Notes
Notes - notes.io |
Monday, 22th of June 2015
[ Madam Puddifoot's Tea Shop - 2.35 AM ]
“Terimakasih, jika ada waktu Saya akan kembali kemari. Tangannya mencoba merekatkan kedua ujung kerah jaket kulit berwarna hitam yang sedang Ia kenakan. Keadaan sekitar mulai sunyi, akibat keheningan mulai memicu suasana senyap. Saat ini bahkan hanya terdengar suara telapak kaki yang sedang berjalan menembus gelapnya pagi. Bisa dilihat jam berapa sekarang. Bahkan wewangian dari sinar mentari belum bisa Ia rasakan. Disepanjang jalan berliku yang dihiasi oleh kerikil kecil, Theo terlihat sesekali menghirup aroma embun transparan itu. Lihatlah, semua tanaman terjaga dari tidur mereka. Rupanya embun itu sudah berusaha keras membangunkan masing-masing dari mereka. “Bagus sekali tanaman ini. Ah, bodohnya Aku tidak tahu nama tanaman yang sedang Ku pegang.”
Ditangan kanannya terdapat sebuah tanamananeh yang memiliki wujud mirip seperti bunga Daisy, tetapi Theo tahu benar jika ini bukan tanaman Daisy yang biasa Ia pakai sebagai bahan pembuatan ramuan. Dengan wajah penasaran dan rasa ingin tahunya, Ia menghirup bunga itu bermaksud menelaah wangi yang ditimbulkan.
Aneh, bukan malah mendapatkan aroma wangi dari bunga, Ia malah mencium sebuah bau busuk yang sangat menyengat. Hal itu refleks membuat Theo menutup hidung dengan tangan kanannya. Bunga yang tadinya Ia pegang dengan rasa penasaran, kini tergeletak diatas tanah. Matanya sempat terpejam beberapa detik ketika menghirup aroma bunga itu.
“Gila, kenapa wanginya seperti bangkai.” Sebelum sempat meneruskan perkataannya, sebuah kayu panjang dengan beberapa ukiran dibagian ujungnya tiba-tiba seperti terlempar ke arah pemuda berjaket kulit hitam itu. Hal tersebut membuatnya sedikit kaget, Ia melihat kayu yang .. Oh tidak.
“Tongkat?”
Sebuah tongkat yang terbuat dari kayu dengan panjang 15 inci itu tergeletak diatas tanah. Diambilnya tongkat tersebut, lalu mulai Ia perhatikan. Elder, dengan sangat cepat Ia bisa mengetahui jenis tongkat yang sekarang sedang Ia pegang. Tongkat itu sebenarnya sama seperti tongkat yang Ia miliki.
Ia terlihat seperti orang kebingungan, mencari siapa yang telah melempar tongkat tersebut. memiliki nama panjang Theo Vandder tersebut kaget, pupil matanya sedikit membesar akibat suasana gelap yang tiba-tiba saja menjadi aneh.
Ia tidak dapat lagi merasakan embun pagi, ataupun angin yang datang menerobos kulit luarnya. Setelah hal tersebut Ia rasakan kurang dari 5 menit, suara aneh dan berisik sekarang mulai terdengar samar-samar. [ Chicago, USA - 4.55 AM ]
“Berisik sekali, seperti suara..”
Sebuah jam tangan yang melingkar ditangan kirinya mulai menunjukkan pukul 4.05 dini hari. Memangnya siapa yang mau berkeliaran dipagi buta seperti ini. Dengan terpaksa Ia harus menyipitkan matanya guna mempertajam pengelihatan. Theo yakin bahwa kedua mata cokelatnya itu masih sehat, belum terjangkit penyakit mata.
Apa yang berhasil Ia bidik kali ini telah dieksploitasi oleh titik sorotnya, lantas apa yang dilihatnya saat ini itu realistis? Hal itu membuat Theo terpanah semakin dalam.
“Mereka kenapa bisa ada disini?”
Mereka siapa? Memangnya ada apa Kurang yakin dengan apa yang telah Ia lihat, Ia memutuskan menggosok kedua matanya dengan tangan kanan dan kirinya. Tidak sesuai harapan, sesuatu yang Ia lihat dari jauh kini langsung mendekat tepat dimana pemuda itu beridiri.
Dari dekat Ia bisa merasakan suara kaku yang ditimbulkan oleh gesekan logam didepannya. Sebuah robot kecil berpupil biru tengah asyik memainkan ke empat rodanya didepan Theo. Ia bergidik ngeri, bagaimana bisa Ia bertemu dengan sosok aneh seperti yang Ia lihat saat ini? Kepalanya semakin pusing memikirkan dimana keberadaannya saat ini, belum lagi memikirkan sebuah tongkat Elder yang sedari tadi Ia bawa. Dengan tatapan aneh Ia memberanikan diri berbicara kepada benda modern itu,
“Dimana ini? Kau siapa?”
Pertanyaan itu dua kali Ia lontarkan dengan penuh kesabaran dan kewaspadaan tentunya. Namun tetap saja, benda kotak kaku itu tidak menjawab pertanyaan yang Ia ajukan. Robot itu diam beberapa menit, layaknya orang bodoh yang memikirkan kebodohannya sendiri.
Sepertinya kali ini robot itu memang tidak mau berbicara dengan makhluk yang belum Ia kenal.
Dengan wajah malas dan kecewa, Theo berjalan tanpa memperdulikan robot yang tadi ada didepan badannya. Sesekali bola matanya melirik ke arah jam tangan yang masih Ia gunakan. "Hah!? Yang benar saja. Bukannya tadi sewaktu Aku membeli teh masih jam 3 pagi? Kenapa sekarang jam 11 malam..”
Gerutuan pemuda iturupanya mengusik seseorang yang tengah memakan sesuatu. Orang itu kemudian menaruh makanannya, dan mengajak Theo berbicara. Kesempatan bagus, gunakan kesempatan kali ini untuk bertanya sebanyak mungkin.
Belum selesai dengan pertanyaannya, Theo memundurkan kedua kakinya perlahan dari orang itu. Tetapi tak sengaja, langkahnya yang berjalan mundur itu mengenai roda robot kecil yang tadi sempat bertemu dengannya.
Lupakan tentang roda robot aneh itu, sekarang bahaya sudah didepan mata. Theo bertemu dengan seseorang yang memiliki sebuah tatto disalah satu tangannya, untung saja Ia sempat melihat tatto tersebut.
“Pelahap maut.” Pikir pemuda itu dalam hati, bisa gawat jika bertemu dengan salah satu diantara mereka.
Sementara robot tadi tiba-tiba melontarkan sebuah pernyataan mengenai Theo, dari mana asalnya, tempat Ia sekolah dan terutama kenapa Ia bisa sampai kemari.
Mati saja, mengagetkan. Sebuah tongkat dengan ukiran khasnya keluar dari salah satu saku orang yang memiliki tatto tersebut. Sampai seketika dengan lancang Ia merapalkan sebuah mantra kepada Theo.
Tidak berhasil, namun bodohnya Ia harus lari karena sebuah makhluk berbentuk aneh muncul dari belakang pemuda itu.
“Wow kenapa jadi begini.”
Langkahnya semakin cepat, menembus sepoyan angin dan kegelapan dikota aneh itu. Terkadang Ia melirik ke arah belakang, kosong tak ada yang mengikutinya. Lalu kenapa harus berlari seperti lomba marathon begini. Terlalu fokus dengan seseorang, Ia lupa harus melihat kearah depan agar tidak menabrak sesuatu.
Namun ketika Ia akan menghentikan langkahnya, pemuda itu kembali dibuat kaget oleh sebuah anjing berkepala tiga yang jatuh dari atas tiang listrik.
“.....” Refleks pemuda itu mengayunkan tongkatnya, tidak peduli jika muggle melihat aktivitasnya.
Yang terjadi malah mantra itu berbalik menyerang dirinya sendiri, membuat Theo seperti terpental jauh namun anehnya Ia sama sekali tidak merasakan sakit. Justru wajah panik yang tadi sempat Ia munculkan berubah menjadi bingung, aneh dan sepertinya Ia makin pusing.
“Apa lagi ini?” Tuesday, 23th of June 2015
[ Alaska, AS - 1.20 AM ]
Badannya terdampar diantara tumpukan salju yang sedikit mengeras akibat cuaca ekstrim didaerah ini. Pemuda berkulit putih itu mencoba mengangkat badannya untuk bangun walaupun hal itu tidak lah mudah baginya, Ia menyeka keringat dingin yang bermunculan disekitar pelipisnya. Kedua mata pemuda itu kini terbuka sempurna hingga menampakkan bola mata ‘Hazel’ yang kian meredup. Theo kini mencoba memejamkan matanya sejenak untuk menenangkan pikirannya yang mulai berkecamuk, Ia lantas membuka matanya kembali ketika sudah merasa lebih tenang. Theo menoleh ke arah sekitarnya, Ia terlihat seperti baru saja mengalami mimpi buruk, dikejar Cerberus, robot aneh, dan juga orang aneh. Sungguh hal ini bukanlah hal yang Ia inginkan. Secara perlahan Ia mulai sadar akan sebuah tongkat sihir yang kini tergeletak disamping kanan dan kirinya. Tentu sajasalah satu dari tongkat itu memang milik Theo, tetapi yang satunya? Misterius.
Diambilnya kedua tongkat itu, untuk kemudian Ia masukkan kedalam saku kecil serbaguna yang mampu menampung benda apapun, kecuali benda hidup. Makin kesini cuaca yang menemani pemuda itu makin tidak bersahabat, tiupan angin dan butiran salju yang berjatuhan sangat menggangu. Dengan langkah yang perlahan mulai terkontrol, Theo berjalan menuju sebuah tempat. Entah itu dibawah pohon, atau dimanapun yang bisa sedikit menampar cuaca dingin.
[ Alaska Village - 2.30 AM ]
Ia masih sibuk menggosokkan kedua telapak tangannya, hal itu dilakukan agar setidaknya bisa membuat wajahnya menjadi hangat. Syukurlah, kini sebuah pedesaan mungil terpampang jelas pada kedua bola matanya. Hampir saja Ia berlari untuk sampai kesana, tetapi memangnya siapa yang mau memberikan tempat bernaung gratis? Sial, bahkan Theo tidak membawa uang sepeserpun, sebenarnya walaupun membawa juga uang itu tidak akan laku didunia manusia. Ia berdiri sambil memijat dahinya yang sedikit pusing. Karena frustasi akan hal itu, Theo mencoba mengambil beberapa benda dari dalam saku serbagunanya. Botol kosong, bungkus roti yang tidak ada isinya, dan yang terakhir tongkat Elder yang entah milik siapa. Hanya itu? Bagaimana jika nanti Ia mati karena kedinginan ditempat seperti ini, hal itu tentu tidak lucu.
‘Krakk..’
Tongkat Elder itu terjatuh ke atas aspal hitam, jalan yang sedang Ia lalui untuk menuju pedesaan. Disaat jemarinya akan mengambil tongkat berharga itu, sebuah tangan tiba-tiba datang entah dari mana hingga mengagetkan pemuda berjaket itu. Oh, rupanya masih satu spesies dengannya, manusia. Untung saja bukan hantu atau sejenisnya. Lelaki tua dengan postur tubuh yang lumayan masih terlihat kuat itu kemudian memperhatikan tongkat yang telah Ia pungut. Tatapan lelaki tua itu seperti mengetahui sesuatu yang tidak Theo ketahui, hal itu membuat Theo melayangkan pertanyaan. “Tahu sesuatu tentang ini?”
Lelaki tua itu tidak menjawab, melainkan hanya diam dan tetap memandangi tongkat yang Ia pegang. Theo mengusap wajahnya dengan salah satu telapak tangannya. Tanpa Ia sadari, lelaki tua itu menarik salah satu tangannya, seperti mengajaknya pergi ke suatu tempat. Ia melangkah mengikuti lelaki tua didepannya. Sementara cuaca disekitar sana masih sama, dinginSaking dinginnya, sampai ada beberapa pusaran angin topan bermuatan butiran salju dikejauhan. Theo bergidik ngeri membayangkan jika Ia harus tertelan oleh pusaran angin itu.
Belum selesai menghayal yang tidak-tidak, lelaki tua itu seperti menarik tangannya dengan sangat keras sehingga yang terjadi sekarang adalah Theo dan lelaki tua itu tertelan masuk kedalam pusaran angin.
“.....” Tak bisa berkata-kata, berbicara apalagi mengeluh kesakitan. Anehnya, sama sekali tidak sakit, sama sekali tidak terasa seperti sedang termakan oleh pusaran angin. Hampir beberapa detik mereka berdua ditelan, sekarang Theo dan lelaki tua itu termuntahkan diatas tanah.
|
Notes.io is a web-based application for taking notes. You can take your notes and share with others people. If you like taking long notes, notes.io is designed for you. To date, over 8,000,000,000 notes created and continuing...
With notes.io;
- * You can take a note from anywhere and any device with internet connection.
- * You can share the notes in social platforms (YouTube, Facebook, Twitter, instagram etc.).
- * You can quickly share your contents without website, blog and e-mail.
- * You don't need to create any Account to share a note. As you wish you can use quick, easy and best shortened notes with sms, websites, e-mail, or messaging services (WhatsApp, iMessage, Telegram, Signal).
- * Notes.io has fabulous infrastructure design for a short link and allows you to share the note as an easy and understandable link.
Fast: Notes.io is built for speed and performance. You can take a notes quickly and browse your archive.
Easy: Notes.io doesn’t require installation. Just write and share note!
Short: Notes.io’s url just 8 character. You’ll get shorten link of your note when you want to share. (Ex: notes.io/q )
Free: Notes.io works for 12 years and has been free since the day it was started.
You immediately create your first note and start sharing with the ones you wish. If you want to contact us, you can use the following communication channels;
Email: [email protected]
Twitter: http://twitter.com/notesio
Instagram: http://instagram.com/notes.io
Facebook: http://facebook.com/notesio
Regards;
Notes.io Team