Notes

Mimpi dalam Nyata “Hari Pembalasan”.
Jinggo·7 Januari 2016

Aku menuju terminal bus karena aku ingin pergi ke suatu tempat. Meskipun tengah malam namun suasana disini sungguh ramai, animo masyarakat yang ingin bepergian cukup besar. Aku melambaikan tanganku untuk memberhentikan bus, namun bus itu tetap melaju melewatiku. Aneh sekali, rasanya tak seperti biasa. Aku mencoba memberhentikan bus lagi namun tetap saja melaju melewatiku. Dan wajah para sopir sepertinya mengacuhkanku tampak tak peduli sedikitpun. memang aku salah apa? aku hanya ingin pergi ke suatu tempat. Aku terus mencari kendaraan yang bisa kutumpangi, namun semua menolakku. Hingga akhirnya akupun berlari pergi keluar terminal. Aku memasuki perumahan penduduk, namun tampak sepi. Meskipun begitu semua tampak dibiarkan. Tv yang masih menyala, air keran yang mengalir dan pintu yang terbuka. Kemana perginya orang - orang tersebut? dengan rasa penuh tanya aku berlari. Yang kupikirkan hanyalah aku berlari sejauh mungkin. Tepat didepan ada hutan, aku menyusuri dan mencari jalan keluar.
Malam hampir menyentuh pagi, aku berusaha keluar dari hutan. Minimnya cahaya dan banyaknya pepohonan menghalangi langkahku. aku terus berlari hingga akhirnya aku menemukan cahaya yang sepertinya itu jalan keluar. Aku berlari mengikuti cahaya tersebut, dan pada akhirnya aku berhasil keluar secara perlahan. Tapi tunggu dulu, ini adalah desaku. Aku hafal dengan tempat ini, ini tempat kelahiranku. Jam menunjukkan pukul 5 pagi, langit yang masih petang perlahan menanmpakkan Temaram. Suasana begitu hening. dari atas muncul sinar kuning kemerahan yang menyilaukan, apa yang sedang terjadi diatas sana. Dengan cepat sinar itu terjatuh dan membelah menjadibeberapa bagian sebelum benar - benar jatuh kebumi. Udara seketika terasa panas, aku takut dengan suasana yang begitu mencekam. Ternyata itu beberapa Meteor yang jatuh dan menghantam bumi. Aku hanya terdiam melihat kelangit. Langit bersinar terang berwarna merah jingga, seperti saat Matahari terbenam. Sang Fajar membakar Langit.
Suasana hening pun pecah, banyak warga yang berlarian panik akan musibah yang menimpamereka. Aku mencoba untuk kabur, namun rasanya percuma. Aku hanya terdiam melihat meteor berjatuhan. Seluruh bangunan hangus terbakar, banyak warga yang tewas. Aku mencoba bertanya pada seseorang yang panik namun dia menjawab bahwa mereka orang miskin dan tidak mendapatkan pertolongan dari Armada yang disiapkan Pemerintah. Armada seperti apa? Apa maksudnya? Puluhan meteor berjatuhan dan tak sedikit yang jatuh di depanku. Aku berlari berusaha mencari tahu. Pemadangan semakin indah, langit pagi yang dihiasi ribuan cahaya terang tapi tunggu dulu, sepertinya aku melihat sesuatu. Ternyata di ujung sana terlihat sekelompok Pesawat Raksasa yang lepan landas dibalik gunung itu. Mungkin itulah yang dimaksud Armadanya. Aku masih berlari mencari tahu namun bumi sekarang hampir separuhnya terbakar. Kobaran api menghalangi pandanganku. Aku terdiam, jadi ini alasannya sejak awal bus - bus yang ingin aku tumpangi melewatiku begitu saja. Aku sama seperti mereka yang tidak mendapatkan pertolongan. Rasanya ini tak adil, kami juga manusia.
Pesawat - pesawat itu telah jauh meninggalkan bumi. Aku mendongak ke atas, Astaga tepat diatas sana terdapat sebuah Planet Biru yang menjadi tempat tinggal baru manusia. Jelas itu tujuannya, Menghancurkan bumi dan mencari planet baru untuk ditinggali. Aku hanya bisa Pasrah. Apakah seperti ini Akhirnya? Apakah ini Akhir dari Dunia? aku hanya terdiam melihat ratusan Meteor yang perlahan menghancurkan bumi. Ini memang sudah waktunya, Akhir yang Indah.