Notes

-- WANITA DIBALIK SEBUAH LUKA --

"Alan, ayo bangun!"
"Cepat! Bangun atau ayah tinggal?!"
Kalimat yang sudah menjadi rutinitas itu berkumandang lagi ditelinga pria berusia 19 tahun yang sedang terlelap pulas tersebut. Alan, begitulah biasa ia dipanggil, bangun perlahan sambil menggerutu dan berjalan ke kamar mandi. Kehidupan yang dijalaninya tanpa sosok seorang ibu membuat ia dekat dengan satu-satunya keluarga yang dimilikinya saat ini, ayahnya. Sepuluh menit kemudian ia sudah siap dengan ransel lengkap di bahunya sambil duduk menikmati sarapan bersama pria paruh baya yang adalah ayahnya.
"Sarapan yang lezat, Dad" cengirnya sambil menggigit besar roti lapis daging dihadapannya
"Berhenti memuji dan segera habiskan sarapanmu! Ayah tak punya banyak waktu untuk berbasa basi. Hari ini ayah ada rapat. Kau mau diantar kemana?" tanya ayahnya
"Sebenarnya aku ingin sekali rumah sakit seperti yang terjadwalkan, dad. Hanya saja..." kalimatnya terputus membuat ayanya yang setenga jalan menyeruput kopi menatapnya dengan pandangan bertanya.
"Mau kemana? Apa gerangan yang membuatmu sampai membatalkan, kau tahu, hal sepenting itu?"
Alan hanya memberikan senyuman misterius sambil melanjutkan menghabiskan sarapannya, menyisakan tanda tanya didalam benak ayahnya

***

Sejam kemudian terlihat seorang pemuda dan anak kecil sedang duduk asyik ditepi kolam sambil melempar remah-remah roti dan langsung ditangkap oleh gerombolan ikan
"Kau menepati janjimu! Aku senang sekali" anak kecil itu memulai percakapan sambil tersenyum cerah ke arah pemuda disampingnya
Pemuda itu membalas senyumannya sambil mengacak poni anak cilik itu dengan gemas "Ayolah. Mana bisa aku mengingkari janji yang sudah kubuat dengan putri kecil ini"
"Kau baik sekali, Alan" Anak itu bersungguh-sungguh menatapnya "Aku berharap aku memiliki kakak sepertimu"
"Hey, Clary. Aku ini kakakmu dan kau harus tahu itu. Mengerti?" ujar Alan
"Aku tahu. Kau sudah kuanggap seperti kakakku. Hanya saja, kau tahu, kita bukan saudara kandung" sahut clary dengan lirih
"Berhenti berpikiran konyol seperti itu" Alan mendadak gusar ketika disorodkan pernyataan seperti itu oleh seorang anak kecil berusia 9 tahun disampingnya. Dipandanginya ikan-ikan di kolam sambil memikirkan sesuatu. Lama setelahnya, mungkin 5 menit mereka duduk dalam diam.
"Bagaimana kalau kau kutraktir makan Ice cream sebelum kau dijemput oleh ibumu?" usul alan disambut dengan wajah ceria clary
"Tentu saja aku mau. Belikan yang banyak ya" ujarnya sambil berdiri dan mengulurkan tangannya kepada pemuda tersebut. Berdua, mereka meninggalkan kolam tersebut, menyisakan gerombolan ikan yang berenang dengan malas dan perut yang penuh.

***

"Terlambat lagi, Alan"
Alan yang berlari masuk kedalam ruangan kecil bertirai putih itu duduk sambil mengatur napasnya "Maafkan aku. Aku terlambat karna errrrr biasa. Terlambat bangun"
"Ayahmu tadi menelpon kesini, mengatakan bahwa kau mungkin akan telat 10 menit. Dan ternyata kau telat sejam. Bisa kau jelaskan?"
"Sayangnya tidak, Nona. Tapi bersyukurlah karna aku tiba disini dengan selamat. Lebih baik telat daripada tidak sama sekali kan?"
"Ah selalu saja banyak alasan"
"Ayolah, aku jauh-jauh kesini tidak untuk mendengarkan ocehanmu. Bisa kita mulai? Aku masih harus menyelesaikan beberapa urusan lagi" gerutu alan sambil berdiri dan mondar mandir berjalan didalam ruangan sempit itu.
"Baiklah. Kau suda tahu kan apa yang harus dilakukan"
"Aku tahu. Sangat tahu. Setengah dari hidupku saat ini sudah terbiasa melakukan hal ini" ia nyengir diiringi gerutu wanita dihapadannya, mengatakan bahwa berhenti berbicara akan mempercepat apa yang akan mereka lakukan

***