NotesWhat is notes.io?

Notes brand slogan

Notes - notes.io

Alih-alih naskah, gue mutusin untuk buat ini jadi cerita. Udah lama juga gue ga nulis wkwk, jadi maklumin aja ya.. Oh ya, gue juga buat di sini kita ketemu, sebagai Hacim dan Cavez tentunya. Tapi gue pikir kalo buatnya dalam bentuk chat.. bakalan aneh gaksih..? Jd ya begini adanya.

Semoga lo ngerti ajalah pes gmn ceritanya, gmn gue bawainnya wkwkwk. Dah ok.

Okey kita mulai aja?

Biasa.

18 Juni 2018

Malam itu harusnya tidak istimewa. Terbukti dengan langkah sang puan di sisi jalanan hanyalah ditemani suara lalu lintas kendaraan yang selalu bising seperti biasa. Terpaan angin pelan menggerakan anak rambutnya. Pandangannya lurus ke depan, acuh dengan sekelilingnya. Semua tampak normal. Sangat tidak istimewa.

Setidaknya keadaan hanyalah sangat biasa dan tidak istimewa hingga senyuman di raut wajah sang puan mengembang. Tangan diulurkan di hadapannya.

“Cavez.” Ujar wira itu.

Entah sang gadis tak tahu dengan apa yang Ia lakukan, atau Ia telah tahu namun mencoba menepisnya dengan keras. . yang pasti, Ia menerima uluran tangan itu dan menjabatnya.

“Hacim.”

Seperti benih bunga dandelion yang diterbangkan oleh tiupan sang empu, di manapun Ia berhenti, di situ Ia akan tumbuh. . Puan dengan sebutan `Hacim` itu, seolah menyambut kedatangan seseorang pengubah dunianya— walaupun hanya sesaat.

——————

Sudut Pandang: Hacim.

Sebelumnya memang hanyalah sebuah pertemuan singkat. Perkenalan yang juga amatlah sederhana. Beberapa hari kemudian, batang hidung sang wira tak lagi kelihatan. Menghilang, ‘kah? Pikirku.

Sempat terpikirkan untuk beberapa saat sebelum akhirnya pun tergantikan dengan hal lain yang memaksaku untuk beralih topik.

——————

24 Juni 2018

Selang berapa waktu, tak ada kelanjutan dari cerita dari dua kelangsungan. Hingga hari selanjutnya tiba— kembali.

Sudut Pandang: Orang ke-tiga.

Pundak sang puan sedikit terangkat begitu sebuah tepukan mendarat padanya. Raut wajahnya berubah menjadi kesal, alih-alih terkejut, dan mendadak saja posenya menjadi siaga.

“Manusia kok, sayanya.” Setidaknya suara yang dikeluarkan dari sang lelaki membuat perempuan itu lega, dan dapat menyeruput minumannya kembali.

“. . Cavez, ‘kan ya?” Tanya Hacim, mencoba menghilangkan kecanggungan.

Senyuman dilontarkan oleh Cavez. “Masih inget nama gue ya? Untung deh.” Hacim sedikit mendengus, “Inget lah. Aneh, soalnya.”

Kerutan muncul di dahi lelaki dengan nama Cavez itu. “Lah, nama lo lebih aneh, mirip bersin. Mendingan juga nama gue.” Lalu dengan seenaknya merebut minuman pesanan Hacim dan meminumnya.

“HEH!” Sontak sang perempuan menjewer telinga daripada lelaki yang mengaku namanya Cavez itu. “Buset, Cim. . Jadi orang pelit amat.”

Meminum kembali minumannya, Hacim memasang raut wajah juteknya. “Biarin. Minuman minuman siapa? Gue, ‘kan? Ya, susu gue dong!”

Geleng-geleng sebentar, lalu Cavez memutuskan untuk menarik paksa telinganya dari jeweran si puan. “Ya udah, iya iya. Judes bener.”

Lalu, laki-laki itu mendudukkan dirinya di hadapan Hacim. “Cim, mau ikut ga?”

“Ikut apaan?”

“Biasa, ngebangun.”

“Hah? Bangun apaan?”

“Bangun hubungan.” Cengiran lebar yang dilemparkan dari Cavez membuat Hacim hampir menyemburkan minumannya. Namun perempuan itu tak memungkiri bahwa sudut bibirnya pun ikut terangkat. “Temenan?”

Lelaki itu mengangkat bahunya, dan memiringkan kepalanya. “Ya boleh, temenan.”

Sontak manik Hacim menatap lurus ke mata lawannya. Cukup lama sebelum senyuman manis diajukan sebagai balasan.

“Okay fix! Cavez, Hacim, temenan mulai dari—“ Ia melirik arlojinya, “—18 Juni 2018.”

——————

Sama dalam banyak hal. Mirip dalam banyak segi ketertarikan. Selera yang sama. Seakan ditakdirkan oleh sang fortuna bagi mereka untuk menjalankan sebuah kisah.

Hari itu masih sama. Masih di kafe. Tapi pertemuan selanjutnya. Janji yang diucapkan sebagai teman itu tak pudar.

Pandangan Hacim larut untuk beberapa saat, menatapi lelaki yang ada di hadapannya itu sedang sibuk menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Menyadarinya, “Kenapa lu, Cim? Aneh ya gue?” Cepat-cepat Ia mengelap sudut bibirnya.

Senyuman Hacim menepis pertanyaannya. “Enggak, lucu aja ngeliat lo Pes. Ditambah, gue agak gak nyangka bisa temenan sama lo.”

“Hah? Maksudnya gimana dah?” Perempuan itu terkekeh mendengarnya.

“Lo tuh kebayang gak ya..”

Perempuan itu menunjukkan isi ponselnya. “Dari awal kita ketemu, kalo bukan lo yang mokal buat bilang bangun hubungan.. lo siapa sih pes? Kenal juga ga mungkin gue.”

Cavez, diam, namun masih mencoba meraih minumannya. “Berani ya berarti gua? Macem pangeran berkuda putih.” cengirnya.

“Alah pes, udahlah. Bodo amat.” Ia memutar bola matanya.

Tiba-tiba saja jam tangannya berbunyi, menandakan sesuatu yang biasa Ia tunggu-tunggu. “Pes... udah jam 12 malem.” Ia menoleh ke arah Cavez, lalu memberikan cengirannya, seolah membalas hal yang lelaki itu lakukan sebelumnya. Lelaki itu bersiap untuk beranjak dari tempatnya, “Pulang?”

Geleng-geleng, “Happy tengah maleem!” Gelak tawanya terdengar. Biarlah sang tuan yang menatapnya dengan aneh terus-terusan. “Maaf, gue suka aja dengan tengah malem.”

Jeda sejenak dengan ucapannya.

“Pertama kalinya gue rela setidaknya ngeluangin waktu sampe tengah malem cuman ngobrol, dengan lo.”

———

Benda itu berbunyi, mengeluarkan nada dering dari grup perempuan kesukaannya. Dirinya ikut bersenandung dalam mimpi, sebelum tiba-tiba saja Ia merasa seperti batu menimpa kepalanya.

Hal selanjutnya yang Ia lihat adalah layar ponselnya yang menyala dengan tulisan ` Hacim ` di sana.

“Halo ke—“

“BANGUN, KEBO!! TEMENIN GUE BELANJA CEPET!! Lima menit ga jemput gue jotos kepala lo,”

Sontak tubuh lelaki itu segera beranjak dari kasurnya, mengambil handuk dengan tergopoh-gopoh dan menuju kamar mandinya. “Iyaiya dah, tunggu napa?!”

———

Sampai di salah satu pusat perbelanjaan, akhirnya Hacim berhasil mengikut sertakan Cavez terhadap kegiatan berbelanjanya kali ini.

Maniknya menyapu pandangan swalayan di depannya. Ia lalu menarik lengan Cavez, menyisakan raut kebingungan di wajah lelaki itu. “Hah?”

“Ya, ayo, gerak! Cari makanan.” Gerutu Hacim.

Hal-hal yang ada dalam diri Cavez sebenarnya sangat menyenangkan. Hacim akui tentang satu itu. Walaupun begitu, puan itu tak dapat memungkiri bahwa ada sifat lelaki itu yang membuatnya jengah setengah mati. Keterlambatannya dalam merespon ituloh, baik dalam gerak maupun tutur kata.

Cavez menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, “Ini yang lo sebut belanjaan?” Menatap Hacim yang sedang memasukkan berbagai camilan dan minuman ringan ke dalam keranjangnya. Anggukan singkat sebagai jawaban gadis itu.

Setelah hampir memenuhi keranjang belanjaan, Hacim menariknya lagi menuju kasir. “Udah?”

Mata Hacim melirik Cavez, “Udah.”

“Hah? Masa?” Cavez memutar balikkan tubuhnya, menatap luasnya swalayan itu. “Cuman camilan? Serius lo?”

Puan itu memutar bola matanya. “Iya gue serius, bacot ah!”

“Ka— maksud gue, buat apa, Cim? Yailah itu banyak banget, lo mau hibernasi?”

“Iya.” Mata Cavez hampir keluar dari tempatnya, mendengar jawaban Hacim yang berbanding terbalik dengan apa yang diharapaknnya. “—dan gue ngajak lo. Oke? Biar habis nih semua.”

Hampir tersedak ludah sendiri, tapi Cavez tidak mengeluarkan suara protesnya akibat belanjaan yang telah dibayar terlebih dahulu.

“Yok. Tempat gue ya.”

———

Sofa yang telah ditata dengan di hadapannya terdapat televisi yang cukup lebar, serta beberapa bantal pun tersedia.

“Gak usah heran lo.” Pukulan di belakang kepala Cavez terasa begitu suara Hacim terdengar.

Perempuan itu mengeluarkan semua camilan yang tadi mereka beli, lalu menyamankan dirinya di sofa. Cavez mengikutinya, mengambil tempat di sebelah Hacim yang kini sibuk menyetel tontonan.

“Nonton apaan?”

“Waktu itu janjiannya apaan?”

“Hah?” Cavez mencoba memutar ingatannya.

Terkekeh, “Lupa kan lo? Pasti lo lupa juga pernah gue ajak nonton.” Ucap Hacim. Akhirnya, layar itu menampilkan sebuah film komedi untuk seluruh kalangan usia.

“Memangnya pernah ya?” Tangan Cavez beranjak mencomot camilan yang sudah dibuka. “Masa gue lupa ya..”

“Lo kan pikunan, gak heran lagi jadinya gue.” Sahut si puan sambil tetap memakan makanannya.

Hening sempat menyambut mereka berdua karena terlalu sibuk menonton film yang sedang ditayangkan. Namun, canda dan tawa mulai terdengar kemudian ketika lelucon mulai dilayangkan. Seiring tawa yang mulai menyusut, tiba-tiba Cavez memiringkan tubuhnya hingga menatap ke arah Hacim.

“Cim, gue ada tebakan. Tebak ya?”

“Oke, easy. Pinter gue tebakan.”

Membuat gestur dengan jarinya, “Tikus, tikus apa yang kakinya dua?”

Mikir sebentar. Keningnya mengerut, “Curut?” lirihnya. Gelengan keras sebagai jawaban diberikan Cavez. “Alah, ngaku aja pinter lo! Curut apaan kaki dua?”

“Lah? Bukan?” Hacim mendengus. Sebenarnya tebakan ini jauh dari tebakan yang Ia ekspektasikan. Buat apa Ia memutar kepalanya untuk mencari— “Aha! Gue tau.”

Cavez menaikkan satu alisnya, seakan mengatakan coba, apa?.

“Jerry?! Ya kan?!” Suara Hacim naik satu oktaf, saking semangatnya berhasil menebak.

Tapi, reaksi Cavez berbeda. “Ah lo mah! Kok Jerry sih.. Harusnya Mickey Mouse!”

Hacim mengindikkan bahunya, “Mana gue tau. Yang penting Jerry dua juga!” Keukeuhnya.

“Yaudah, next ya. Bebek, bebek apa yang kakinya dua?”

Sontak kepalanya otomatis berpikir akan kartun bebek. “Donald Bebek? Terlalu easy lo buat gue,”

Cavez geleng-geleng disertai tepukan keras, tawanya tertahan. “Bebek ya pasti kakinya dua, lah!”

Butuh waktu hampir satu menit membuat Hacim sadar. “LAH.. iya juga ya..” Sedangkan tawa dari lelaki itu masih terdengar keras.

“Curang lo, Pes!” Dengan cepat, Hacim memberikan sebuah timpukan tanda sayang di wajah Cavez hingga lelaki itu terguling dan terjatuh dari sofa. “Rasain tuh, kutu kudanil!!” Cemoohnya.



———

XX Juni 2018

“Cim.” Kepala puan itu menoleh, bahunya sedikit terangkat seakan bertanya ‘ ada apa? ‘.

“Berapa lama ini kenal gue, gue gimana?”

Sontak sang perempuan menjauhkan minuman dari bibirnya, lalu mengambil pose seolah sedang berpikir keras. “Susah dijelasin, ntar lo nya ngambek.”

Alis Cavez bertautan. “Mana ada gua ngambek, elah.”

“Lo kalo ngambek ketara, bodoh.”

“Masa iya?” Laki-laki itu kemudian menggaruk tengkuknya yang jelas tidak gatal.

Hacim menghela napasnya. Sebelum Ia dapat menyeruput kembali minumannya, suara dari ponselnya terdengar. Senyum tipis sempat mewarnai bibir sang perempuan membuat sosok lain di hari itu berupaya mengembalikan atensinya.

“Siapa tuh? Cowo lu?”

Hacim tergelak mendengarnya, “Biasa. Orang pendekatan, kayanya. Ga penting-penting amat.”

“Alah, pelet dikit juga suka kali lo,”

Pukulan keras mendarat di kepala Cavez. “Wenak aja! Gue timpuk lo ya!”

Tawa terdengar. Senyuman kian mengembang. Rasanya si puan hendak menutup hati untuk sosok di luar sana yang menunggu jawabannya, sebutlah Ia bagai makhluk paling bodoh karena pada akhirnya tetap menerima perhatian dari tuan lainnya.

———

Hari sebelum menerima.

Baru selang beberapa detik setelah Cavez menyeruput seluruh isi minuman yang baru saja dipesan Hacim.

“Pes, gue rasanya mau nobatin lo. Pake banget.” Gumam Hacim, dengan sorot matanya yang terus-terusan menatap ke arah tingkah konyol Cavez.

Seumur hidupnya, manusia yang paling konyol adalah Cavez. Itupun kalau Cavez masih tergolong sebagai manusia, eh?.

Tuan itu menoleh, “Hah? Kenapa lo? Marah?” Menaruh cangkir minum tersebut, “Yaudah, gue pesen lagi ya.”

“Bukan.”

Gerakan terhenti sesaat.

“LO JAHAT BANGET GILA. Ngantrinya lama pes, eh lo maen minum aje!” Jambakan diterima oleh Cavez.

“Sukurin lo! Gue nobatin, MANUSIA TERJAHAT 2018.”

Hacim kira Cavez saja sudah aneh. Namun rupanya, Cavez dan tingkah serta responnya itu terlampau lebih aneh lagi..

Gelak tawa yang berat lagi-lagi terdengar, menyisakan raut wajah bingung Hacim. “Ni anak gila kali ya, malah ketawa.”

“Gapapa, nobatin aja gua jadi yang paling jahat. Sekalian yang paling lo benci ya, biar sama dengan tersayang.” Cengirnya.

Rasanya puan yang ada di hadapannya itu ingin menceburkan diri di Sungai Han yang sangat terkenal di Korea Selatan.

“Bodo amat, Pes! Sinting kali ya, terbenci sama tersayang tuh tolak belakang.”

Perlahan tapi pasti, namun tanpa disadari, senyum jenaka yang awalnya terlukis pun memudar.

Sama seperti rasa.

Yang awalnya tak puan sadari,

Bahwa akan disesalkan nantinya.

———

Hari diterima.

Sederhana. Bahkan, terlampau sederhana. Jikalau puan itu gali sedalam apapun ingatannya, Ia tak akan menemukan secercah memoripun akan dirinya yang menerima pengakuan cinta dengan cara yang terlampau romantis atau rumit. Hanya dengan beberapa kata, namun selalu Ia terima. Pengalaman membangun karakter seseorang, ya ‘kan?— setidaknya itu yang ada dalam pikirannya.
     
 
what is notes.io
 

Notes.io is a web-based application for taking notes. You can take your notes and share with others people. If you like taking long notes, notes.io is designed for you. To date, over 8,000,000,000 notes created and continuing...

With notes.io;

  • * You can take a note from anywhere and any device with internet connection.
  • * You can share the notes in social platforms (YouTube, Facebook, Twitter, instagram etc.).
  • * You can quickly share your contents without website, blog and e-mail.
  • * You don't need to create any Account to share a note. As you wish you can use quick, easy and best shortened notes with sms, websites, e-mail, or messaging services (WhatsApp, iMessage, Telegram, Signal).
  • * Notes.io has fabulous infrastructure design for a short link and allows you to share the note as an easy and understandable link.

Fast: Notes.io is built for speed and performance. You can take a notes quickly and browse your archive.

Easy: Notes.io doesn’t require installation. Just write and share note!

Short: Notes.io’s url just 8 character. You’ll get shorten link of your note when you want to share. (Ex: notes.io/q )

Free: Notes.io works for 12 years and has been free since the day it was started.


You immediately create your first note and start sharing with the ones you wish. If you want to contact us, you can use the following communication channels;


Email: [email protected]

Twitter: http://twitter.com/notesio

Instagram: http://instagram.com/notes.io

Facebook: http://facebook.com/notesio



Regards;
Notes.io Team

     
 
Shortened Note Link
 
 
Looding Image
 
     
 
Long File
 
 

For written notes was greater than 18KB Unable to shorten.

To be smaller than 18KB, please organize your notes, or sign in.