Notes

Nama: Julien Lachlann Peverell
Grade: 2
Jurusan: MINS
Asrama: Slytherin

--Tugas Plotting SWG--

D1

"Berbaris yang rapi! Helena, lepaskan benda aneh itu dari bajumu! Robin, berhenti memainkan tongkatmu. Richie, astaga..."
Terlihat seorang wanita sedang berusaha menertibkan antrian panjang dihadapannya. Bukan hanya wanita itu saja yang terlihat sibuk, disekelilingnya terdapat lebih dari 2 orang yang melakukan hal yang sama dengannya. Lambat laun, barisan itu menjadi rapi dan keributan diantaranya mereda. Wanita yang tadi menegur para murid itu mengusap dahinya sambil menggeleng perlahan dan berjalan menaiki undakan tangga agar bisa terlihat oleh antrian dihadapannya.
"Perhatian semuanya! Hari ini akan ada kunjungan ke Hogsmeade. kunjungan ini hanya diperuntukkan bagi grade 3 keatas. Untuk itu, sebelum pergi, diwajibkan bagi setiap murid yang mempunyai perkamen yang telah ditanda-tangani oleh orang tua/walinya diharapkan untuk menyerahkannya kepada kepala asramanya. Berbaris yang rapi, anak-anak!"

Pada waktu yang bersamaan, terlihat seorang pemuda berambut keperakan sedang mengendap-endap keluar dari Great Hall dan bergabung dengan kelompok barisan yang rata-rata menggunakan scraft hijau. Hal ini aneh karena tidak ada yang menyadari kehadirannya, bahkan wanita yang sedang mengumpulkan perkamen dihadapannya. Pemuda itu tersenyum geli menyadari hal ini. Tentu saja Ia tidak meminum ramuan kasat mata ataupun menggunakan mantra tertentu. Dengan bangga ia mempererat pegangannya pada sebuah jubah yang menutupi seluruh tubuhnya. Jubah gaib, jubah itulah yang berhasil membuatnya kasat mata, tak tampak oleh kerumunan orang dihadapannya. Sebagai salah satu keturunan Peverell, ia mewarisi jubah itu dari ayahnya. Dengan santai Ia berjalan dibelakang barisan yang sedang berarakan keluar dari gerbang menuju jalan setapak.

"Kau tahu, aku penasaran akan sanksi apa yang akan didapat oleh siapa saja yang menyusup keluar tanpa seizin kepala asrama" terdengar seorang gadis yang rambutnya dikepang bersuara sambil menatap sekelilingnya. Temannya disamping mengiyakan hal itu bersemangat. Mereka kemudian mendiskusikan tentang hukuman apa yang pantas bagi pelanggar aturan. Tanpa mereka sadari, pemuda yang berada persis dibelakang mereka sedang berusaha menahan tawanya.
"Persetan dengan aturan!"

***

Hogsmeade, satu-satunya desa penyihir di Inggris Raya yang baru saja dimasuki oleh pemuda itu, memang tampak luar biasa. Terlihat banyak bangunan tempat tinggal penduduk maupun jajaran toko dihadapannya. Dengan bersemangat pemuda itu mempercepat langkahnya menuju bangunan yang memang menjadi tujuan utamanya kesini. Scrivenshaft's Quill Shop. Ia teringat akan persediaan perkamen dan tinta untuk quillnya yang mulai menipis. Setelah memastikan bahwa tidak ada anak Hogwarts lagi di dalam toko, Ia kemudian membuka jubah gaib dan memasukkannya ke dalam jubahnya lalu berjalan memasuki toko tersebut. Sepuluh menit kemudian, ia keluar dengan kondisi jubah yang mengembung, dapat dipastikan ia membeli perkamen dan tinta quill dalam jumlah yang banyak.
Ia kemudian memakai jubah gaibnya dan berjalan lagi, mengagumi setiap bangunan yang ada di sekelilingnya. Ia memutuskan untuk mampir sebentar ke sebuah bangunan yang didepannya tertulis 'Honeydukes'. Kondisi toko itu sangat ramai, sehingga membuat ia kesusahan memilih apa yang diinginkannya tanpa bisa bergerak dengan bebas dibawah jubah gaib. Dengan susah payah, ia membuka jubah gaibnya dan membawa belanjaannya ke sudut, ketempat seorang pria yang sedang mengatur Permen Karet Tiup Drooble di atas rak yang kosong

"Maaf, apakah anda pegawai disini?" tanya pemuda itu dengan ragu-ragu

Pria itu menoleh dan tersenyum ramah.

"Tepat sekali, Nak. Saya pegawai sekaligus pemilik tempat ini. Perkenalkan nama saya Ambrosius Flume. Ada yang bisa kubantu, eh?"

"Alan" pemuda itu menjawab singkat sambil memandang gugup ke sekelilingnya, berharap tidak ada yang mengenalinya. "Kalau begitu bisa kubayar pesananku pada anda, tuan? Banyak antrian dikasir dan aku sedang--err-- terburu-buru"

"Tentu saja boleh, nak" Pria itu memilah belanjaan pemuda dihadapannya sambil memasukkannya kedalam kantong yang dipanggilnya secara sihir.

"Semuanya 5 galleon dan 2 sickle"

Pemuda itu merogoh sakunya dan mengeluarkan jumlah uang seperti yang diminta kemudian ia bergegas keluar, menghindari kerumunan yang semakin lama semakin padat di dalam toko tersebut.
Berhasil keluar dari toko tersebut, ia memutuskan untun