Notes
Notes - notes.io |
[Great Hall, 08.00 AM]
Rei duduk sendirian di Great Hall yang luas itu. Sendirian. Dengan lamunannya sendiri.
'tok'
"Tidak, tidak. Tolong jauhi aku..." hanya mendengar suara sedikit saja, ia bisa gila. Hanya karena lelaki itu. Ya, lelaki yang menyerangnya beberapa hari yang lalu. "Tidak....tidak....tolong...." Ia mengerang tanpa henti, dengan perasaan yang sama dengan beberapa hari yang lalu. Ia bahkan tidak ingin mencari sumber suara tadi.
-------------------------
[Durmstrang, 1st Floor]
"aish.. Aku masih tetap tidak mengerti" keluh Shu. Ia baru saja pulang dari lapangan quidditch, melihat demo quidditch dari beberapa temannya. Ketika sampai di dekat Great Hall, ia melihat seseorang sedang berada di dalam sana.
"itu 'kan Rei. Sedang apa dia disana?" herannya. Ia memutuskan untuk masuk, menyapa gadisnya.
'tok'
Kakinya tak sengaja terantuk meja. Shu meringis pelan. Ia menoleh ketika mendengar gadis itu bergumam ketakutan.
'huh? Ada apa dengannya?'
"Rei?" panggilnya sambil terus berjalan mendekat.
"TOLONG JAUHI AKU. JANGAN MENDEKAT!" seru Rei ketika mendengar suara lelaki. Kejadian itu kembali berputar di otaknya bagai sebuah film. "Tolong..." ia pun mulai terisak dan mulai memukuli meja dengan kepalanya.
Shu terkaget mendengar gadisnya berteriak seperti itu. Ia menahan gadis itu agar berhenti melukai dirinya sendiri. "Rei! Hei! Ini aku, Shu!"
"S-siapa?" Rei menoleh ke belakang, mendapati seniornya disitu. "S-senpai!" Ia menghambur memeluk Shu, seniornya itu sambil tetap terisak. "He-hei.. ada apa?" Shu tambah terheran dengan sikap gadis didepannya.
"S-senpai....orang itu....." Rei kembali berhalusinasi. Sepertinya bayangan pria itu akan terus mengikutinya kemana-mana. "Orang itu... ia terus mengikutiku....kemanapun....." matanya membulat. "Aku harus lari sen...." ia meraih sebuah pisau yang terletak di meja.
Shu melihat ke sekeliling. "siapa? Aku tidak melihat siapapun dari tadi." Ia semakin khawatir dengan keadaan gadisnya.
"oi.. Apa yang akan kau lakukan dengan pisau itu?"
"A-aku harus lari....harus...." Rei mulai mengiris pergelangan tangannya. Darah segar mulai mengalir dari tangannya. "Jangan ikuti aku lagi..." gumamnya sambil terus mengiris pergelangan tangannya.
"Aho!" Shu merebut pisau itu dari tangan Rei lalu melemparnya jauh-jauh. "apa yang kau lakukan? Lari dari apa?! Siapa yang mengikutimu?!" Shu tak peduli, suaranya meninggi, membentak gadis itu.
"Aku harus lari sen..." Ia terhuyung ke depan, mencoba meraih pisau yang dilempar Shu.
"Ia....terus mengikutiku...."
Ketika berhasil meraih pisau itu kembali, ia mengiris pergelangan tangannya, kali ini makin dalam. " uh!"
"hei! Kau ini apa-apaan?!" Shu sekali lagi merebut pisau itu. Ia menatap darah yang mengalir deras dari lengan Rei.
"cih, ayo ikut aku"
Ia meraih lengan Rei yang tidak terluka, lalu melakukan teleportasi ke Room 2 Drache.
(R2. Dracheseith) Shu menaruh pisau tersebut jauh dari Rei. Ia mendudukkan gadis itu di sofa, kemudian mengikat pergelangan tangannya dengan sapu tangan, menahan darah tersebut. "Kau pikir apa yang kau lakukan hah?!" bentaknya.
Rei terdiam. Pandangannya kabur, mungkin karena kehilangan banyak darah. Namun, bagaimanapun caranya, ia harus lari. Ia menoleh ke kiri dan kanan, seakan mencari sosok itu.
"Dimana kau....jangan bersembunyi...."
Rei yakin penampilannya saat ini sudah seperti orang frustasi. Namun ia tidak peduli. Ia hanya ingin bebas.
"siapa yang kau maksud?" Shu menatap gadis itu.
"Dia. Dia senpai. Masa kau lupa. Dia yang mengikutiku." Kali ini ia mulai tertawa terbahak-bahak.
'anak ini.... Traumanya semakin parah..'
Ia mengguncang badan gadis itu. "kau juga lupa? Dia sudah terkapar karena aku, kan. Sadarlah Rei, itu cuma halusinasi."
"Tidak sen. Dia masih mengikutiku....ya...masih..." Ia berusaha melepas saputangan di tangannya, "aku harus lari sen. Harus. Jangan menahanku. Aku sudah tak tahan." Suaranya bergetar dan matanya membulat sempurna.
"...maafkan aku."
Shu memukul tengkuk gadis itu, membuatnya pingsan.
"begini lebih baik" ucapnya.
Ia kembali mengikat pergelangan tangan gadis itu, kemudian mengobati lukanya.
"cih, gadis ini semakin hari semakin bodoh.." gumamnya sambil mengobati.
-----------------
Tiba-tiba saja Rei merasakan sesuatu menimpa tengkuknya. Kesadarannya menghilang, ia tidak bisa melihat, mendengar, ataupun merasakan apa-apa lagi. Semuanya gelap. Apakah ia sudah mati?
Selesai mengobati luka itu, Shu menyelimuti gadisnya, membiarkannya beristirahat sejenak.
"kejadian itu benar-benar fatal, ya.." ucapnya sambil duduk di samping sofa.
Kesadaran Rei benar-benar hilang. Benarkah ia sudah mati? Akhirnya. Ia bisa lari dari orang itu. Ia tidak akan melihat orang itu lagi.
"sepertinya ini akan lama.." Shu beranjak dari tempatnya, mencari sesuatu untuk dimakan, sambil menunggu gadis itu sadar.
'apa aku terlalu berlebihan?'
Sejujurnya ia sedikit menyesal, sudah 'melukai' gadis itu.
'ah, tapi itu demi kebaikannya juga.'
Posisi Rei tetap seperti itu, tidak bergerak, tidak bergeming. Napasnya saja tidak terdengar. Detak jantungnya saja tidak bisa ia rasakan lagi. Ya, ia yakin ia sudah terbebas sekarang. Ia tidak perlu lagi lelah menangis.
Shu kembali dengan membawa beberapa jenis makanan. Salah satunya takoyaki, kesukaan gadis itu.
"dia masih belum sadar juga.."
Shu mendekati gadis itu. Ia memegang tangan gadisnya, "Rei, cepatlah sadar. Aku belum puas memarahimu yang semakin bodoh ini" gumamnya.
'keh.. Ini konyol..'
Shu hanya tersenyum tipis.
Rei merasakan sebuah sentuhan di tangannya, 'cih, ternyata aku masih hidup.' Ia membuka dan mengerjapkan matanya.
"Sen?"
Shu menoleh ketika mendengar suara memanggilnya.
"ah.. Akhirnya kau sadar juga" ia menatap gadis itu.
Ia hanya menatap kosong lelaki di depannya itu. Perlahan, wujud lelaki yang seharusnya disukainya itu berubah menjadi orang yang sangat dibencinya. Ya. Orang itu. "Pergi kau. Pergi!" Ia melempari sosok di depannya itu dengan apapun yang bisa diraihnya. Mata Shu membulat. Ada apa dengan gadis di depannya ini?
"hei? Ada apa?" tanyanya heran, tanpa bermaksud menjauh...sedikit pun.
"PERGI! Tolong....menjauhlah dariku....." Ia menjerit, seperti kesakitan. Sosok itu sungguh menakutkan, muncul dimanapun ia berada.
Shu terdiam.
"baik... Kau ingin aku pergi?" ia menatap gadis itu.
"Pergilah.....PERGI!" Bentaknya. Ya. Sosok itu harus pergi. Makhluk itu harus pergi. Atau, haruskah ia yang pergi? Ya, sepertinya itu lebih baik.
"kalau aku pergi apa kau akan tenang?"
Sejujurnya Shu tak mau pergi selangkah pun dari sisi gadisnya, ia terlalu khawatir.
"Pergilah. Sekarang. JAUHI AKU, TOLONG." Ia memegangi kepalanya dan menutup matanya. Ya. Sudah diputuskan. Kalau makhluk itu tidak ingin meninggalkannya, maka ia yang harus pergi. Makhluk itu terlalu menakutkan.
"ini terlalu memusingkan..."
Pikiran Shu beradu. Pergi atau Tinggal. Mana bisa ia pergi dengan kondisi gadisnya yang seperti ini?
Ia masih belum bergerak sedikitpun dari tempatnya. "PERGI!" Ia berteriak frustasi. Makhluk itu masih saja berada di tempat itu. Ia muak, muak melihat wajah makhluk yang menyakitinya itu.
'tidak..' Shu memutuskan untuk tinggal.
Ia mendekati gadis itu, kemudian menatapnya. "Rei.." panggilnya lembut.
Rei melihat sosok makhluk itu berubah menjadi orang yang begitu disayanginya. Tidak. Ini pasti hanya jebakan. Makhluk itu pasti memanfaatkan Shu. Ya. Ia yakin itu. Ia menatap bengis lelaki di depannya, "menjijikan."
"Rei.." panggilnya sekali lagi.
"ini aku.. Shu. Seniormu.."
"Tidak." Tatapan Rei berubah menjadi tatapan seolah jijik. "Tidak mungkin. Lebih baik kau tinggalkan aku. Sekarang."
"melihatmu seperti ini..mana bisa aku meninggalkanmu" Shu membalas tatapan itu dengan tatapan lembut.
"Tidak." Rei mengalihkan pandangannya. Jangan sampai ia termakan jebakan itu. "Pergi. Sebelum aku melukaimu. PERGI!"
Shu memeluk gadis itu.
"Rei... Aku tau kau bodoh, tapi kalau sampai seperti ini.. Kurasa kebodohanmu harus segera diobati"
Rei melepas paksa pelukan itu. "APA YANG KAU LAKUKAN?!" Ia spontan membentak. Ia berdiri, melangkahkan kakinya keluar ruangan itu.
Shu menarik gadis itu masuk kembali, lalu menyenderkan badannya ke dinding.
"CLAREIN-SAN, BISAKAH KAU BERHENTI BERBUAT BODOH?" tanpa sadar Shu meninggikan suaranya.
'sialan, aku lepas kendali..' rutuknya dalam hati.
Terkejut karena dibentak seperti itu, Rei tiba-tiba menangis sejadinya. Ia sangat bingung, yang di depannya saat ini sebenarnya siapa?
Shu mendekap gadis itu.
'aish.. Kepalaku jadi pusing. Kenapa dengan gadis ini...'
"Rei.. Aku Shu, kau tau 'kan.." suara Shu berubah lembut.
"Tidak." Ucap Rei tegas. "Kau bukan Shu." Ia mendorong tubuh yang mendekapnya itu dan kembali melangkah keluar. Sepertinya dirinya sudah tidak waras.
Shu mengejar gadis itu ke luar.
"lalu apa yang harus aku lakukan agar kau percaya kalau aku ini Shu?!"
Rei berlari menaiki tangga, menuju ke sebuah beranda. Ia menapakkan kakinya di ujung beranda tersebut, "kalau kau tidak ingin pergi, maka aku yang akan pergi." Gumamnya. Ia menatap kosong ke bawah beranda itu. Dilihatnya lantai marmer yang bersih itu. 'Pasti sakit jika jatuh ke lantai itu.' Batinnya.
'anak itu..'
Shu mengerjar gadisnya. Melihat gadis itu akan kembali melakukan hal bodoh, dengan sigap ia menariknya. Shu memeluk gadis itu erat, memastikan ia tak akan lepas lagi.
"Rei.. Untuk yang terakhir, aku mohon padamu, berhenti bersikap seperti ini."
Rei berusaha untuk lepas dari pelukan itu, "sudah kubilang....PERGI!" Ia kembali mendorong tubuh Shu. Namun, kakinya terpeleset dan tubuhnya seakan melayang dari beranda itu.
'sialan... Persetan dengan mati.'
Tanpa pikir panjang Shu ikut terjun dari beranda itu. Ia memeluk tubuh gadisnya, memastikan ia berada di atas.
'brukk'
Tubuh Shu menghantam lantai itu lebih dulu. Ia terbaring lemas sambil tetap memeluk Rei.
"Eh?"
Rei yang sedari tadi memejamkan matanya, akhirnya membuka matanya dan mendapati tubuh Shu berada tepat di bawahnya,
"....tidak..." ia panik. Orang ini bukan makhluk itu. Sekarang ia percaya. "Tidak....tidak...tidak....senpai...." ia menggoyangkan badan itu, berusaha membangunkannya. "senpai...SENPAI!" Airmata mulai muncul di pelupuk matanya.
Shu membuka matanya perlahan, namun hanya setengah.
"berisik.....kau..sudah..sadar..?" ucapnya lemah.
"Sen....jangan bicara!" Ia memeluk badan itu, "jangan bicara lagi sen....jangan..." Ia agak lega, jatuh dari ketinggian seperti itu, masih hidup saja sudah
untung.
"jika..aku tidak bicara..bagaimana aku bisa jelaskan padamu..kalau aku ini...Shu..?"
Shu ingin membalas pelukan itu, tapi tangannya tidak bisa digerakkan. Entah patah, entah karena terlalu lemah.
"Tidak usah...tidak...." ia semakin panik. Apa yang harus dilakukannya. "Se-senpai...." Ia terisak, tidak tahan melihat keadaan lelaki itu.
"jadi..kau..sudah..percaya...huh?"
Shu semakin lemas.
'aku..tidak akan mati..sekarang, kan?' pikirnya.
"Ya, senpai. Ya." Melihat keadaan Shu yang semakin lemas, ia semakin takut. Ia meraba saku roknya dan menemukan kristal teleportnya. -- "senpai, bertahanlah...." ia memegang tangan Shu dan berteleport ke room PU4.
[Room PU4, Ehrenadler]
Ia membaringkan tubuh lelaki itu di kasurnya dengan hati-hati. "Apa yang harus kulakukan..." ia membentur kepalanya di dinding samping kasur.
"bodoh. Bodoh. Bodoh!"
"kalau kau terus melakukannya...kau akan jadi lebih bodoh..." ucapnya. Berharap gadis itu berhenti.
"S-senpai...." Rei menatap dalam lelaki itu. Sepertinya ia tahu harus berbuat apa. Ia berlari keluar ruangan.
Ia melangkahkan kakinya ke arah koridor yang membuatnya seperti ini. Satu-satunya cara yang bisa dilakukannya hanya ini. Mengatasi ketakutannya. Namun, semakin dekat, ia semakin merinding. Halusinasi kembali bermunculan.
"Tidak....jangan...." ia menyandarkan tubuhnya ke dinding, dan memijat pelipisnya.
"Aku harus melakukannya..."
Ia berjongkok dan menjerit kesakitan, "hentikaaaaan!" Ia memegangi kepalanya, serasa ada yang mencengkram. Dadanya terasa sesak.
--------------
"ugh....badanku sakit semua.." keluh Shu.
'yah, kurasa wajar kalau ada beberapa yang patah..' pikirnya enteng.
'dan lagi..kemana gadis itu?'
"Rei... Kuharap kau tidak melakukan hal bodoh...lagi.."
Shu memejamkan matanya. Mencoba beristirahat sejenak.
------------
Rei menarik napas dalam-dalam, namun tetap saja tercekat. Bayangan itu kembali muncul di depannya,
"Gadis bodoh. Harusnya kau ikut saja denganku."
"Tidak! Tidak! Pergi!" Kata Rei tegas.
"Gadis bodoh. Mungkin kau ingin melihat orang yang kau sayangi itu mati di tanganku?"
Makhluk itu kian mendekat, membuat Rei memejamkan matanya. 'Tidak, ini tidak nyata.' Batinnya berulang kali.
"Tidak. Kau tidak nyata. KAU TIDAK NYATA!"
Ketika membuka matanya, makhluk itu sudah menghilang. Tanpa jejak.
"Syukurlah..." Ia hanya bisa bersandar di dinding dengan lemas.
-------------
Rei berjalan terhuyung-huyung hingga akhirnya sampai di Room U. "Aku berhasil, senpai. Aku mengalahkannya." Ujarnya sambil tersenyum.
"mengalahkan apa?" Shu terheran.
"Makhluk itu..." Rei berjalan mendekati lelaki itu. "Gomen...."
"aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan, tapi..syukurlah" Shu tersenyum senang.
" 'gomen'? Untuk?"
Rei memegang tangan yang sedari tadi tidak digerakkan oleh seniornya itu. "Untuk ini."
"hm? Kenapa dengan tanganku? Itu baik-baik saja.........kuharap" ucapnya pelan di akhir.
Ia menggerakan tangan itu, "kau yakin? Kurasa tangamu terluka cukup parah akibat terjun bebas tadi." Ia menatap tangan itu khawatir.
"tanganku tidak terluka........cuma patah, sepertinya" ia terkekeh pelan.
"Apa yang harus kulakukan...." ia meringis. Ini semua salahnya. Ia memukuli kepalanya.
"kau harus berhenti membuat dirimu bertambah bodoh" ucapnya. Ia menatap gadis itu.
"Bodoh. Bodoh. Bodoh. Rei bodoh." Ia masih saja terus memukuli kepalanya.
"semua juga tau kalau kau bodoh." lanjutnya, "karena itu berhenti menyiksa dirimu sendiri, sebelum bodohmu bertambah parah"
Kali ini ia membenturkan kepalanya ke dinding dengan cukup keras. Namun ia tidak merasakan sakit.
"CLAREIN-SAN!!" Panggil Shu sekali lagi.
Ia masih saja mengabaikan panggilan itu. Ia tidak akan berhenti sampai ia dapat merasakan sakit.
"Rei! Sungguh.. Kalau kau terus seperti itu, kau sama saja melukaiku"
"...." ia mengentikan perbuatannya, "lalu, aku harus bagaimana, sen...apa yang bisa kulakukan...."
"Apa Personamu.. Tidak punya skill pengobatan?" tanyanya.
Ia merasa semakin lemas.
"Ah..." Ia meraih evoker di meja belajarnya lalu menembakkannya ke pelipisnya, "persona! obariyon, dia."
"Bertahanlah, sen..."
"Persona yang aneh..' komentarnya.
Shu hanya mengangguk lemah.
Selesai Obariyon mengobatinya, Shu merasa lebih baik.
"aku sudah lebih baik. Arigatou........Oriyon-san?" Shu agak lupa dengan nama Persona itu.
Ia tertawa pelan, "namanya Obariyon, senpai."
"ah, benar, Obariyon" ia ikut tertawa.
Shu mencoba bangun, mengubah posisinya menjadi duduk. "ah..sudah bisa digerakkan"
"Syukurlah, " ia tersenyum lebar. "Eh- senpai butuh apa? Lapar? Atau...haus? Katakan saja."
"aku? Aku butuh ciumanmu" guraunya.
"Hee...." pipinya memerah mendengar permintaan lelaki itu.
Shu terkekeh pelan melihat reaksi gadis di depannya.
"Bercanda, aku cuma haus"
"A-ah sebentar." Ia berlari ke luar ruangan, menuangkan segelas air dan membawanya kembali ke dalam ruangan. "Ini, senpai."
Shu menerima gelas itu. "arigatou" Ia meminumnya.
"ah, iya, pergelangan tanganmu....bagaimana?"
"Pergelangan....oh ya." Ia mengangkat pergelangan tangannya, "darah masih terus keluar. Sepertinya salah satu uratku putus." Ujarnya lemah.
Shu menghela nafasnya.
"pinjamkan aku evoker, sepertinya punyaku ketinggalan di room"
"Eh- t-tidak apa kok sen. Ini bukan apa-apa." Jawabnya sambil tersenyum, tanpa menyadari wajahnya semakin pucat.
"jangan pura-pura, aku tidak sebodoh dirimu." Ia mengambil Evoker dari tangan Rei.
Ditembakkannya evoker itu ke pelipisnya. "Persona. Anzu, Dia."
Anzu mulai mengobati luka milik gadis itu. Rei hanya menidurkan kepalanya di kasur sementara Anzu mengobati pergelangan tangannya.
Anzu selesai mengobati lengannya. Ia memastikan tidak ada darah atau bekas luka lagi, kemudian menghilang.
"sudah mendingan?" tanya Shu
"Eh- ya. Begitulah." Ia menggerakan tangannya, "ya, ini sudah lebih baik daripada yang tadi."
"syukurlah.."
Shu terdiam sejenak.
"Rei.. Coba ke sini.." ia mengisyaratkan agar gadis itu mendekat.
"Etto...ada apa senpai?" Tanyanya sambil mendekat.
Tiba-tiba ia memeluk gadis itu erat.
"jangan lakukan hal bodoh seperti ini lagi" ucapnya lembut.
"...." ia terdiam, kemudian membalas pelukan itu. "Wakatta, sen."
Shu menarik nafas panjang, ia ingin mengatakan sesuatu, tapi terasa sulit.
'aish.. Cukup katakan saja, kenapa sesulit ini..' rutuknya.
"Aku menyayangimu" ucapnya pelan.
'akhirnya..'
"....." ia hanya bisa mengangguk dan tersenyum. Dirinya terlalu senang saat ini.
Shu ikut tersenyum.
"traumamu akan lorong sudah terobati?" tanyanya khawatir
"Yah, kurasa sudah. " ia mengendikkan bahunya. "Tidak usah khawatir, kau sudah terlalu sering mengkhawatirkanku, senpai."
"karena kau memang mengkhawatirkan" ia menatap Rei lagi.
|
Notes.io is a web-based application for taking notes. You can take your notes and share with others people. If you like taking long notes, notes.io is designed for you. To date, over 8,000,000,000 notes created and continuing...
With notes.io;
- * You can take a note from anywhere and any device with internet connection.
- * You can share the notes in social platforms (YouTube, Facebook, Twitter, instagram etc.).
- * You can quickly share your contents without website, blog and e-mail.
- * You don't need to create any Account to share a note. As you wish you can use quick, easy and best shortened notes with sms, websites, e-mail, or messaging services (WhatsApp, iMessage, Telegram, Signal).
- * Notes.io has fabulous infrastructure design for a short link and allows you to share the note as an easy and understandable link.
Fast: Notes.io is built for speed and performance. You can take a notes quickly and browse your archive.
Easy: Notes.io doesn’t require installation. Just write and share note!
Short: Notes.io’s url just 8 character. You’ll get shorten link of your note when you want to share. (Ex: notes.io/q )
Free: Notes.io works for 12 years and has been free since the day it was started.
You immediately create your first note and start sharing with the ones you wish. If you want to contact us, you can use the following communication channels;
Email: [email protected]
Twitter: http://twitter.com/notesio
Instagram: http://instagram.com/notes.io
Facebook: http://facebook.com/notesio
Regards;
Notes.io Team