantik/ disebelah Yumi, Seojung.
"Ah, Seojung-ssi. Ada yang ingin kubicarakan!" Senyumnya mengembang sebelum kuasanya mengulur untuk menggenggam pergelangan tangan Seojung, menariknya mendekat pada Sanghyuk.
Dan begitulah, Sanghyuk dan Seojung berjalan menjauh meninggalkan Yumi sendirian. Sanghyuk sempat melihat raut 'penuh benci' dari dara bermarga Han tersebut.
Sanghyuk kembali menyeringai. Sempurna. Sesuai rencana.
[ @ao_jhanna ]
[ Han Yumi ]
[ @SJH_Seungcheol ]
'Bruk!'
Hantaman terlampau kuat masih terasa di bahu, sempat membuatnya meringis sesaat sebelum menyadari ketidak beruntungan lain.
Hampir seluruh lengan kiri Yumi tak luput dari cairan soda milik si pemuda, beberapa percikan pun turut membasahi celana latihannya.
Bukan raut penyesalan atau permintaan maaf yang ia terima dari pelaku. Sang adam bahkan tak menoleh ke arah Yumi, terlalu sibuk menarik Seojung pergi menjauh.
Basah dan lengket, hanya umpatan yang kini memenuhi sel-sel otak sang dara. Ia pasti telah meneriaki si pemuda, jika tak mengingat fakta bahwa dirinya adalah puteri seorang CEO.
"Tak punya sopan santun! Mengapa ada orang seperti itu di dunia ini?" Tutur Yumi geram.
Helaan nafas perlahan ia keluarkan dari tubir, sebisa mungkin mendinginkan didihan emosi di puncak kepala.
"Tenang Han Yumi! Hanya perlu menjauhi pemuda itu. Yaa, jauhi saja dia."
– part 7 ; [ Goo Sanghyuk ]
Part 7
[ Goo Sanghyuk ]
# — EPISODE DUA ; SOLO.
Sanghyuk melirik sang dara dari sudut matanya sembari kedua tungkainya terus berjalan— tetap dengan Seongjin disebelahnya.
'Pasti anak itu benar membenciku sekarang.' batinnya bersuara.
Namun, ayolah, tak ada cara lain untuk melindungi gadis cantik ini secara diam-diam selain membuatnya kesal pada Sanghyuk. Dengan begitu, Yumi tak akan sadar kalau dirinya sedang dilindungi oleh Sanghyuk.
[ # KILAS BALIK # ]
"Malaikat Pelindung?" ulang Sanghyuk dengan nada tak yakin yang sangat kentara di suaranya.
Pekerjaaan macam apa, batinnya. Setelah niatnya datang kemari hanya karena untuk membuat sang ibu senang, Sanghyuk malah ditawari pekerjaan aneh sebagai Malaikat Pelindung?
"Iya," Pria berjas rapi yang biasa dipanggil presdir oleh para bawahannya ini mengangguk. "Kau akan menjadi pelindung puteri semata wayangku, Han Yumi."
'Siapa pula Han Yumi itu?'
'Kenapa aku harus melindunginya?'
'Ck, pekerjaan macam apa. Kenapa tidak menyewa bodyguard saja?'
Dan berbagai gerutuan lain menguar di pikiran sang teruna bersurai karamel ini. Kalau saja di depannya saat ini bukanlah orang ternama, pastilah Sanghyuk sudah menyerbunya dengan berbagai pertanyaan.
Sang presdir berdehem sejenak, sebelum netranya mengunci manik Sanghyuk. "Tentunya, saya punya alasan dibalik semua itu."
"Alasan..?" ulangnya dengan pelan; nyaris tak terdengar. Namun tampaknya pria yang lebih tua di depannya ini menangkap suara kecilnya, dan mengangguk pelan sebagai respon.
Mulailah presdir dari agensi entertainment ternama ini menceritakan semuanya. Bermula dari mimpi puteri semata wayangnya itu menjadi seorang artis ternama di seantero Korea Selatan ini, namun sama seperti Sanghyukㅡ sang hawa tak memiliki bakat apapun dalam bidang menyanyi dan menari.
Beruntunglah ayah Yumi yang notabene ialah presdir yang kini sedang bertatap wajah dengannya adalah seorang tinggi dalam sebuah agensi dengan label Hero Entertainment. Maka mudah bagi beliau untuk menjadikan sang buah hati seorang trainee di agensi didikannya sendiri.
Cerita selanjutnya yang memasuki rungu sang adamㅡ yakni tentang dendam tersendiri yang disimpan para trainee lain dan para staff. Kembali mengingat bahwa sang hawa adalah anak presdir sendiriㅡ tentu mereka tak ingin ambil masalah dan memilih bersikap baik pada Yumi.
"Akan sangat kelihatan jika saya memperkerjakan bodyguard, yang profesional sekalipun." tutur pria yang lebih tua dari Sanghyuk ini. "Maka dari itu aku meminta bantuanmu, Goo Sanghyuk."
Sedangkan sang empunya nama hanya terdiamㅡ masuk akal, jika ia pikir dengan logika. Seorang Han Yumi tidak akan suka ditemani bodyguard berbadan tambun yang harus mengawalnya setiap saat.
Memutuskan untuk menyetujui tawaran sang presdir, Sanghyuk mendongakkan kepalanya –yang entah sejak kapan tertunduk– lalu menatap atasannya tersebut.
"Lalu, recananya..?"
"Rencananyaㅡ" Dengan senyum mengembang di sudut bibirnya, sang presdir menjawab tak kalah cepat. "Kau akan menjadi trainee disini, dengan segala fasilitas yang ada dan kebutuhanmu akan menjadi tanggung jawab agensiㅡ namun, awasi Yumi."
'Menarik.' batin Goo Sanghyuk berbicara. Apa sekolahnya pula akan dibiayai?
"Baiklah." Anggukan kecil lolos, dan sang presdir tersenyum puas.
– part 8 ; [ Kim Jinwoo and Son Jinhee ]
Part 8
[ Kim Jinwoo ]
Siang tadi, saat Jinwoo tengah menyiapkan beberapa hal guna mendukung rencananya malam nanti. Ia mendapat pesan balasan dari Jinhee yang menyatakan kalau gadis itu bersedia datang, namun akan telat karena ia perlu menyelesaikan beberapa hal terlebih dahulu. Jinwoo mengiyakan. Selama Jinhee bersedia hadir, telat pun tak masalah baginya. Dan sekarang, waktu menunjukkan pukul 11.07 PM yang berarti sudah sekitar 50 menit lebih Jinwoo menunggu kehadiran Jinhee di salah satu ruang latihan ini. Sebelumnya, ia sudah meminta ijin kepada penjaga dengan alasan bahwa akan latihan semalam suntuk guna memperbaiki kesalahannya.
Suara helaan napas terdengar beberapa kali, menggambarkan betapa gugupnya seorang Kim Jinwoo kali ini. Tidak tahu bagaimana bisa, namun malam ini adalah malam yang ia pilih untuk mengungkapkan segalanya selagi masih diberikan celah kesempatannya.
Baru saja ia hendak merogoh saku celana untuk mengeluarkan ponsel, sebuah siluet dari sosok yang ia harapkan akhirnya muncul dari balik pintu.
[ Son Jinhee ]
@inxredivle )
Seiring dengan berhentinya tugas dinding dalam ruangan yang hampir seluruhnya tertutup oleh kaca itu untuk memantulkan alunan lagu yang merambat di udara, pemilik surai kecoklatan yang menghuni ruangan tersebut menatap jam dinding.
Hembusan napas yang terdengar lebih jelas terbebas dari Jinhee. Setelah berlatih hingga larut malam, masih ada satu janji yang harus dia temui. Siapa lagi jika bukan tersangka yang membuat keributan di pagi hari tadi, Jinwoo.
“Dasar tukang pamer.”
Dalam pandangannya sekarang, Jinwoo memang seperti itu. Apalagi memang tujuannya datang ke kelasnya tadi selain untuk hal itu? Mengingat apa yang sering laki-laki itu lakukan kepada Haejoon. Meski Jinhee tak mendapat perlakuan yang sama seperti apa yang dilakukan Jinwoo kepada Haejoon. Jinhee juga mengerti darimana datangnya hal tersebut, Jinwoo debut lebih dulu dari dirinya dan juga Haejoon. Sesederhana itu. Setidaknya dalam pikiran Jinhee.
Jinhee bergerak meninggalkan pintu ruangan yang baru tertutup, menuju tempat yang diberitahukan Haejoon lewat pesannya.
Saat kuasa Jinhee mendorong pintu ruangan yang hanya terdapat beberapa meter dari tempatnya semula itu, sosok Jinwoo menyapa pandangannya.
Tangannya bergerak menutup pintu. “Ada apa?”
( @inxredivle )
[ Kim Jinwoo ]
| @AN_Serin98 |
Pintu pun terbuka, menampakkan figur cantik yang sedari tadi ia tunggu. Serta secara tidak langsung, ia juga menunjukkan dirinya yang tengah duduk sembari memangku gitar kesayangannya kepada Jinhee. Pemuda ini, Jinwoo, menggelengkan kepalanya sekilas lalu meletakkan telunjuknya di depan bibir, meminta Jinhee untuk diam sejenak. "Sst, jangan ketus begitu. Dengarkan ini sebentar," pintanya tanpa memberikan kesempatan untuk Jinhee memberikan respon, di mana ia segera memusatkan atensi kepada jemari kirinya yang tengah membuat kunci nada E minor. Ia memejamkan mata, lalu mulai melantunkan sebuah lirik lagu. "I love you, baby...."
Jemari kanannya memetik senar, seraya kunci nada berubah ke A7, Fis M7, lalu B minor 7. "And if it's quite alright. I need you, baby, to warm my lonely nights. I love you, baby...." Jinwoo mengangkat kelopak matanya dan menatap ke arah Jinhee dengan intens, senyuman pun tersimpul. Suara baritone milik pemuda yang satu ini kembali terdengar, "Trust in me when I say...."
Jinwoo mencuri kesempatan untuk menarik napas sebelum mengeluarkan chest voice, "Oh pretty baby, don't bring me down, I pray. Oh pretty baby, now that I've found you, stay...." Jemari kirinya yang masih aktif memindahkan kunci nada, begitu pula jemari kanan yang terus memetik senar gitar, kini menyudahi aktivitasnya. Ada jeda yang mengakibatkan keheningan sementara di sana. Jinwoo menarik napasnya, bersiap melantunkan akhir dari penampilannya dengan merdu tanpa ada napas yang beradu. "Oh, let me love you, baby—"
"—Let me love you..., baby~."
Kepalanya tertunduk, Jinwoo berusaha menutupi semburat merah di wajahnya. Setelahnya, embusan napas dilakukan seiring dengan bangkit berdiri tubuhnya. Gitar yang sedari tadi ia pangku kini tergeletak di lantai. "Jinhee-ya," panggilnya.
| @AN_Serin98 |
[ Son Jinhee ]
@inxredivle )
Tanpa membalas kalimat Jinwoo, Jinhee menyandarkan tubuhnya di pintu dengan tangan bersidekap di dada, sebagai tanda bahwa dia bersedia untuk menunggu apa yang akan dilakukan laki-laki tersebut. Walau benaknya mulai bertanya akan alasan dibalik kehadiran Jinwoo bersama gitarnya.
‘Memangnya Jinwoo sedang kekurangan pekerjaan?’
Itu adalah satu dari banyak tanda tanya yang ada. Jinhee mengerti dengan kesibukan si pemuda sebagai seorang idol, apalagi intensitas pertemuan dan komunikasi diantara mereka mulai berkurang sejak saat itu.
Tatkala suara petikan gitar yang berkolaborasi dengan vokal Jinwoo memenuhi gendang telinganya, Jinhee tak mau lagi repot-repot memikirkan alasan sang adam. Dia pikir ini salah satu ajang untuk ‘mempertontonkan’ bakat laki-laki itu kepadanya. Meski sekarang dia mendengarkan nyanyian tersebut dengan setengah hati, Jinhee akui suara Jinwoo memang bagus.
Baru ketika Jinhee mencermati lirik yang dinyanyikan Jinwoo, dia tak lagi berpikir jernih. Segera saja, segala macam pertanyaan kembali memberondong memasuki otaknya.
Jinhee sepenuhnya membeku.
Hazelnya terpaku pada figur Jinwoo, sementara benaknya sudah tak tentu.
Pun saat Jinwoo melafalkan namanya, Jinhee tetap membatu di tempatnya.
( @inxredivle )
[ Kim Jinwoo ]
| @AN_Serin98 |
Atensinya melesat tepat ke sepasang bola mata hazel milik gadis di hadapannya. "Aku...," ucapnya yang terhenti karena rasa gugup menyelimuti, jari-jari tangannya terasa dingin karena peluh mulai muncul di telapaknya. "Aku pikir kita tidak bisa terus menerus seperti ini," tuturnya melengkapi kalimat yang sebelumnya terputus. "Karena aku yakin kalau sebenarnya kita bisa lebih dari ini— lebih dari sekadar teman."
Rasa gugup membuat Jinwoo bersusah payah menelan salivanya. Kepalanya tertunduk sesaat, lalu terangkat kembali guna melihat gifur Jinhee. Maniknya pun mencoba memperhatikan perubahan raut wajah gadis itu, seraya mulut terus berucap. "Setiap melihatmu kesal atau sedang dalam kondisi yang tidak baik, tanpa sadar aku seolah merasakan itu juga. Hal itu membuatku ingin merengkuhmu ke dalam dekapanku dan mengatakan kalau semua akan baik-baik saja. Dan kalau kamu pikir sekarang aku sedang bercanda, kamu salah. Sudah dua tahun lebih aku memendam perasaanku padamu," tuturnya menjelaskan agar tidak ada kesalahpahaman, mengingat Jinwoo tidak memiliki banyak persiapan karena keputusan untuk mengungkapkan isi harinya baru ditentukan pagi tadi.
Jinwoo melangkahkan kaki ke arah Jinhee, membuat jarak di antara hanya berkisar 2 meter. Pemuda ini menundukkan kepalanya agar dapat menyamakan pandang dengan sang gadis di hadapan. Keheningan menyelimuti, namun dapat dengan jelas Jinwoo mendengar degup jantungnya yang begitu kencang dan cepat. Satu tarikan napas panjang ia ambil, lalu ia hembuskan tepat sebelum kalimat pertanyaan diajukan olehnya teruntuk Jinhee.
"Son Jinhee, maukah kau menjadi kekasihku?"
| @AN_Serin98 |
[ Son Jinhee ]
@inxredivle )
Bagai terpahat menjadi satu dengan lantai, Jinhee sama sekali tak bergerak. Setiap kata yang keluar dari mulut Jinwoo seakan membekukan persendiannya. Pun matanya yang terkunci iris sang adam. Kedua tangan Jinhee telah terkulai lemah di sisi-sisi tubuh, dia menatap lekat Jinwoo, seolah laki-laki itu baru saja berbicara menggunakan bahasa asing yang belum pernah dia dengar.
Nyatanya, Jinwoo menyampaikan rangkaian kalimat itu dengan lugas.
Hingga pada tiap kalimat Jinwoo, sekelebat memori mulai berlarian dengan cepat. Saling menyusul dengan perkataan laki-laki di hadapannya itu, seolah berlomba satu sama lain.
Dan si memori menang.
Sosok Jinwoo memang terpantul di matanya, tapi saraf Jinhee menciptakan sebuah ironi dengan mengirimkan bayangan Haejoon ke otaknya. Melemparkan ingatan akan pemuda tersebut secara serampangan di setiap sudut benaknya.
– part 9 ; [ Son Jinhee and Seo Haejoon ]
Part 9
[ Son Jinhee ]
[ —Kilas Balik— ]
Jinhee menatap gedung tinggi di hadapannya dengan penuh kekaguman.
‘Akhirnya!’
Dia berteriak senang dalam hati, senang akan fakta bahwa dia bisa mengakses gedung ini dengan bebas. Tapi bukan itu sumber utama kebahagiannya saat ini, fakta bahwa dia kini adalah seorang trainee yang membuatnya tak berhenti tersenyum. Mimpinya untuk menjadi seorang idol tinggal selangkah lagi.
Gadis kelahiran 1999 itu telah melakukan hal yang sama di hari sebelumnya saat dia mengurus kontrak dan berkas lain, yaitu berdiri depan gedung Hero Entertaiment, memandangnya selama beberapa menit sebelum masuk. Jinhee tak peduli jika orang lain menyebutnya norak, mereka tak tahu perjuangan Jinhee untuk bisa menginjakkan kakinya di sini dengan titel trainee.
Dan Jinhee benar-benar menikmati aktivitasnya sebagai peserta pelatihan, meski banyak sekali kesulitan yang menimpanya. Dia rela untuk menghabiskan waktu di ruang latihan dibandingkan cafe tempat berkumpul para remaja sebayanya.
Hingga pada satu kesempatan, Jinhee tergabung dalam sebuah kelompok yang dibentuk untuk tugas menari. Tak ada yang aneh dalam kelompok tersebut. Tetapi Jinhee menghadapi satu kesulitan dalam melaksanakan tugas tersebut. Dan dia tak ingin menjadi beban anggota lain. Hanya saja, seorang pemuda yang tergabung dalam kelompoknya mengetahui persoalan yang dihadapi Jinhee dan membantunya. Dia adalah Seo Haejoon. Seorang pemuda yang telah menjalani masa trainee setahun lebih lama darinya.
Interaksi yang terjalin diantara mereka tak berhenti sampai di situ.
Haejoon menjadi teman dekat pertama Jinhee di perusahaan.
Sama seperti hari-hari sebelumnya, Jinhee kembali berpapasan dengan Haejoon di koridor.
“Oh Haejoon oppa,” kakinya berhenti melangkah, tepat di hadapan Haejoon. “Sudah makan siang?”
“Mau makan siang bersama?” Jinhee buru-buru menambahkan tawarannya.
( @hse_jackson )
[ Seo Haejoon ]
@AN_Serin98 ]
'Oh Haejoon oppa,' tiba-tiba sesosok gadis yang akhir-akhir ini cukup dekat dengannya menghentikan langkah tepat dihadapannya 'Sudah makan siang? Mau makan siang bersama?' Tawar sang gadis tiba-tiba.
Haejoon hanya tersenyum ketika gadis itu menawarkan untuk makan siang bersamanya. Pemud itu kemudian menggelengkan kepalanya, "Belum. Kebetulan aku sedang lapar sekali," ucapnya sembari meraba-raba perutnya.
[ @AN_Serin98
[ Son Jinhee ]
@hse_jackson )
Senyumnya otomatis terbit lebih cerah setelah mendengar jawaban dari Haejoon. “Bagus kalau begitu. Ayo kita ke kafetaria.”
Alasan Jinhee mulai mendekati Haejoon dan ingin menjadi temannya karena pemuda tersebut adalah orang pertama yang membantunya di perusahaan. Jinhee memang selalu berusaha untuk mengatasi kesulitannya sendiri selama beberapa minggu dia menjadi trainee. Dan saat Haejoon mengulurkan tangan lebih dulu, dia merasa laki-laki yang lebih tua setahun darinya itu orang yang baik untuk dijadikan teman. Sesederhana itu pada awalnya.
Hingga mereka benar-benar dekat. Bahkan saat Jinwoo datang menawarkan pertemanan, bergabung dengan Jinhee dan Haejoon membentuk lingkaran pertemanan.
Hal yang dia anggap sederhana ternyata tidak berjalan sesederhana itu. Sekelumit hal yang dilakukan secara rutin ternyata bisa berakibat fatal.
Dan pada satu waktu, saat itu dia ada pada titik terendah dalam hidupnya.
Hari itu seperti biasa, Jinhee berlath hingga larut. Usai latihan, Jinhee diam di ruangan tersebut alih-alih pulang. Duduk bersandar pada tembok ruangan dengan sepasang kakinya yang ditekuk dalam rengkuhan. Merasa kerdil dihadapan mimpinya sendiri.
( @hse_jackson )
[ Seo Haejoon ]
@AN_Serin98 ]
Haejoon berjalan santai sambil melempar-lempar pelan kedua kaleng minuman yang ada di kedua tangannya. Mulutnya pun tak diam, ikut menghasilkan sebuah suara siulan.
Untuk kedua kalinya dalam sepuluh menit itu, Haejoon melewati lorong yang sama. Namun jika tadi ia melenggang dengan tangan kosong, kali ini ia kembali dengan minuman segar di tangannya.
Si adam menggerakan tungkainya memasuki ruang latihan dalam diam, mulutnya ikut berhenti bersiul ketika ia mulai memasuki ruangan tersebut dan ketika matanya menangkap sesosok gadis yang sedang meringkuk di sisi ruangan. Tanpa mengucapkan apa-apa, Haejoon segera menempelkan kaleng dingin yang tadi ia pegang pada kening gadis itu.
[ @AN_Serin98
[ Son Jinhee ]
[ @hse_jackson ]
Tubuhnya tersentak pelan, hasil dari kolaborasi antara suhu rendah sebuah benda yang terasa menyengat dahinya serta ratapannya yang terhenti.
Kepalanya mendongak, mendapati sang tersangka penyebab kekagetan Jinhee dengan kaleng minuman di tangannya sebagai bukti.
"Oh oppa," seulas senyum tipis terlukis di wajahnya.
Bahkan dia tak menyadari kehadiran pemuda tersebut.
Jinhee merasa agak malu saat Haejoon memergokinya dalam keadaan seperti ini. Untung dia belum memutuskan untuk menangis.
"Kenapa belum pulang?" Sebuah kalimat tanya dia layangkan, dengan sepasang kakinya yang masih tertekuk di depan dada.
[ @hse_jackson ]
[ Seo Haejoon ]
@AN_Serin98 ]
Setelah Jinhee mengangkat kepalanya dan akhirnya menyadari eksistensi sang adam di ruangan tersebut, Haejoon segera bergerak dan merendahkan dirinya, terduduk dengan posisi kaki yang terlipat tepat di sebelah Jinhee.
'Kenapa belum pulang?'
Haejoon mengerutkan keningnya dan sedikit memanyunkan bibirnya, "Harusnya aku yang bertanya begitu," responnya mengingat Haejoon sudah terbiasa untuk latihan hingga larut malam.
Pemuda yang lebih tua itu menengok ke arah temannya tersebut dan melempar kembali pertanyaan yang sama pada si pembuat pertanyaan yang pertama. "Kenapa belum pulang?"
[ @AN_Serin98
[ Seo Haejoon ]
@AN_Serin98 ]
[ Son Jinhee ]
@hse_jackson ]
Jinhee tertegun kala mendengar pertanyaan Haejoon. Dia menumpukan dagu pada tangannya yang bertumpuk di atas lutut. Matanya menatap lurus ke depan.
"Hmm..." sebuah gumaman diloloskan dari sepasang bibirnya alih-alih menjawab pertanyaan Haejoon.
Si gadis yang menyandang marga Son itu terlihat enggan untuk menjawab.
Haruskah dia membaginya dengan Haejoon?
Mulutnya kembali mengatup cepat, secepat niat untuk berbicara kepada Haejoon menghilang. Jika bukan karena pantulan bayangan Haejoon di cermin tertangkap indra penglihatannya, Jinhee akan kembali tertarik elegi yang dinyanyikan benaknya.
"Pernah merasa ingin berhenti menjadi trainee?" Jinhee menolehkan kepalanya ke arah Haejoon. "Apa yang membuatmu tetap bertahan?"
[ @hse_jackson ]
[ Seo Haejoon ]
'Pernah merasa ingin berhenti menjadi trainee?'
Pertanyaan itu membuat Haejoon berfikir dan menimbang-nimbang dengan cukup keras. Pemuda itu melirik ke arah atas menandakan otaknya yang sedang bekerja.
'Apa yang membuatmu tetap bertahan?'
Kali ini, pemuda bermarga Seo itu menatap lurus ke arah cermin, tiba-tiba saja pandangannya berubah menjadi sedikit lebih serius dari yang biasanya. Terbayang di benaknya tentang betapa inginnya Haejoon untuk debut dan membanggakan kedua orang tuanya.
"Semua trainee pernah memiliki pemikiran seperti itu, aku jamin," jawab Haejoon yana pada akhirnya buka suara.
Seo Haejoon kembali meneguk minumannya sebanyak dua kali sebelum merampungkan jawabannya. "Namun aku selalu membayangkan bagaimana bangganya keluargaku ketika melihatku berhasil debut nanti, saat memiliki pemikiran seperti itu."
Untuk kedua kalinya, sang adam kembali memberi jeda sebentar. Ia menengok ke arah Jinhee dan tersenyum. "Lagipula, sayang sekali kan kalau berhenti begini saja?"
[ @AN_Serin98
[ Son Jinhee ]
@hse_jackson ]
Masih dalam posisinya, Jinhee memperhatikan figur wajah Haejoon dari pinggir. Menyelisik tiap detail yang tertangkap korneanya.
Untuk sesaat dia terpaku. Ada yang aneh dalam dirinya.
Matanya mengerjap saat Haejoon mulai berbicara. Memfokuskan diri pada jawaban yang diberikan sang pemuda.
"Benar, aku sudah berusaha sejauh ini, untuk apa berhenti." Jinhee mengikuti pergerakan Haejoon, mendapati bayangannya serta Haejoon duduk berdampingan.
"Ya, tidak ada gunanya untuk berhenti."
Jinhee kembali menoleh, meraih kaleng minuman yang belum tersentuh. "Ini untukku 'kan?"
Dia tertawa lagi, seakan melupakan apa yang tadi dia renungkan.
Seterusnya selalu seperti itu, Haejoon ada dalam setiap kesulitannya. Jinhee seolah menemukan kotak tertawanya yang hilang kala Haejoon menghiburnya saat lara.
Satu hal yang semakin jelas tiap harinya, dia menyukai Haejoon.
Dan malam itu, sama seperti malam lainnya yang dia lewatkan di ruang latihan, Jinhee kembali duduk di samping Haejoon.
"Oppa," gadis bersurai legam itu menghela napas pelan. "Sebenarnya—"
Jinhee menggigit kecil sudut bibirnya. "Aku menyukaimu."
Dia menatap Haejoon sekilas, lalu menundukkan kepalanya.
[ @hse_jackson ]
[ Seo Haejoon ]
@AN_Serin98 ]
'Oppa,'
Suara panggilan yang disusul oleh helaan napas pelan dari sosok gadis disebelahnya membuat Haejoon spontan mengangkat dagunya sekilas, mengisyaratkan bahwa ia mendengarkan dan menantikan kalimat semacam apa yang ingin diucapkan oleh gadis bernama Son Jinhee itu. Walau tatapan mata dan tangannya masih sibuk memainkan tali sepatunya; mengikatnya asal-asalan dan kembali melepasnya.
'Sebenarnya--aku menyukaimu.'
Kalimat tersebut tentu membuat sekujur tubuh Haejoon seakan membeku. Tangannya tiba-tiba berhenti memainkan tali sepatunya, namun wajahnya tak menunjukan ekspresi apa-apa.
Butuh waktu beberapa sekon bagi Haejoon untuk mencerna kalimat barusan dan memikirkan apa yang harusnya ia lakukan pada Jinhee. Hingga akhirnya ia menarik bibirnya, mengulas senyum kecil. Tangannya perlahan-lahan juga mulai bergerak, kali ini mengikat tali sepatu itu dengan benar.
Seo Haejoon menengok ke arah Jinhee dan kemudian mengacak-acak rambutnya sambil tersenyum. "Kau sudah memiliki Seo Haejoon sebagai teman dan kakak yang baik, aku juga sudah memiliki Son Jinhee sebagai teman dan adik yang baik,"
Lelaki itu kemudian kembali menarik tangannya dan merubah posisinya menjadi berjongkok, masih menyandar pada tembok namun kali ini ia berbicara sambil menghadap ke depan. "Tapi, maaf Jinhee-ya," gumamnya pelan sekali, senyuman yang tadi terlukis indah di wajahnya seakan memudar.
"A-aku tak bisa memberi yang lebih," lanjutnya pelan dan terdengar ragu menyelesaikan kalimatnya setelah memberi jeda sekitar dua detik.
[ @AN_Serin98
[ Son Jinhee ]
@hse_jackson ]
Entah mendapat keberanian darimana, pengakuan itu lolos begitu saja dari labianya. Diucapkan secara spontan, polos dan tulus.
Inginnya dia segera menghilang dari ruangan ini, ditambah tak adanya respon dari Haejoon. Jinhee melirik Haejoon dari sudut matanya, takut kalau saja pemuda itu marah dan memutuskan untuk pergi. Tapi dia ada, tak bergerak sedikitpun dari tempatnya.
Jinhee tergugu saat tiba-tiba tangan Haejoon menyentuh puncak kepalanya. Dia makin membisu kala Haejoon akhirnya berbicara.
Teman dan adik.
Baginya tak lagi seperti itu, tak ada adik yang menyukai kakaknya.
Kepalanya menunduk semakin dalam, hingga helai rambut sepunggung milik si gadis menjuntai di pinggir wajahnya. Jinhee membasahi bibirnya yang terasa kering dengan lidah. Setelah beberapa kali tarikan napas pelan, dia mengangkat wajahnya. Menatap Haejoon, lalu tersenyum kecil.
"Tidak masalah." Otaknya sibuk merangkai kata. "Mungkin aku yang tak memahami perasaanku sendiri."
"Kau adalah teman dan kakak terbaikku."
Dia memaksakan sebuah senyum yang lebih lebar, mengontrolnya agar tak terlihat enggan dan kaku.
"Janji kita akan tetap seperti ini ya? Aku akan jadi adik yang baik, janji tidak akan nakal." Sebuah tawa kecil berhasil diproduksi pita suaranya, otaknya dengan tegas memberi perintah agar tak ada sedikitpun cacat yang akan membuat Haejoon curiga. Setidaknya Jinhee berusaha menjaga otaknya tetap berjalan dengan baik, membiarkan perasaannya beristirahat sejenak.
Dan Jinhee kembali bertingkah seperti biasanya. Mengurung perasaan suka tersebut di sudut yang tak terjangkau. Hingga jangka waktu yang tak dapat ditentukan. Tak apa, asal Haejoon tetap berada di sekitarnya. Biar dia sendiri yang merawat perasaanya.
– part 10 ; [ Park Seojung and Seo Haejoon ]
Part 10
[ Park Seojung ]
Hari kian meninggi, ditandai dewi malam yang mulai tampil menggantikan tugas matahari.
Sama seperti biasa setiap kali kelas terakhir rampung, Seojung tetap bertahan di tempat yang sama, lanjut berlatih hingga larut untuk bidang olah gerak yang harus cepat ia kuasai pula.
Tak ada kegiatan rutin gadis Park itu yang berubah.
Hanya saja, malam ini tidak ada Jinhee yang menemaninya. Atau jangan-jangan, tidak hanya untuk malam ini saja?
Memikirkan itu, membuat Seojung yang sudah bersisian dengan speaker jadi urung melanjutkan latihan. Lebih-lebih, Yumi yang akhir-akhir ini kerap terlihat berdua dengannya sudah pulang lebih awal karena diminta Ibunya.
Menyapukan pandang ke sekeliling ruang dan berharap semangatnya kembali datang, Seojung justru berujung dihantam rasa sesak teringat Jinhee yang satu minggu lalu masih di tempat ini, bersamanya.
Tentang malam-malam sebelum bulan evaluasi trainee, terutama.
Seojung menghela napas gusar. Tidak habis pikir bagaimana seorang seperti Jinhee bisa bersikap begitu kejam.
{ @hse_jackson }
[ Seo Haejoon ]
@WM_Eclair95 ]
Seperti malam-malam yang lainnya, malam hari itu terasa begitu sepi di lorong gedung tempat latihannya. Sebagian besar trainee akan memilih untuk langsung kembali ke dorm mereka masing-masing sesaat setelah kelas berakhir karena mereka sudah kehabisan energi mereka, sementara trainee yang lainnya akan sibuk melatih ulang kemampuan mereka di practice room, atau di rooftop, atau di tempat-tempat memungkinkan lainnya.
Hanya ada suara samar-samar dari ruang latihan yang terdengar di lorong tersebut. Cukup sunyi hingga membuat suara tegukan air soda oleh Haejoon terdengar cukup jelas. Tapi tiba-tiba muncul sebuah suara dari suatu ruangan yang tak sengaja dilewatinya. Tentu saja itu adalah ruang latihan.
Haejoon awalnya hanya mengintip dari jendela, namun ketika menyadari ia mengenal siapa si pembuat suara tersebut, pemuda itu langsung berjalan ke arah pintu yang kebetulan terbuka. Sambil meminum minumannya, Haejoon bersandar di ambang pintu sambil mengamati gadis yang baru ia kenal itu. Park Seojung namanya.
[ @WM_Eclair95
[ Park Seojung ]
{ @hse_jackson }
Menggeleng keras dalam satu tarikan napas dan mengomando nalarnya agar tak usah repot-repot mempedulikan Jinhee yang bahkan tak sudi meliriknya lagi, Seojung memplay musik pengiring tari dan memutar tubuh menghadap cermin.
Tap. Tap. Tap.
Gadis itu mengambil langkah ke depan dengan tungkai jenjang yang disilangkan bergantian bak pragawati. Cepat, namun tak menyalahi ketukan.
Pada langkah ketiga dimana tarsalnya memaku pijak pada posisi saat ini, Seojung menggeser kaki kanannya selebar bahu sementara sepasang kuasanya membuat koreografi sendiri; dikibaskannya alat gerak atas itu membentuk posisi kemudi yang ia putar bergantian ke kiri dan kanan lalu berakhir pada tudingan telunjuk kanannya ke arah pantulan diri.
Si gadis Park lantas kembali mundur sebelum mencipta tarian harmonis antara kedua lengan —tangannya ia kepal— yang diayunkan di atas kepala dengan panggul yang ia putar dua kali melawan rotasi penunjuk waktu.
Begitu raganya ikut berputar setelah gerakan itu, Seojung malah dibuat tergugu, mendapati sosok lain memperhatikannya di ambang pintu.
“Kak Haejoon!” Serunya, melupakan latihan dan tersenyum pada pemuda yang ia kenal tengah malam, tempo hari.
{ @hse_jackson }
[ Seo Haejoon ]
@WM_Eclair95 ]
Dalam diam, Haejoon terus mengamati gerak gerik si dara yang tengah berlatih di ruangan tersebut. Sesekali ia mengangkat tangan kanannya dan meminum minumannya, namun kemudian langsung menurunkan tangannya lagi tanpa punya waktu untuk mengalihkan pandangannya dari objek yang sedang diperhatikannya sampai tiba-tiba gadis itu menyadari keberadaannya.
'Kak Haejoon!'
Seruan yang barusan keluar dari mulut Seojung membuat Haejoon menyengir ringan, ia kemudian bangkit dari posisi menyendernya dan berdiri tegap sambil mengangkat kedua tangannya, mengambil beberapa langkah mundur sedikit menjauhi ambang pintu, "Jangan hiraukan aku, aku hanya seorang penonton," ujarnya bermaksud mempersilahkan Seojung untuk melanjutkan latihannya.
[ @WM_Eclair95
[ Park Seojung ]
{ @hse_jackson }
Tak hanya sepaan, nyatanya sepasang tungkai Seojung membawa raga sang empunya hingga tiba di hadapan lelaki yang namanya ia serukan.
Mengetahui Haejoon malah menjauhi ambang pintu setelah mengurai penjelasan, Seojung membentuk kerucut kecil dari bibir ranumnya, mencibir pelan.
“Jangan begitu,” ujar gadis itu, ganti bersender di tempat pertama Haejoon berdiri sebelumnya.
“Ayo ikut masuk?” Tawarnya separuh memaksa, namun tidak dengan nada manja.
“Latihan sendiri itu membosankan, tahu.” Lanjut Seojung, tak sengaja bersungut-sungut.
Gadis itu kemudian menggaruk keningnya seraya tersenyum agak malu.
“Lagipula, aku belum se-percaya diri itu untuk unjuk kebolehan di depan orang lain.” Aku Seojung jujur dan lugas.
{ @hse_jackson }
[ Seo Haejoon ]
@WM_Eclair95 ]
'Lagipula, aku belum se-percaya diri itu untuk unjuk kebolehan di depan orang lain.'
Haejoon hanya bisa berdecak mendengar pernyataan terakhir Seojung. "Yang tadi itu luar biasa, kok," ujarnya berusaha untuk menyemangati gadis itu.
Pemuda yang berasal dari Busan itu akhirnya berjalan masuk ke dalam ruang latihan tersebut sambil meminum minumannya dan mengeluarkan pemutar musiknya, terlihat mencari-cari sesuatu disana. "Kau bilang latihan sendiri itu membosankan, kan?" tanya Haejoon memastikan, ia kemudian menyambungkan pemutar musiknya pada speaker besar di sisi ruang latihan dan menekan tombol 'mainkan'.
"Kau tahu lagu ini?" Haejoon menengok ke arah Seojung ketika lagu milik Maroon 5 berjudul Sugar mulai menggema di ruangan tersebut.
[ @WM_Eclair95
[ Park Seojung ]
{ @hse_jackson }
Kekeh ringan lolos dari bilah bibir Seojung, menanggapi komentar Haejoon soal koreo singkatnya beberapa saat lalu.
“Sebenarnya, aku hanya mengulang gerakan yang pernah diajarkan temanku.” Cerita gadis itu, tak tahu menahu perihal Haejoon yang sudah mengenal Jinhee jauh lebih dulu.
Seringai lebih lebar tak dapat ditahan Seojung manakala tak ada lagi perlawanan dari Haejoon. Pasalnya, pemuda yang memberinya kesan ramah di awal perkenalan mereka itu kini menghambur ke dalam dan. . . mungkinkah mengamini ajakannya untuk latihan bersama?
Menyusul Haejoon mendekati speaker, Seojung lantas mengangguk-angguk demi merespon tanya terakhir yang diucapkan lelaki itu.
“Tentu saja tahu!" ujar sang dara, diiringi senyum.
Menggerakkan bahu dan leher mengikuti ketukan musik yang mulai memecah hening ruang latihan, Seojung mempersilahkan Haejoon memutuskan langkah selanjutnya, segan mendahului pemuda itu sebab ia masih pemula dan gerakan tarinya masih sangat jauh dari kata sempurna.
“Ingin latihan dengan lagu itu, ya?”
{ @hse_jackson }
[ Seo Haejoon ]
@WM_Eclair95 ]
Haejoon mulai perlahan-lahan menggerakan tubuhnya saat lagu tersebut mulai terputar. Pemuda tersebut mengangguk pelan sambil berjalan ke tengah ruangan tersebut, tak lupa meletakkan minumannya di dekat tembok terlebih dahulu.
"Kau bilang ingin latihan bersama, kau sudah tahu koreonya, kan?" tanya Haejoon seakan yakin sekali. Tentu saja, pemuda itu sudah pernah melihat beberapa trainee perempuan sedang menarikan lagu tersebut. Dan Seojung adalah salah satu diantaranya.
Ketika suara khas dari Adam Levine mulai menggema di ruangan tersebut, Haejoon juga mulai menggerakan tubuhnya dengan cukup tajam.
[ @WM_Eclair95
[ Park Seojung ]
{ @hse_jackson }
Tak disangka, Haejoon benar-benar meloloskan keinginannya untuk latihan bersama.
Serta-merta, tanpa menunggu lama Seojung mengamini –dengan anggukan— tanya yang meluncur dari bilah bibir lelaki di dekatnya.
Tidak perlu buka suara karena merasa sudah terwakili lewat anggukan baru saja—lagipula Haejoon pun sudah mulai bergerak meyambut suara yang menggema di sekitar mereka, Seojung lekas menukar udara pada alveolinya dan meyakinkan diri kalau latihan ini akan baik-baik saja; tidak sampai membuat gadis itu malu, maksudnya.
( I’m hurting, baby, I’m broken down )
Mensejajari Haejoon dalam satu garis horizontal, telunjuk Seojung ‘mampir’ mengusap bagian bawah bibirnya yang lembab dan dingin sebelum kuasa kanannya secara cepat mengibas ke arah kiri melewati depan dada.
Tak kalah cepat pula, si gadis Park mengembalikan lengan kanannya ke belakang sementara bagian kiri mengarah ke depan dengan lutut menekuk rendah.
Kedua kaki gadis itu diposisikan saling silang, lalu sejurus kemudian tungkai kanannya menendang ke belakang dan direspon dua kali gerakan telapak kaki kiri yang menyeret langkah ke samping.
( I need your loving, loving, I need it now )
Sempat /sangat/ sebentar kembali pada posisi awal, Seojung lantas melipat (dan mengangkat) lutut kirinya saat lengan bagian yang sama mengibas kembali ke samping.
Melakukan lompatan ringan dengan dua kaki, gadis itu tersenyum puas menatapi refleksi dirinya yang terlihat percaya diri.
( When I’m without you, I’m something weak )
Seojung masih setia di garis tadi sementara Haejoon mulai mengambil tempat satu langkah di depan sang gadis.
Setelah menepuk dadanya sendiri dua kali dan mengurai lengan secara bebas masing-masing ke kanan dan kiri, Seojung mencoba lebih fokus karena setelah ini gerakannya dan Haejoon tak sama lagi.
( You got me begging, begging, I’m on my knees )
Selagi gadis itu menari solo di tempatnya berdiri, Haejoon tampak asik dengan tarian bagiannya sendiri.
Lalu keduanya kembali. Seojung bersedekap memunggungi Haejoon dan memutar kepala untuk melirik lelaki yang berlutut di depannya saat ini.
{ @hse_jackson }
[ Seo Haejoon ]
@WM_Eclair95 ]
'I don't wanna be needing your love, I just wanna be deep in your love. And it's killing me when you're away, ooh, baby.'
Beranjak dari posisi awalnya dimana ia seperti sedang memberi bunga pada Seojung, mereka berdua bergerak seperti sedang menggenjreng gitar dan Haejoon perlahan-lahan mulai naik dan kembali berdiri seperti biasa.
Mereka berdua menunjuk ke depan dan menarik kembali tangannya dan seakan mengayunkan kepalanya ke kiri, lalu bergerak ke gerakan yang selanjutnya dengan singkron.
''Cause I really don't care where you are, I just wanna be there where you are. And I gotta get one little taste'
Keduanya melangkahkan kaki kanannya ke kanan dan tangan mereka mengikuti gerakan kepala mereka yang juga terayun dan kini menengok ke kanan. Dengan gerakan yang tajam, keduanya kembali menghadap depan dan menunduk lalu merentangkan tangan mereka sembari kembali bergerak kembali ke atas. Keduanya mengangkat kaki kiri mereka dan seakan menjentikkan jari, lalu saling menengok satu sama lain.
Haejoon dan Seojung kemudian mengambil langkah besar ke serong kiri dan kemudian menyerong ke kanan, lalu mengecup jari telunjuknya sekilas.
[ @WM_Eclair95
[ Park Seojung ]
{ @hse_jackson }
( Your sugar, yes, please, won’t you come and put it down on me? )
Sepasang keturunan adam itu berdiri saling membelakangi dengan jarak satu langkah lebar ukuran dewasa, lalu kompak membuang lengan dari bibir dengan gerakan menghempas, ke arah berlawanan.
Melompat kemudian merentangkan kedua tangan dengan posisi tubuh seperti terhuyung ke depan, Seojung dan Haejoon sama-sama melempar senyum sebelum Seojung bergeser hingga keduanya berdiri nyaris satu garis; dengan si gadis memimpin di depan.
( I’m right here, ‘cause I need little love and little sympathy )
Syair putus asa yang dikemas manis dalam melodi yang terus membuat Seojung merasa nyaman sampai terbawa suasana masih menggema, membuat dara yang kini bermandi peluh itu tanpa sadar ikut melagukan lariknya meski tanpa suara.
Berputar bebarengan dengan Haejoon, iris karamel gadis itu secara tak sengaja bersirobok dengan sepasang manik Haejoon yang—ah… kenapa membuat pipinya memanas tiba-tiba?
Berusaha mengingkari debar dalam dada yang seolah beradu dengan ketukan ujung sepatunya, Seojung mulai kehilangan fokus dan nyaris melupakan gerakannya.
Beruntung, saat Haejoon kembali bergerak, Seojung terkesiap dan cepat merespon, sadar ia harus segera berpindah ke belakang. Keduanya bertukar posisi, bergerak menyamping –berhadapan— dengan tubuh merendah dan kaki menyilang ditemani jentikan jemari.
Duh!
Kenapa pula aliran darahnya ikut terasa tak wajar? Rasanya aneh; berkumpul di area wajah semua pada waktu ini.
{ @hse_jackson }
[ Seo Haejoon ]
@WM_Eclair95 ]
Memutar pinggulnya ke arah kiri, membuat posisi tubuh Haejoon ikut merendah dan kini ia berdiri dengan lutut kanan sebagai tumpuan.
'Yeah you show me good loving, make it alright. Need a little sweetness in my life.'
Pertama, mereka melakukan gerakan seperti menggenjreng gitar dan menengok ke kiri dan ke kanan. Lalu keduanya secara bersamaan bergerak seperti sedang memukul drum, juga dengan gerakan ke kiri dan ke kanan.
Mereka kemudian berdiri dan memutar posisi tubuh mereka, kini keduanya menghadap ke kanan. Keduanya melakukan sedikit body wave dan mengecup jari mereka secara cepat, lagi. Mereka kemudian menunjuk diri mereka sendiri.
'Your sugar. Yes, please. Won't you come and put it down on me.'
Haejoon dan Seojung melompat ke kiri lalu menggerakan tangan mereka ke kanan atas, namun kemudian mereka kembali bergerak ke kanan dan membuka lengan mereka yang disusul dengan putaran tubuh keduanya.
Keduanya menunjuk ke kanan dan kemudian melompat ke kiri, mengayunkan kepala mereka ke kanan dan ke kiri lalu mengambil langkah besar sembari tangan keduanya seakan mendayung udara di depan mereka.
Lalu mereka meloncat dan membuka kaki mereka selebar bahu. Tangan mereka di lipat, kepala keduanya menghadap ke arah yang saling berlawanan dan kemudian menghadap ke arah satu sama lain.
Haejoon menatap ke arah Seojung yang berdiri di sorong kanan belakangnya. Menatap mata gadis itu tak pernah terasa semenegangkan ini sebelumnya, entah mengapa jantung Haejoon berpacu berkali-kali lipat dari biasanya.
Kehabisan nafas, atau apa?
Namun pemuda itu hanya bisa mengeluarkan kekehan pelan diantara suara tarikan dan helaan nafas kasar dari mulutnya, berusaha meredam perasaan asing yang tiba-tiba membuat Haejoon bingung itu.
[ @WM_Eclair95
![]() |
Notes is a web-based application for online taking notes. You can take your notes and share with others people. If you like taking long notes, notes.io is designed for you. To date, over 8,000,000,000+ notes created and continuing...
With notes.io;
- * You can take a note from anywhere and any device with internet connection.
- * You can share the notes in social platforms (YouTube, Facebook, Twitter, instagram etc.).
- * You can quickly share your contents without website, blog and e-mail.
- * You don't need to create any Account to share a note. As you wish you can use quick, easy and best shortened notes with sms, websites, e-mail, or messaging services (WhatsApp, iMessage, Telegram, Signal).
- * Notes.io has fabulous infrastructure design for a short link and allows you to share the note as an easy and understandable link.
Fast: Notes.io is built for speed and performance. You can take a notes quickly and browse your archive.
Easy: Notes.io doesn’t require installation. Just write and share note!
Short: Notes.io’s url just 8 character. You’ll get shorten link of your note when you want to share. (Ex: notes.io/q )
Free: Notes.io works for 14 years and has been free since the day it was started.
You immediately create your first note and start sharing with the ones you wish. If you want to contact us, you can use the following communication channels;
Email: [email protected]
Twitter: http://twitter.com/notesio
Instagram: http://instagram.com/notes.io
Facebook: http://facebook.com/notesio
Regards;
Notes.io Team