Notes

- Height: 180 cm
- Weight: 63 kg
- Eye Color: Brown
- Hair Color: Black—sometimes change into brown or blonde
- Skin Color: White
- Pandangannya sering diartikan berkebalikan dari personality yang dia miliki
- Memiliki tanda lahir berupa tahi lalat pada punggung kanannya
- Psst, punya banyak derp face.
Dongjun. Tipe lelaki yang dicuragi tidak waras. Bayangkan saja; pada semut saja dia tersenyum seolah-olah semut itu bisa berbicara dengannya. Dongjun paling hobi memasang wajah datar pada saat pertama kali bertemu dengan orang yang baru dikenalnya—katanya sih buat mengeluarkan sisi karismatik dan ekskulinnya. Tetapi yang terjadi adalah; 15 detik kemudian, berbalik Dongjun yang mempermalukan dirinya sendiri. Dia bukan orang yang bisa menjadi pendiam. Berkali-kali dia mencoba untuk bersikap cuek seperti remaja-remaja idola gadis cantik, namun hasilnya selalu nihil. Dongjun merupakan lelaki yang cukup narsis; dikit-dikit selfie. Momen apapun, harus di abadikan. Tapi jangan salah; absurd-absurd begitu, dia sangat pandai dalam bernyanyi. Dia senang pula memainkan jarinya di atas piano. Dan ah—Dongjun benci kecoak! Lelaki itu bisa lari terbirit-birit, memanjat ke tempat yang lebih tinggi, atau bahkan bergelantungan apabila melihat serangga itu. Dongjun juga sedikit takut dengan wanita yang memiliki rambut panjang; katanya menyeramkan dan mirip sadako. Meskipun dia memiliki kepribadian seperti itu, jangan sekali-sekali merusak kepercayaannya. Karena sekali Dongjun membenci, maka detik itu pula kalian tidak akan pernah berhubungan lagi dengannya. Dia suka pula membangkang dan lari dari aturan. Alasannya? Itu menyenangkan!


Bulan Oktober, di hari ke dua puluh dua, tahun sembilan-sembilan. Satu manusia kembali hadir dan meramaikan suasana bumi. Dengan tangisannya yang sangat keras dan memekik, lalu beriringan dengan air mata sang ibu, Dongjun menginjak kerasnya dunia.

Lelaki itu tumbuh menjadi sosok yang tampan. Dibesarkan melalui kasih sayang orang tua lengkap dan juga dukungan dari sejumlah pihak membuat Dongjun mengalami sosialisasi pembentukan karakter yang hampir menginjak sempurna. Ayah yang memiliki bisnis yang cukup ternama, dan Ibu sebagai wanita sosialita.

Jangan heran kalau Dongjun senang bernarsis-narsis ria; karena hal itu dia amati langsung dari ibunya.

Pada masa kanak-kanak, satu dari sekian kekurangan yang dia miliki mencuat. Selain tidak bisa dalam pelajaran serba hitung-hitungan, Dongjun tidak ahli dalam mengatur dan mengontrol emosinya. Terlebih tatkala salah seorang anak mencelanya—mengenai apa, Dongjun sudah lupa. Saat itu juga, Dongjun tidak tanggung-tanggung melayangkan satu pukulan telak hingga hidung anak tersebut berdarah. Yang disusul dengan dipindahkannya dia dari sekolah.

Sejak saat itu, keluarga yang sejak dulu dibanggakannya tidak lagi sama. Klise; ayah selingkuh dan Ibunya yang terjerumus obat-obatan keras, yang membuat Dongjun—saat itu berumur 7 tahun—harus mengungsi ke rumah neneknya, hingga kedua orang tuanua resmi bercerai.

Dongjun terkulai. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Terlambat untuk menyesal; dan menyisakan sebuah pelajarab yang hingga detik ini sulit dia cerna. Dan tibalah dia di usia remajanya; menjadi pelajar yang cukup rajin.

Masa lalu adalah gudang kenangan. Tetapi masa depan adalah hadiah dari apa yang dipetik dari masa ini.