Notes

Tibalah kita di masa dimana tanggal kematian dapat terlihat di leher kita. Namun kita sendiri tidak bisa melihatnya, dan orang lain pun tidak boleh memberitahukan kepada kita.

Aku terbangun karena Nigou yang sepertinya telah kelaparan terus-terusan menggonggong. "Baiklah. Aku bangun sekarang."

Aku beranjak dari tempat tidur dan keluar dari kamar. Ada Kak Chihiro yang sedang menonton TV. "Momoi, kau ingin ke dapur kan? Sekalian ambilkan aku susu ya."

"Iya." Jawabku singkat.

"Tunggu." Tiba-tiba Kak Chihiro berdiri dan memandangi leherku. "Masuklah ke kamarmu sekarang!" Teriaknya.

Aku yang takut sekaligus heran mengikuti perintah. Dari dalam kamar aku mendengar kakak menelepon Ayah dan Ibu juga teman baik kakak, Kak Kuroko. Apa yang sebenarnya terjadi?

Beberapa menit kemudian aku mendengar suara Ayah, Ibu dan Kak Kuroko. Tidak lama setelah itu Ayah membuka pintu kamarku. Dari dalam kamar aku melihat Ibu berlinangan air mata. Sambil berjalan keluar kamar aku meraba bagian leher dimana tanggal kematianku tertulis.

Ibu berdiri dan memelukku. Diikuti Ayah dan Kak Chihiro. Kak Kuroko berjalan ke arah ruangan tempat Mesin Mimpi Terakhir berada.

Kak Chihiro dan ayah ikut menangis, tapi aku tidak mampu menangis. Aku tidak ingin mereka bertambah sedih. Aku juga tidak yakin apa yang aku rasakan saat ini.

Apa itu Mesin Mimpi Terakhir? Di masa ini ada sebuah mesin yang dapat digunakan untuk membuat mimpi seseorang yang akan menjemput ajal menggapai impian terakhirnya.

Terdengar suara mesin dari dalam ruangan, "Mesin telah siap. Silahkan tempelkan alat di kepala pemimpi."

"Kalian akan terus menemaniku sampai aku pergi kan?" tanyaku sambil beranjak dari tempat dudukku, diikuti oleh Ayah, iIu dan Ka Chihiro. Kami memasuki ruangan yang sedikit berdebu karena memang sangat jarang dibersihkan. Kami disambut oleh cahaya layar virtual.

"Kamu sudah siap?" tanya Kak Kuroko.

Aku mengangguk. Aku memandangi keluargaku satu per satu. Aku memeluk mereka dengan erat untuk mungkin yang terakhir kalinya. Sangat berat rasanya melepaskan pelukan mereka. Ibu menangis lagi di pelukan ayah. Aku berjalan ke arah tempat tidur. Aku berhenti sejenak untuk berjabat tangan dengan Kak Kuroko. Tiba-tiba Nigou menggonggong dan berlari ke arahku. Aku menggendongnya.

Kembali aku berjalan ke arah tempat tidur. Kak Chihiro menghampiriku dan membantuku memasang alat di kepalaku. Aku menaruh Nigou di pangkuanku dan berbaring.

"Bila kau sudah siap, pejamkan matamu dan mulailah pikirkan impian terakhirmu." Kata Kak Kuroko.

Aku memandang kakakku, lalu memandang Ibu yang masih menangis di pelukan Ayah. Aku melambai kepada mereka. Aku mengelus kepala Nigou lalu mulai memejamkan mata.

Di dalam kepalaku aku membayangkan menikah dengan Do Kyungsoo oppa.