NotesWhat is notes.io?

Notes brand slogan

Notes - notes.io

(Mentahan/?) Tugas Psychology.

[Durmstrang Castle, 16:21]
Seorang gadis yang rambutnya dikuncir tengah kebingungan di salah satu koridor kastil yang besar itu.
"Um...tangga ini mengarah kemana ya..."
Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Salahnya sendiri berjalan sendirian tanpa mengetahui letak tempat itu.
"Tak ada cara lain..." Gumamnya sambil meringis. Ia mencari kontak di ponselnya, kemudian menelepon Shu, satu-satunya senpai yang ia kenal. "Cepat angkat, Baka." Ujarnya tak sabaran.

[Room 2, Dracheseith, 16:25]
Laki-laki yang tengah bersantai di atas kasurnya sambil membaca komik itu menoleh saat mendengar ponselnya berdering.
"Siapa huh? Sore-sore begini.."
Ia meraih ponselnya, dan langsung menjawab panggilan masuk itu begitu melihat siapa yang meneleponnya.
"Rei? Kenapa? Laper lagi?" Ia menjawab asal.
-----
"MENGANGKAT TELEPON SAJA BUTUH 1 ABAD!" Semprot Rei. Orang yang sedang kebingungan memang biasanya sensitif.
"Ehem, " Ia mengatur suaranya, "Senpai, aku kesasar." Ucapnya singkat.
-----
"Ukh.." Shu langsung menjauhkan ponselnya begitu mendengar teriakan dari seberang sana. "Apa-apaan gadis ini...."
Ia menempelkan kembali ponselnya begitu gadis itu menormalkan lagi nada suaranya.
"Kesasar?... Pffttt" Shu menahan tawanya.
-----
"Tidak ada yang lucu senpai." Geram Rei. Sungguh ia sangat malu saat ini. Namun apa boleh buat?
"Um.... jadi...." ia menggigit bibirnya. Ini sungguh memalukan. "Aku tidak tahu sekarang sedang berada di bagian mana." Ucapnya pelan.
-----
"Membayangkan wajahmu yg panik saat ini pasti lucu, hahaha" Shu beranjak dari kasurnya, memakai sweaternya, bersiap pergi.
"Huh? Lalu bagaimana aku bisa menjemputmu kalau kau tidak tau ada dimana.." Shu menggaruk kepalanya.
-----
"Eh..." Rei melihat ke sekelilingnya, mencari tanda yang bisa dijadikannya petunjuk. "Yang pasti, aku berada di atas tangga yang sangat tinggi." Ujarnya kebingungan.
-----
Shu mencoba mengingat-ngingat tempat itu. "Lantai satu, dekat Great Hall kah?"
-----
Melihat koridor itu semakin sepi, Rei tambah panik. "E-entahlah sen..." Suaranya mulai bergetar. Ia memutuskan untuk berjalan walaupun hanya mondar mandir di sekitar tangga itu. Sekilas, ia melihat seseorang sedang bersembunyi di balik salah satu pilar di koridor itu
"S-senpai cepatlah kesini....." Suaranya tambah gemetar.
-----
"Tenanglah, aku sedang kesana." Shu mempercepat langkahnya, bahkan mulai berlari untuk menjemput gadis yang sedang meneleponnya itu.
--------------------
Ia akhirnya sampai di lantai satu, didekat Great Hall.
"Rei, kau dimana? Aku sudah di lantai satu."
-----
"S-senpai kurasa ada yang sedang membuntutiku...." Rei makin tergagap dan memutuskan untuk berjalan lebih jauh dengan langkah lebar. "A-aku sudah berjalan lagi, tak tahu koridor ini mengarah kemana..." ia makin mempercepat langkahnya.
-----
Shu mengatur nafasnya sejenak.
"Baiklah.. tunggu aku sebentar.."
Ia mulai berlari menyusuri koridor.
-----
Tanpa sadar Rei menjerit karena ia melihat seseorang berjalan di belakangnya dan memegang sesuatu.
"S-senpai, o-orang itu membawa sesuatu.... seperti s-senjata." Ia makin tergagap dan mempercepat langkahnya.
-----
‘Siapa orang bodoh yang mau berbuat jahat di dalam kastil ini?’ Shu mulai merutuk sendiri.
"Beritahu aku apa yg ada didepanmu"
Shu meraba kantong celananya, "Baguslah, aku membawanya." Ia tersenyum begitu merasakan evoker di dalam sana.
-----
"D-di depan?" Rei yang sedari tadi menoleh ke belakang akhirnya meluruskan kepalanya. "J-jalan....BUNTU?!" Ia makin panik, keringat dingin mengucur di pelipisnya. Kali ini ia hanya bisa tersandar di ujung koridor itu.
-----
"Ck, tenang. Kurasa aku tau kau dimana."
Shu membelokkan arahnya. Ia berlari menuju ke ujung kastil.
-----
Belum sempat Rei menjawab, tangannya ditarik paksa oleh orang yang mengikutinya tadi. "H-hei! Lepaskan!" Jeritnya.
"Rei!"
Shu akhirnya sampai di ujung kastil. Didepannya ia melihat gadis itu bersama dengan seseorang.
Shu mengeluarkan evokernya, kemudian menembakkan evoker itu ke pelipisnya. "Persona!”
--------------------
"...." Rei terkejut melihat orang di depannya tiba-tiba tersungkur. Ia terduduk di lantai saking terkejutnya. Keringat dingin masih mengucur di pelipisnya.
Shu bergegas mendekat. "Rei?" panggilnya khawatir. Ia berlutut didepannya.
"S-sen...." ia hanya menatap kosong orang yang tersungkur itu. Tiba-tiba airmata mengalir di pipinya tanpa sadar.
"Oi, tenanglah.. Dia sudah tidak sadar" Shu menghapus air mata yang mengalir itu. "Kau tidak terluka kan?"
"T-t-tidak..." Jawab Rei sambil menggeleng. Namun, tiba-tiba ia meringis, "Ouch!" Ia menatap pergelangan tangannya yang membiru.
"Haish.. Kenapa bisa biru begini?" Shu memegang pergelangan tangan Rei, sambil menatap khawatir.
"S-sakit sen!" Rei menjerit tanpa sadar ketika pergelangan tangannya dipegang.
"Gomen.." Shu melepaskan pegangannya perlahan. "Ayo, kita kembali ke asramamu dulu. Kau kuat berjalan?"
Rei mencoba untuk berdiri namun akhirnya terduduk lagi. Ia mencoba lagi, namun kemudian terduduk lagi. "Ah, sial."
Shu menghela nafasnya. Ia akhirnya menggendong gadis itu.
“S-sen! Tidak usah...” Tolak Rei.
“Lalu kau mau bagaimana untuk sampai ke asrama? Kuseret?”
Rei akhirnya hanya terdiam dalam gendongan laki-laki tersebut, yang membawanya ke asrama.
---------------------------------------------------------------------------------------
[Room PU4, 03.00 AM]
"Tidak.. tidak.. JANGAN! TOLONG HENTIKAN!"
Gadis yang tengah terbaring itu berteriak seperti orang gila dalam tidurnya.
"JANGAN! TOLONG!"
Ia terbangun dengan keringat dingin mengalir deras di seluruh badannya. Tampaknya, kejadian itu masih saja menghantuinya.
"T-tadi...." Ia mengusap keringat yang membasahi dahinya, dan mulai terisak.
"Tolong.. hentikan...."
Rei mengacak rambutnya frustasi. Tidak lama kemudian, ia mulai berhalusinasi, "o-oh.. tidak.. pergilah... jangan dekati aku....”
Ia menutup seluruh tubuhnya dengan selimut, seakan sedang menghindar dari halusinasinya itu.

[Great Hall, 08.00 AM]
Rei duduk sendirian di Great Hall yang luas itu. Sendirian. Dengan lamunannya sendiri.
'tok'
"Tidak, tidak. Tolong jauhi aku..."
Hanya mendengar suara sedikit saja, ia bisa gila. Hanya karena lelaki itu. Ya, lelaki yang menyerangnya beberapa hari yang lalu.
"Tidak.. tidak... tolong...." Ia mengerang tanpa henti, dengan perasaan yang sama dengan beberapa hari yang lalu. Ia bahkan tidak ingin mencari sumber suara tadi.
--------------------
[Durmstrang, 1st Floor, 08.00 AM]
"Err.. Aku masih tetap tidak mengerti" keluh Shu. Ia baru saja pulang dari lapangan quidditch, melihat demo quidditch dari beberapa seniornya. Ketika sampai di dekat Great Hall, ia melihat seseorang sedang berada di dalam sana.
‘Itu 'kan Rei. Sedang apa dia disana?’ Herannya. Ia memutuskan untuk masuk, menyapa gadisnya.
‘tok’
Kakinya tak sengaja terantuk meja. Shu meringis pelan. Ia menoleh ketika mendengar gadis itu bergumam ketakutan.
'Huh? Ada apa dengannya?'
"Rei?" Panggilnya sambil terus berjalan mendekat.
"TOLONG JAUHI AKU. JANGAN MENDEKAT!" Seru Rei ketika mendengar suara lelaki. Kejadian itu kembali berputar di otaknya bagai sebuah film.
"Tolong..." Ia pun mulai terisak dan mulai memukuli meja.
Shu terkaget mendengar gadisnya berteriak seperti itu. Ia menahan gadis itu agar berhenti melukai dirinya sendiri. "Rei! Hei! Ini aku, Shu!"
"S-siapa?" Rei menoleh ke belakang, mendapati seniornya di situ.
"S-senpai!” Ia menghambur memeluk Shu, seniornya itu, sambil tetap terisak.
"Hei.. ada apa?" Shu tambah terheran dengan sikap gadis di depannya.
"S-senpai... orang itu....."
Rei kembali berhalusinasi. Sepertinya bayangan pria itu akan terus mengikutinya kemana-mana.
"Orang itu... ia terus mengikutiku... kemanapun...."
Matanya membulat.
"Aku harus lari sen...."
Ia meraih sebuah pisau yang ada di atas meja.
Shu melihat ke sekeliling. "Siapa? Aku tidak melihat siapapun dari tadi."
Ketika ia kembali menoleh, ia mendapati Rei sudah memegang pisau di tangannya. "Oi.. Apa yang akan kau lakukan dengan pisau itu?"
"A-aku harus lari... harus...."
Rei mulai mengiris pergelangan tangannya. Darah segar mulai mengalir dari tangannya.
"Jangan ikuti aku lagi..." Gumamnya sambil terus mengiris pergelangan tangannya.
"Hei! Kau ini apa-apaan?!" Shu merebut pisau itu dari tangan Rei lalu melemparnya jauh-jauh.
"Apa yang kau lakukan? Lari dari apa?! Siapa yang mengikutimu?!"
Ia menatap darah yang mengalir deras dari pergelangan tangan Rei. Ia meraih lengan Rei yang tidak terluka, lalu melakukan teleportasi ke Room PU4.

[Room PU4, Ehrenadler]
Shu menaruh pisau tersebut jauh dari Rei. Ia mendudukkan gadis itu di kasurnya, kemudian mengikat pergelangan tangannya dengan sapu tangan, menahan darah tersebut.
"Kau pikir apa yang kau lakukan hah?!" Bentaknya.
Rei terdiam. Pandangannya kabur. Mungkin karena kehilangan banyak darah. Namun, bagaimanapun caranya, ia harus lari. Ia menoleh ke kiri dan kanan, seakan mencari sosok itu.
"Dimana kau... jangan bersembunyi...."
Rei yakin penampilannya saat ini sudah seperti orang frustasi. Namun ia tidak peduli. Ia hanya ingin bebas.
"Siapa yang kau maksud?" Shu menatap gadis itu.
"Dia. Dia senpai. Masa kau lupa? Dia yang mengikutiku."
'Anak ini.... Traumanya semakin parah..' pikir Shu.
Ia mengguncang badan gadis itu. "Kau juga lupa? Dia sudah terkapar karena aku, kan. Sadarlah Rei, itu cuma halusinasi."
"Tidak sen. Dia masih mengikutiku... ya... masih..." Rei terus bergumam.
Mendapat jawaban yang kurang masuk akal menurutnya, Shu memilih untuk mengabaikan gadis itu. Ia mulai mengobati lukanya. "Kau ini semakin hari semakin bodoh.." Gumamnya sambil mengobati.
Rei hanya menatap kosong lelaki di depannya itu. Perlahan, wujud lelaki yang seharusnya disukainya itu berubah menjadi orang yang sangat dibencinya. Ya. Orang itu.
"Pergi kau. Pergi!" Ia melempari sosok di depannya itu dengan apapun yang bisa diraihnya.
Mata Shu membulat. Ada apa dengan gadis di depannya ini?
"Hei? Kenapa?" Tanyanya heran, tanpa bermaksud menjauh...sedikit pun.
"PERGI! Tolong... menjauhlah dariku!!" Rei menjerit, seperti kesakitan. Sosok itu sungguh menakutkan, muncul dimanapun ia berada.
Shu terdiam.
"Pergilah... PERGI!" Bentak Rei. Ya. Sosok itu harus pergi. Makhluk itu harus pergi. Atau, haruskah ia yang pergi? Ya, sepertinya itu lebih baik.
"Pergilah. Sekarang. JAUHI AKU, TOLONG." Ia memegangi kepalanya dan menutup matanya. Ya. Sudah diputuskan. Kalau makhluk itu tidak ingin meninggalkannya, maka ia yang harus pergi. Makhluk itu terlalu menakutkan.
"Ini terlalu memusingkan..."
Pikiran Shu beradu. Pergi atau Tinggal. Mana bisa ia pergi dengan kondisi gadisnya yang seperti ini?
'Tidak..' Shu memutuskan untuk tinggal.
Ia mendekati gadis itu, kemudian menatapnya. "Rei.." panggilnya lembut.
Rei melihat sosok makhluk itu berubah menjadi orang yang begitu disayanginya. Tidak. Ini pasti hanya jebakan. Makhluk itu pasti memanfaatkan Shu. Ya. Ia yakin itu. Ia menatap bengis lelaki di depannya, "Menjijikan."
"Rei.." panggil Shu sekali lagi. "ini aku.. Shu. Seniormu.."
"Tidak." Tatapan Rei berubah menjadi tatapan seolah jijik. "Tidak mungkin. Lebih baik kau tinggalkan aku. Sekarang."
"Melihatmu seperti ini.. mana bisa aku meninggalkanmu" Shu membalas tatapan itu dengan tatapan lembut.
"Tidak." Rei mengalihkan pandangannya. Jangan sampai ia termakan jebakan itu. "Pergi. Sebelum aku melukaimu. PERGI!"
Shu memeluk gadis itu. "Rei... Aku tau kau bodoh, tapi kalau sampai seperti ini.. Kurasa kebodohanmu harus segera diobati"
Rei melepas paksa pelukan itu. "APA YANG KAU LAKUKAN?!" Ia spontan membentak. Ia berdiri, melangkahkan kakinya keluar ruangan itu.
Shu menarik gadis itu masuk kembali, lalu menyenderkan badannya ke dinding.
"Rei.. Aku Shu, kau tau 'kan.." Shu masih berbicara dengan lembut.
"Tidak." Ucap Rei tegas. "Kau bukan Shu." Ia mendorong tubuh yang mendekapnya itu dan kembali melangkah keluar. Sepertinya dirinya sudah tidak waras.
Rei berlari menaiki tangga, menuju ke sebuah beranda. Ia menapakkan kakinya di ujung beranda tersebut, "Kalau kau tidak ingin pergi, maka aku yang akan pergi." Gumamnya. Ia menatap kosong ke bawah beranda itu. Dilihatnya lantai marmer yang bersih itu. 'Pasti sakit jika jatuh ke lantai itu.' Batinnya.
'Anak itu..'
Shu mengejar gadisnya. Melihat gadis itu akan kembali melakukan hal bodoh, dengan sigap ia menariknya. Shu memeluk gadis itu erat, memastikan ia tak akan lepas lagi.
"Rei.. Untuk yang terakhir, aku mohon padamu, berhenti bersikap seperti ini."
Rei berusaha untuk lepas dari pelukan itu, "Sudah kubilang....PERGI!" Ia kembali mendorong tubuh Shu. Namun, kakinya terpeleset dan tubuhnya seakan melayang dari beranda itu.
“!!!!”
‘Persetan dengan mati.’
Tanpa pikir panjang Shu ikut terjun dari beranda itu. Ia memeluk tubuh gadisnya, memastikan ia berada di atas.
'Brukk'
Tubuh Shu menghantam lantai itu lebih dulu. Ia terbaring lemas sambil tetap memeluk Rei.
"Eh?"
Rei yang sedari tadi memejamkan matanya, akhirnya membuka matanya dan mendapati tubuh Shu berada tepat di bawahnya,
"....tidak..."
Ia panik. Orang ini bukan makhluk itu. Sekarang ia percaya.
"Tidak.... tidak... tidak.... senpai...." ia menggoyangkan badan itu, berusaha membangunkannya.
Belum ada respon sedikitpun dari Shu. Laki-laki itu masih tidak sadarkan diri.
"Senpai... SENPAI!" Airmata mulai muncul di pelupuk mata Rei.
Shu membuka matanya perlahan. "Berisik..... kau.. tidak.. apa.. apa..?" tanyanya lemah.
"Sen....jangan bicara!" Rei memeluk badan itu, "Jangan bicara lagi sen....jangan..." Ia agak lega, jatuh dari ketinggian seperti itu, masih hidup saja sudah untung.
"Jika.. aku tidak bicara.. bagaimana aku bisa jelaskan padamu.. kalau aku ini... Shu..?"
Shu ingin membalas pelukan itu, tapi tangannya tidak bisa digerakkan. Entah karena patah, entah karena terlalu lemah.
"Tidak usah...tidak...." Rei semakin panik. Apa yang harus dilakukannya?
"Se-senpai...." Ia terisak, tidak tahan melihat keadaan lelaki itu.
"Jadi.. kau.. sudah.. percaya... huh?" Shu semakin lemas.
"Ya, senpai. Ya." Melihat keadaan Shu yang semakin lemas, Rei semakin takut. Ia meraba saku roknya dan menemukan kristal teleportnya.
"Senpai, bertahanlah...." Ia memegang tangan Shu dan berteleport ke Room PU4.

[Room PU4, Ehrenadler]
Ia membaringkan tubuh lelaki itu di kasurnya dengan hati-hati.
"Apa yang harus kulakukan..." ia membentur kepalanya di dinding samping kasur. "Bodoh. Bodoh. Bodoh!"
"Kalau kau terus melakukannya... kau akan jadi lebih bodoh..." ucap Shu yang melihat kelakuan gadisnya. Ia berharap gadis itu berhenti.
‘Aish.. badanku sakit semua.’ Ringis Shu dalam hati. ‘Yah.. kurasa wajar kalau ada beberapa yang patah.’
"S-senpai...." Rei menatap dalam lelaki itu. Sepertinya ia tahu harus berbuat apa. Ia berlari keluar ruangan.
Ia melangkahkan kakinya ke arah koridor yang membuatnya seperti ini. Satu-satunya cara yang bisa dilakukannya hanya ini. Mengatasi ketakutannya. Namun, semakin dekat, ia semakin merinding. Halusinasi kembali bermunculan.
"Tidak.... jangan...." ia menyandarkan tubuhnya ke dinding, dan memijat pelipisnya.
"Aku harus melakukannya..."
Ia berjongkok dan menjerit kesakitan, "hentikaaaaan!" Ia memegangi kepalanya, serasa ada yang mencengkram. Dadanya terasa sesak.
Rei menarik napas dalam-dalam, namun tetap saja tercekat.
Bayangan itu kembali muncul di depannya, "Gadis bodoh. Harusnya kau ikut saja denganku."
"Tidak! Tidak! Pergi!" Kata Rei tegas.
"Mungkin kau ingin melihat orang yang kau sayangi itu mati di tanganku?" Makhluk itu kian mendekat, membuat Rei memejamkan matanya. 'Tidak, ini tidak nyata.' Batinnya berulang kali.
"Tidak. Kau tidak nyata. KAU TIDAK NYATA!"
Ketika membuka matanya, makhluk itu sudah menghilang. Tanpa jejak.
"Syukurlah..." Ia hanya bisa bersandar di dinding dengan lemas.
--------------------
Rei berjalan terhuyung-huyung hingga akhirnya sampai di Room U.
"Aku berhasil, senpai. Aku mengalahkannya." Ujarnya sambil tersenyum.
"Mengalahkan apa?" Shu terheran.
"Makhluk itu..." Rei berjalan mendekati lelaki itu. "Gomen...."
"Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan, tapi.. syukurlah" Shu tersenyum senang. " 'gomen'? Untuk?"
Rei memegang tangan yang sedari tadi tidak digerakkan oleh seniornya itu. "Untuk ini."
"Hm? Kenapa dengan tanganku? Itu baik-baik saja......... kuharap" ucap Shu pelan di akhir.
Rei menggerakan tangan itu, "Kau yakin? Kurasa tangamu terluka cukup parah akibat terjun bebas tadi." Ia menatap tangan itu khawatir.
"Tanganku tidak terluka........ cuma patah, sepertinya" Shu terkekeh pelan.
"Apa yang harus kulakukan...." Rei meringis. Ini semua salahnya. Ia memukuli kepalanya.
"Kau harus berhenti membuat dirimu bertambah bodoh" Ucap Shu. Ia menatap gadis itu.
"Bodoh. Bodoh. Bodoh. Rei bodoh." Rei masih saja terus memukuli kepalanya.
"Semua juga tau kalau kau bodoh. Karena itu berhenti menyiksa dirimu sendiri, sebelum bodohmu bertambah parah"
“Lalu.. kau.. bagaimana?” Rei mulai panik.
“Di Ehren ada banyak Wizard kan? Kurasa kau bisa minta tolong ke salah satu senior wizardmu untuk mengobatiku.” Balas Shu.
Rei mengangguk. Ia segera mengambil ponselnya dan memanggil Wizard untuk datang.
     
 
what is notes.io
 

Notes.io is a web-based application for taking notes. You can take your notes and share with others people. If you like taking long notes, notes.io is designed for you. To date, over 8,000,000,000 notes created and continuing...

With notes.io;

  • * You can take a note from anywhere and any device with internet connection.
  • * You can share the notes in social platforms (YouTube, Facebook, Twitter, instagram etc.).
  • * You can quickly share your contents without website, blog and e-mail.
  • * You don't need to create any Account to share a note. As you wish you can use quick, easy and best shortened notes with sms, websites, e-mail, or messaging services (WhatsApp, iMessage, Telegram, Signal).
  • * Notes.io has fabulous infrastructure design for a short link and allows you to share the note as an easy and understandable link.

Fast: Notes.io is built for speed and performance. You can take a notes quickly and browse your archive.

Easy: Notes.io doesn’t require installation. Just write and share note!

Short: Notes.io’s url just 8 character. You’ll get shorten link of your note when you want to share. (Ex: notes.io/q )

Free: Notes.io works for 12 years and has been free since the day it was started.


You immediately create your first note and start sharing with the ones you wish. If you want to contact us, you can use the following communication channels;


Email: [email protected]

Twitter: http://twitter.com/notesio

Instagram: http://instagram.com/notes.io

Facebook: http://facebook.com/notesio



Regards;
Notes.io Team

     
 
Shortened Note Link
 
 
Looding Image
 
     
 
Long File
 
 

For written notes was greater than 18KB Unable to shorten.

To be smaller than 18KB, please organize your notes, or sign in.