NotesWhat is notes.io?

Notes brand slogan

Notes - notes.io

Dompet

“Slurp” segelas penuh jus jeruk habis diteguknya, lelaki itu hendak meninggalkan kantin ketika melihat sosok gadis yang ia cari-cari.
“Four, ayo!” Ajak Ten sang kapten basket.
“Kalian duluan saja.”
“Apa ada masalah?” Max terlihat khawatir.
“Tidak, tidak. Aku akan segera menyusul.”
“Baiklah.” Balas Max yang diikuti anggukan kecil Ten.
Setelah memastikan kedua temannya itu cukup jauh, Four meraih sesuatu dari saku celananya. Ia menatap gadis berambut coklat panjang itu dengan seksama, lalu mencocokkannya dengan foto yang ada pada benda yang dipegangnya. Lalu, ia kembali mengarahkan pandangannya ke arah gadis yang berjarak sekitar 3 meter di hadapannya. Namun, ia terkejut ketika pandangan mereka bertemu. Gadis itu terlihat bingung namun sedetik kemudian ia tersenyum. Four yang mulai salah tingkah karena tertangkap basah pun membalas senyuman itu sebelum akhirnya ia memutuskan untuk melangkah.
“Queena Jane Marie Rosalind Fransisque?” Four melafalkan nama rumit nan panjang itu dengan lancar.
“Apa kau baru saja menyebut nama lengkapku?” mata gadis itu membulat, membuat warna coklatnya semakin nampak.
“Ternyata benar.” Four bernapas lega.
“Bukankah kau..Four?” Lilith menyela percakapan mereka.
Four mengangguk. “Boleh aku duduk di sini?”
“Tentu.” Jawab Lilith dengan riang.
“Kau mengenalnya?” Tanya Queen pada sahabatnya itu.
“Kau tidak mengenalnya?” Lilith kembali bertanya.
“Apa itu harus?”
“Kau serius?”
“Apa aku terlihat sedang bercanda?”
Four menutup matanya sejenak sambil menghembuskan napas, frustasi, “hei nona-nona, bisakah salah satu dari kalian menjawab pertanyaan dari lawan bicara?”
Queen dan Lilith hanya menatapnya tidak mengerti.
“Ngomong-ngomong, apa yang kau lakukan di sini?” Lilith terlihat antusias.
“Kalian tidak tahu?”
Queen dan Lilith menggeleng bersamaan.
“Tim basket sekolah kami akan melakukan uji coba dengan tim basket kalian untuk turnamen bulan depan.”
“Jason benar-benar tidak punya perasaan. Dia selalu merahasiakan hal-hal seperti ini dari kami semua.”
“Tunggu..tunggu!” Queen akhirnya angkat bicara, “apa hanya aku yang tidak mengerti dengan situasi ini?”
Four meletakkan sesuatu di atas meja dan mendorongnya ke depan Queen. “Sepertinya kau menjatuhkannya.”
“KTP ku! Ini ada di dalam dompetku. Bagaimana kau bisa..”
“Apa kau berpikir aku akan membawa dompet sebesar itu ke mana-mana?”
“Bagaimana bisa kau tidak sadar kalau dompetmu hilang? Berterima kasihlah akrena aku mentraktirmu hari ini, jadi kau tidak harus menanggung malu karena tidak punya uang.” Lilith menggeleng-gelengkan kepalanya
“Kupikir ada di tasku.” Queen menggaruk kepalanya ang tidak gatal. “Lalu, di mana dompetku?” tanyanya pada Four.
“Ikut aku!” Four segera bangkit dan berjalan menuju lapangan.”
Tanpa pikir panjang, Queen dan Lilith mengikutinya.
Saat itu, Queen baru melihat nama dan nomor punggung lelaki itu. Akashi Four. Ia merasa aneh saat mengucapkan 2 kata itu dalam hatinya. Nama yang melekat di punggung yang-entah mengapa- membuat mata gadis itu tidak bosan memandangnya.
Tiba-tiba.. “Bruk!”
“Aw!” Queen memegangi keningnya.
Four yang merasa sesuatu menabraknya, segera membalik badan. “Kau tidak apa-apa?”
“Mengapa kau berhenti tiba-tiba seperti itu.” Queen mengusap keningnya sambil meringis kesakitan.
“Maaf. Biar kulihat.” Four menyelipkan rambut Queen ke belakang telinga gadis itu untuk bisa memastikan keadaan keningnya.
“Apa yang kau lakukan?” Queen terlihat tidak nyaman.
“Sedikit memerah.” Four menampakkan wajah bersalah.
“Aku tidak apa-apa. Sekarang kembalikan dompetku.”
“Four!” Ten melambai dari tengah lapangan.
“Akan kukembalikan setelah kami selesai. Jangan ke mana-mana.!
“Apa?!”
“Aku janji.” Four segera berlari untuk bergabung dengan timnya.
“Hei! Akashi!”
Four menghentikan langkahnya. Ia membalikkan badan.
“Kembalikan dompetku sekarang juga. Aku tidak punya banyak waktu.”
“Kau memanggilku apa tadi? Akashi?” Four perlahan mendekat .
“Yah, namamu kan..”
“Mengapa kau memanggilku seperti itu? Bukankah kau dengar sendiri? Orang-orang memanggilku Four, bahkan temanmu tahu itu.”
Lilith hanya mengangguk cepat, ia sedikit ketakutan melihat aura Four yang tiba-tiba berubah menakutkan.
Queen pun jadi kaku.
“Four!” suara Ten kembali terdengar.
Namun Four tidak mempedulikannya, ia hanya mentap gadis di hadapannya.
“Pergilah, Four. Aku akan menunggu di sini.” Queen akhirnya mengalah.
“Panggil aku seperti tadi.”
Queen tampak ragu, “A..Akashi.”
Four tersenyum tipis, membuat jantung gadis yang sedari tadi salah tingkah itu berdetak tak karuan. Setelah sekian lama, akhirnya ada orang yang berani memanggilnya Akashi, bukan Four. Biasanya ia akan marah jika mendengar nama itu, minimal ia menatap sinis kepada orang yang menyebutnya. Satu-satunya yang boleh menyebut nama itu hanyalah Mika, seseorang di masa lalunya. Namun kali ini, entah mengapa ia membiarkan nama itu terucap dari bibir Queen, gadis asing yang ceroboh menjatuhkan dompetnya tanpa ia sadari, gadis polos yang mengatakan apapun di kepalanya tanpa peduli konsekuensinya.
“Unbelievable.” Ujar Lilith yang akhirnya bisa bersuara setelah dibuat speechless oleh serangkaian kejadian langka tadi.
“Memangnya ada apa dengan nama Akashi?” Queen penasaran.
Lilith melotot, “kau..apa kau ini alien? Mengapa kau tidak tahu sama sekli tentang Four? Bahkan kau tidak kenal siapa dia.”
“Dia bukan Michael Jordan.” Queen mengedikkan bahu.
Lilith menghela napas tidak percaya, “jadi begini......”
Sementara para siswi yang mengelilingi lapangan basket bersorak kegirangan –termasuk Lilith-, Queen hanya duduk diam di barisan bangku tengah. Memorinya kembali mengulang kejadian sejak di kantin hingga beberapa menit lalu. Lelaki yang baru ia kenalnya hari ini..tidak! Mereka bahkan belum saling kenal, tapi lelaki itu sudah menarik perhatiannya.
“Orang aneh.” Gumamnya pada diri sendiri sambil mengikuti pergerakan pemain bernomor punggung 11 itu.
Permainan berakhir dengan skor 28-27. Komentar baik dan buruk terdengar di sana sini, bercampur dengan atmosfir lapangan yang semakin panas. Namun, Queen masih tetap tenang menatap sosok yang sedetik kemudian menoleh kepadanya dan tersenyum.
“Senyum itu lagi..” Ia membatin.
Queen berjalan menghampiri Four yang sedang membasuh keringatnya. Ia berjalan sangat pelan karena gadis-gadis lain masih sibuk mengambil gambar para pemain yang bermandi keringat di bibir lapangan.
“Apa mereka mengosongkan memory card mereka hanya untuk ini semua?” Queen tertawa kecil.
“Kau di sini rupanya.” Four tiba-tiba berdiri di hadapan Queen.
“Astaga! Kau mengagetkanku saja!” Queen tersentak.
Four menyodorkan sebuah dompet merah muda. “Coba periksa, apa ada yang hilang?”
Queen segera melakukannya. “Tidak ada.”
“Syukurlah.”
“Em..Terima kasih.”
“Hm?”
“Kau menemukan dompetku dan mengembalikannya dalam keadaan utuh. Aku tidak tahu apa yang terjadi jika orang lain yang menemukannya.”
“Itu saja?”
“Eh?”
“Kalau kau benar-benar mau berterima kasih, kau harus melakukan sesuatu untukku.”
“Apa? Jadi kau melakukan ini dengan mengharap imbalan?”
“Bukan begitu. Aku..”
“Hanya bercanda.” Queen tertawa ringan, “katakan saja! Tapi aku hanya akan melakukannya jika itu hal yang masuk akal. If you know what I mean.”
“Aku akan mengantarmu pulang hari ini. Jadi yang harus kau lakukan hanyalah menungguku. Apa itu termasuk yang masuk akal?”
Queen terdiam sejenak. “Kupikir kau ingin aku mentraktirmu makan atau hal semacamnya.”
Four tertawa, “apa aku terlihat rakus bagimu?”
“Hm..baiklah. Tapi jangan membuatku menunggu terlalu lama.”
Di depan sekolah sudah tampak sosok Four yang bersandar di mobilnya dengan kedua tangannya terlipat di depan dada. Queen yang melihatnya pun segera berlari menghampiri.
“Sampai ketemu, Lith!” Queen melambai.
“Hm! Jangan macam-macam ya! Langsung pulang ke rumaaaah!” Lilith membalasnya dengan berteriak lalu tertawa geli.
Queen hanya mencibir tidak jelas. “Hai.” Sapanya setelah tepat berada di depan Four.
“’Jangan membuatku menunggu terlalu lama’?” kedua alis lelaki jangkung itu terangkat.
“Hm.. itu.. aku tidak kau kalau kau pulang lebih awal.” Queen memaksakan tawanya. “Maaf.”
“Sudahlah, ayo!”
Beberapa menit perjalanan mereka hanya diam, kemudian Four menanyakan tentang kening Queen. Tentu saja sudah tidak sakit, itu hanya benturan kecil. Lalu menanyakan alamat rumah Quen. Dan kembali hanya lantunan musik yang terdengar.
“Boleh aku bertanya sesuatu?” Queen akhirnya memulai.
“Hm. Mau tanya apa?” Four meliriknya sekilas.
“Aku sudah dengar tentang namamu dari Lilith.” Queen sangat berhati-hati mengucapkan kata-perkata, untuk mencegah hal yang tidak diinginkan.
“Jadi namanya Lilith, temanmu yang tadi kan?” tanpa diduga Four merespon dengan santai.
“I..iya, namanya Lilith.”
“I see. Lalu?”
Queen menarik napas, lalu membuangnya dengan pelan. “Aku tidak mengerti, ada apa dengan nama depanmu?”
“Sebut saja, aku tidak akan memakanmu.” Four tertawa melihat tingkah gadis di sampingnya itu.
Queen hanya diam.
“Mengapa kau memanggilku seperti itu? Aku yakin kau punya alasan lain.” Kali ini Four serius.
“Aku suka nama itu.”
“Apa?”
“Maksudku..namamu bagus. Akashi Four, namamu bagus. Tapi aku lebih suka menyebut Akashi daripada Four. Jangan tanyakan alasannya, karena aku juga tidak tahu.”
“Ada lagi?”
“Eh? Tidak. Itu saja.”
“Akashi..” Four mulai bercerita, “Mika sangat menyukai nama itu. Dia bisa menyebutnya lebih dari 20 kali dalam sehari.”
Queen mendengarkan.
“Aku sangat senang setiap kali dia menyebut nama itu. Sangat manis, menggemaskan.” Four tersenyum, namun terliha menyedihkan.
“Tapi 2 tahun lalu, terjadi kecelakaan.” Four menghela napas berat, “saat itu aku mengantarnya ke sekolah. Tapi aku terburu-buru karena sudah kesiangan, lalu tiba-tiba aku menghantam sebuah truk. Aku selamat, sedangkan Mika..dia meninggal di tempat.”
Queen mulai menegang mendengar cerita itu. “Maaf..aku tidak tahu.”
“Hm.” Four mengangguk. “Kata terakhir yang dia ucapkan saat itu adalah..Akashi.”
“Bahkan di saat-saat terakhirnya, dia masih sempat menyebut namamu. Oleh karena itu, kau tidak suka ada orang lain yang memanggilmu Akashi, karena akan mengingatkanmu pada Mika.” Queen mulai menyimpulkannya sendiri karena tidak tahan mendengar Four semakin menggali masa lalunya.
Four mengangguk pelan.
“Aku mengerti, tapi kau tidak boleh terus-terusan menyalahkan dirimu sendiri. Kau tahu, itu sebuah kecelakaan.”
“Tapi aku yang mengemudi, aku yang menabrak truk itu.”
“Dan kau tidak sengaja melakukannya.”
Keadaan semakin tegang.
“Maaf..aku tidak bermaksud ikut campur soal masa lalumu.”
“Tidak apa-apa. Tapi aku tidak mengerti.”
“Soal apa?”
“Untuk pertama kalinya, aku merasa senang mendengar orang lain menyebut nama itu.”
Jantung Queen mulai tak bersahabat.
“Benarkah?”
Four mengangguk, “kau juga orang asing pertama yang membuatku menceritakan masa laluku.”
Queen tidak tahu harus berkata apa lagi.
“Queen..”
“Hm?”
“Bisakah kau tetap memanggilku Akashi?”
“Kenapa?”
“Kau benar. Aku tidak boleh terus-terusan menyalahkan diriku sendiri. Tapi hal itu sangat sulit, kupikir mungkin kau bisa membantuku perlahan-lahan terbiasa dengan nama itu.”
“Baiklah..Akashi.”
Sejak saat itu mereka menjadi semakin dekat. Four dengan senang hati menjemput Queen setiap pulang sekolah. Queen sendiri tidak keberatan, meski ia tahu bahwa ia harus memendam perasaannya yang mulai tumbuh. karena ia sadar, sampai kapanpun dirinya tidak akan bisa menggantikan posisi Mika, meski mereka memanggil Four dengan sebutan yang sama.
Namun seusai turnamen, Four tiba-tiba menghilang. Sudah seminggu ia tidak bisa dihubungi, ponselnya tidak aktif. Ia juga tidak pernah lagi datang menjemput Queen, membuat gadis itu berpikir macam-macam.
“Belum ada kabar?” Lilith khawatir melihat sahabatnya tidak fous belajar akhir-akhir ini.
Queen mengangguk lemas. “Apa dia sudah bosan denganku? Atau mungkin dia sudah tahu tentang perasaanku. Tapi dia tidak punya perasaan yang sama terhadapku. Jadi dia memutuskan untuk menjauh saja. Apa ini artinya aku dicampakkan?”
“Hentikan, Queen.”
“Apa dia sakit?”
“Aku juga tidak tahu. Bahkan para penggemar Four, mereka hanya tahu bahwa Four sedang berlibur ke Amerika. Itu saja.”
“Apa aku harus menunggu?”
“Menurutmu?”
Setiap hari Queen mencoba menghubungi Four, namun jawaban yang ia terima lagi-lagi dari operator. Hingga akhirnya suatu hari Ten mengunjungi rumahnya. Ia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dengan Four. Lelaki itu mengalami kecelakaan saat mengunjungi orang tuanya di Amerika dan sempat koma selama 2 hari. Namun Ten dan teman-temannya merahasiakan hal ini. Mereka tidak ingin para penggemar Four menggila.
“Sekarang dia sudah ada di rumahnya. Tapi dia masih belum pulih 100%. Dia ingin bertemu denganmu.”
“Benarkah? Aku pikir..”
“Maaf. Aku tahu seharusnya kami mengabarimu secepatnya, tapi kami tidak ingin salah melangkah.”
“Bisakah aku bertemu dengannya sekarang?”
Ten mengantar Queen ke rumah Four. Di sana ada beberapa orang, dengan melihat badan mereka yang setinggi tiang listrik itu Queen sudah tahu bahwa mereka adalah teman setim Four. Begitu Queen memasuki kamar Four, orang-orang tadi berhamburan keluar, meninggalkan mereka berdua.
“Apa kabar?” kalimat itu terucap dari bibir keduanya bersamaan, lalu saling tertawa kecil.
“Bagaimana keadaanmu?” Queen duduk di sisi tempat tidur.
“Sudah baikan.” Four meletakkan sebuah foto di meja samping tempat tidurnya dalam keadaan terbalik.
“Itu pasti foto Mika.” Queen membatin.
“Kau baik-baik saja?”
“’Baik-baik saja’? apa aku terlihat baik-baik saja?”
Queen akhirnya mengangguk. “Aku baru tahu kalau kau..”
“Maaf.” Four tertunduk. “Aku tidak ingin kau mencemaskanku.”
“Apa kau pikir selama ini aku tidak mencemaskanmu? Bahkan aku sempat berpikir kau menjauhiku.” Air mata Queen mulai menggenang.
Dengan sekali hentakan, Four menarik Queen ke dalam pelukannya. “Maaf, Queen. Aku tidak bermaksud seperti itu.”
Queen hanya bisa menumpahkan air matanya. Marah, sedih, rindu, semuanya bercampur menjadi satu. Four membiarkan gadis itu meluapkan perasaannya. Rasa rindu yang selama ini ia tahan akhirnya terobati, meski ia harus melihatnya menangis seperti ini.
“Saat itu aku berpikir akan berakhir seperti Mika.” Four mulai bercerita setelah Queen tenang. “Saat aku koma, aku bermimpi bertemu dengannya. Aku sangat merindukannya, jadi aku mengikutinya. Tapi dia tiba-tiba menghilang. Aku hanya mendengar suara yang memanggilku.”
“Mengapa kau memelukku?” Tanya Queen dingin.
“Apa?”
“Mengapa kau memelukku ketika hanya ada Mika di kepalamu?” suara Queen mulai meninggi.
Four tersenyum penuh arti “kau..cemburu?”
Queen berdiri. “Aku merasa dipermainkan. Apa aku hanya pelampiasanmu? Apa aku mirip dengan Mika?”
“Tidak. Dia lebih cantik darimu.”
“Ternyata benar. Aku memang bodoh.” Diam sejenak. “Semoga cepat sembuh.” Queen memaksakan senyum sebelum akhirnya membalik badan hendak meninggalkan Four.
“Dia adikku.” Suara Four membuat langkah Queen terhenti. “Mika adalah adikku.” Jelasnya.
Queen menoleh, “kau..serius?”
Four meraih kembali foto tadi, lalu menyerahkannya kepada Queen. Di dalam foto itu terlihat Four bersama gadis kecil yang memeluknya dari belakang. Mereka tersenyum ceria, senyum yang tidak pernah Queen lihat sebelumnya, membuat matanya kembali basah.
“Itu Mika. Cantik, bukan?”
“Kenapa kau tidak memberitahuku sejak awal?”
“Kau tidak bertanya. Kupikir kau sudah mengerti.”
Bulir air mata Queen mulai berjatuhan, namun ia segera menghapusnya.
“Kau benar. Dia lebih cantik dariku. Jauh lebih cantik.”
Four sudah berdiri di hadapan Queen. “Sekarang kau mengerti mengapa hal itu sangat sulit bagiku?”
Queen mengangguk. “Selama ini aku sudah salam paham. Maafkan aku.”
“Mau dengar cerita selanjutnya?”
Queen tampak kebingungan.
“Tadi itu belum selesai, tapi kau langsung menyela.” Four tersenyum. “Saat aku mendengar seseorang memanggilku, kupikir itu Mika. Tapi ternyata aku salah, itu bukan suara Mika, tapi suaramu.”
“Suaraku? Bagaimana bisa?”
“Saat itu aku sadar. Aku memang merindukan Mika. Gadis kecil yang selalu memanggilku Akashi. Dia segalanya bagiku. Tapi dia sudah tidak ada di dunia ini. Kami sudah berada di alam yang berbeda. Aku yakin dia juga merindukanku, tapi dia pasti sedih melihatku seperti ini.”
Queen mulai menangis. Lagi.
“Sekarang di duniaku, ada kau. Aku harus menjalani hidupku. Aku tidak perlu marah lagi saat ada orang yang memanggilku Akashi.” Four menatap Queen dengan lembut, “terima kasih, Queen. Terima kasih sudah menjatuhkan dompetmu.”
Queen tertawa di sela-sela tangisnya.
“Kau ini cengeng sekali.” Four menenggelamkan Queen ke dalam pelukannya. “Mika memang hal yang paling indah dalam hidupku. Tapi dia menghiasi masa laluku. Sekarang kaulah yang akan menghiasi masa depanku. Ah tidak, kaulah masa depanku.”



     
 
what is notes.io
 

Notes.io is a web-based application for taking notes. You can take your notes and share with others people. If you like taking long notes, notes.io is designed for you. To date, over 8,000,000,000 notes created and continuing...

With notes.io;

  • * You can take a note from anywhere and any device with internet connection.
  • * You can share the notes in social platforms (YouTube, Facebook, Twitter, instagram etc.).
  • * You can quickly share your contents without website, blog and e-mail.
  • * You don't need to create any Account to share a note. As you wish you can use quick, easy and best shortened notes with sms, websites, e-mail, or messaging services (WhatsApp, iMessage, Telegram, Signal).
  • * Notes.io has fabulous infrastructure design for a short link and allows you to share the note as an easy and understandable link.

Fast: Notes.io is built for speed and performance. You can take a notes quickly and browse your archive.

Easy: Notes.io doesn’t require installation. Just write and share note!

Short: Notes.io’s url just 8 character. You’ll get shorten link of your note when you want to share. (Ex: notes.io/q )

Free: Notes.io works for 12 years and has been free since the day it was started.


You immediately create your first note and start sharing with the ones you wish. If you want to contact us, you can use the following communication channels;


Email: [email protected]

Twitter: http://twitter.com/notesio

Instagram: http://instagram.com/notes.io

Facebook: http://facebook.com/notesio



Regards;
Notes.io Team

     
 
Shortened Note Link
 
 
Looding Image
 
     
 
Long File
 
 

For written notes was greater than 18KB Unable to shorten.

To be smaller than 18KB, please organize your notes, or sign in.