NotesWhat is notes.io?

Notes brand slogan

Notes - notes.io

PROLOG

“factor x dari sini pindah ke depan. Setelah itu dikalikan…”
“Ya.. Teserah kau saja mau diapakan. Aku tidak peduli. Ilmu itu tidak kupakai juga di kehidupanku.” Gumamku dengan suara kecil sembari menguap.

Kelas matematika, kelas dimana semua anak pintar yang memakai kacamata duduk di paling depan hanya untuk mendengarkan penjelasan rumus yang sama sekali tidak berguna. Membosankan. Kelas yang paling kubenci seumur hidupku. Entah otakku yang tidak pernah bekerja atau aku yang terlalu lamban dalam menangkap pelajaran, ditambah guru yang menyebalkan, mungkin itu bonus untukku yang malas belajar. Bosan mendengar semua ocehan guruku, tanganku mulai meraih pen di hadapanku dan mulai menggoreskannya di atas buku catatanku. Buku yang penting? Tidak juga. Pelajaran ini akan kulupakan juga ketika aku naik kelas, aku tidak cukup peduli. Semakin lama aku memperhatikan kertas putih yang aku gambar, semakin terasa berat bagi kedua mataku untuk terbuka. Aku mengerjapkannya beberapa kali, namun tetap saja rasa kantukku tidak kunjung pergi. Dan tanpa sadar, semua terlihat gelap dan sangat tenang.

***

“Jisella Jaclyn!” Satu suara nyaring yang memanggil namaku dengan lantang.
“Tunggu sebentar. Aku masih ingin ti…” Kataku pelan sembali melanjutkan tidurku.
“Sel, sel! Bangun! Itu Bu Maria, bodoh.” Kata teman sebangkuku yang sekaligus sahabatku, Karen.

Aku sontak kaget dan memaksakan kedua mataku untuk terbuka dan segera menatap guruku yang sedang bertolak pinggang di depan kelas, memandangiku dengan wajah kesal dan emosi.

“I..Iya bu.” Jawabku pelan sembari memperhatikannya.
“Jisella Jaclyn! Harap maju dan kerjakan nomor 3!” suara itu kembali lantang menugaskanku untuk mengerjakan satu soal, ditambah hentakkan penggaris yang cukup keras di papan tulis.

Oh ya, Namaku Jisella Jaclyn. Singkatnya Jisel. Tidak mudah bagiku untuk mendapatkan nilai bagus di pelajaran ini. Untuk itu seharusnya aku belajar, namun aku tidak akan pernah merealisasikan hal itu. Tiba-tiba saja tawa pelan mulai terdengar di setiap sisi ruangan. Ya, mereka menertawaiku. Aku tidak peduli. Manik mataku mulai memperhatikan semua tulisan yang bahkan aku tidak mengerti artinya. Faktor x dan sebagainya, aku tidak menyukai hal tersebut. Tapi bukan ide yang bagus jika aku tidak segera maju. Aku mulai memberanikan diri dan keluar dari tempat dudukku dan melangkahkan kakiku ke depan kelas, meraih spidol hitam dari atas meja guru dan berdiri tepat di depan papan tulis putih yang berisi bermacam-macam variable dan angka. Aku melirik sedikit kea rah guruku yang sedang menatap sinis padaku dan segera menelan air ludahku. Ia tidak pernah senang akan keberadaanku di kelasnya. Baru saja aku menggoreskan spidol itu di papan tulis, tiba-tiba..

#KRIINNNGG

Tepat sekali. Bel sekolah berbunyi, tanda pelajaran telah berakhir. Aku segera menaruh spidol itu kembali di atas meja guru dan menatap guruku dengan tenang dan senyuman manis. Segeralah aku kembali ke tempat dudukku dan duduk dengan tenang kembali.

“Baik, anak-anak. Pelajaran telah selesai sampai disini. Jangan lupa kerjakan PR halaman 54, besok dikumpul. Selamat siang.” Ucapnya sebelum meninggalkan kelasku.
“Ya, bu. Terima kasih.” Ucap murid sekelasku serentak, termasuk diriku dan Karen.
“Bu Maria lagi. Dia lagi! Ah, capek.” Gerutuku sembari memasukkan buku-buku pelajaranku kembali ke dalam tas.
“Sudahlah. Ia hanya menjalankan tugasnya.” Ujar Karen menghibur. Sejujurnya, itu tidak membantu.
“By the way Ker, kau kemana pulang sekolah? Langsung pulang? Atau…” Tanyaku tanpa menatap ke arahnya.
“Aku akan lunch sama..” Ucapnya terhenti tepat di akhir kalimat.
“Oh iya, baru inget.. Sama si doi, ya? Yaudah sana ker. Buruan! Nanti ngantri lagi makanannya.. Have fun! Jangan lupa bawa oleh oleh cinta.” Ujarku sembari menjulurkan lidahku, bermaksud meledeknya.
“Yasudah. Aku duluan ya, Sel! Bye bye!” Ujarnya sembarir melambaikan tangan sebelum berlari keluar kelas.
“Byeee Karen!” Balasku dengan senyuman.
Aku terakhir lagi. Semua orang di kelasku telah meninggalkan kelas. Aku segera memakai tas punggungku dan beranjak keluar kelas. Sesampainya di depan ruang kelasku, manik mataku mulai mencari sosok laki-laki dari sekian banyak murid laki-laki yang berlalu-lalang di depan kelasku.
“Ah itu dia!” Senyumku mengembang ketika mataku menemukannya. “Al—“ Baru saja aku ingin memanggilnya, namun kuhentikan, karena seperti biasa, perempuan di kelasnya atau dari kelas lain sedang mengelilinginya.
“Semakin hari makin bertambah saja..” Gumamku sendiri.

Pemuda yang kucari itu adalah cowok paling popular di sekolah, Alvan Sebastian. Kelasnya tepat berada di sebelah kelasku. Keahliannya dalam bidang fotografi dan mengedit mampu membuat setiap cewek di sekolah ini jatuh hati. Ia mampu mengambil gambar darii sisi yang paling indah, dan bahkan seorang yang bertubuh gendut pun bisa berubah menjadi lebih langsing karena teknik fotografinya. Ia seperti pesulap foto. Entah mengapa semua cewek menyukainya. Ia tidak tampan, bisa dibilang lumayan untuk ukuran cowok di sekolahku. Bertubuh tinggi, kurus, berambut hitam, layaknya cowok-cowok lain. Namun setiap cewek di sekolah ini ingin dia untuk mengambil gambar mereka dan blablabla, ada saja yang diminta dari mereka. Ia ramah pada semua orang, selalu tersenyum, namun percayalah pribadinya belum terungkap di mata umum.

Sibuk memperhatikannya yang sedang berbicara dengan semua cewek itu, tiba-tiba kerumunan itu perlahan berpencar dan bubar. Kupikir mereka telah mendapatkan apa yang mereka mau, namun manik mataku mendapati 2 perempuan, rambut blond dan yang satu hitam. Kedua gadis itu adalah teman sekelas Alvan. 2 gadis popular di sekolahku. Menarik, bertubuh tinggi, selalu memakai high heels, berkulit putih, beraksesoris lengkap namun tidak berlebihan, dan entah kenapa seragamnya selalu terlihat anggun jika dipakai olehnya. Semua cowok di sekolahku mengejar dia, namun tidak satupun berhasil mendapatkan dia. Dia adalah cewek high-class. Perempuan berambut blond itu mendekati Alvan yang sedang berdiri disana.

“Krystal?” Tanya Alvan padanya.

Krystal. Itulah bagaimana mereka memanggil Jung Soo Jung, anak dari pemegang saham terbesar di sekolah ini. Mungkin karena wajahnya yang cantic bagaikan Krystal. Namun hal paling sial darinya adalah ia sekelas dengan Alvan. Ia akan selalu duduk berdekatan dengannya.

“Alvan, daritadi kau dimana? Aku mencarimu. Tolong ajari aku PR Mat nomor 13 dong, bisa?” Tanya perempuan yang kerap dipanggil Krystal itu.
“Dasar manja.” Cibirku pelan. “Emang cowok pintar di kelasmu Cuma 1 apa? Atau kau yang terlalu bodoh untuk mengerjakannya?” Gerutuku, yang tidak berkaca pada diriku sendiri yang belum tentu dapat mengerjakannya.
“Gua gak bisa, Minta yang lain aje.” Ucap Alvan singkat sembari memalingkan wajahnya ke arahku.
“Eh, Tunggu, Van. Kalo nomor ini?” Ujar Krystal kembali menunjjuk kea rah bukunya.

Alvan tidak menggubrisnya dan tetap menatapku dengan tatapan lembutnya. Aku memperhatikannya sembari menunggu reaksinya, memamerkan wajah jengkelku dan pura-pura menunggunya.

“Oi Ji!” Panggilnya sembari berlari ke arahku.
“Hm?” Ujarku dengan tatapan sinis.
“Ngambek lagi?” Tanyanya dengan wajah memelas.
“Siapa bilang?” Ujarku singkat.
“Kau tidak pernah pandai berakting, nona pemarah.” Ujarnya sambil mencubit pipiku. Wajahku terasa panas, mungkin sekarang warnanya telah berubah menjadi merah padam.
“Tidak juga.” Ujar sembari menatap kearah lainnya.
“Alvan! Bantu gue plis, besok kan dikumpul.” Tiba-tiba saja Krystal berlari dan menarik Alvan daripadaku.
“Apaan sih? Ude gua bilang gua kaga ngerti. Tanya yang laen lah.” Ujar Alvan sembari melepaskan genggaman Krystal dari tangannya.
“Gue tau lu bisa, van. Pliisssss.” Krystal kembali memohon.
“Tanya si Alex noh. Bisa kan die.” Ujar Alvan singkat.
Satu hal yang aku suka dari Alvan Sebastian. Dia tidak akan membalas semua cewek yang ada di sekolah ini, alias seperlunya saja. Ia tahu ia memiliki banyak penggemar. Tapi tetap saja ia juga menjaga jarak dari mereka. Ia bukan girls addict, tapi ia selalu membuat banyak perempuan jatuh hati dan ia senang bila ia melakukan itu. Cowok macam apa…
“Kamu mau makan apa?” Tanyanya lembut padaku sembari menatapku sebelum merangkul pundakku.

Satu hal lagi yang paling kusukai darinya. Dia milikku.

By Jisella Jaclyn.
Belom kulanjutin hm- mau belajar tapi males ni wkwk malah bikin ginian- wkwk mangat alpan sekolahnye :p
     
 
what is notes.io
 

Notes.io is a web-based application for taking notes. You can take your notes and share with others people. If you like taking long notes, notes.io is designed for you. To date, over 8,000,000,000 notes created and continuing...

With notes.io;

  • * You can take a note from anywhere and any device with internet connection.
  • * You can share the notes in social platforms (YouTube, Facebook, Twitter, instagram etc.).
  • * You can quickly share your contents without website, blog and e-mail.
  • * You don't need to create any Account to share a note. As you wish you can use quick, easy and best shortened notes with sms, websites, e-mail, or messaging services (WhatsApp, iMessage, Telegram, Signal).
  • * Notes.io has fabulous infrastructure design for a short link and allows you to share the note as an easy and understandable link.

Fast: Notes.io is built for speed and performance. You can take a notes quickly and browse your archive.

Easy: Notes.io doesn’t require installation. Just write and share note!

Short: Notes.io’s url just 8 character. You’ll get shorten link of your note when you want to share. (Ex: notes.io/q )

Free: Notes.io works for 12 years and has been free since the day it was started.


You immediately create your first note and start sharing with the ones you wish. If you want to contact us, you can use the following communication channels;


Email: [email protected]

Twitter: http://twitter.com/notesio

Instagram: http://instagram.com/notes.io

Facebook: http://facebook.com/notesio



Regards;
Notes.io Team

     
 
Shortened Note Link
 
 
Looding Image
 
     
 
Long File
 
 

For written notes was greater than 18KB Unable to shorten.

To be smaller than 18KB, please organize your notes, or sign in.