Notes

----------

Kini Hiro tengah merenung selagi berjalan tanpa arah. Pikirannya sibuk memikirkan perkataan temannya, Matt.

Kalau dipikir-pikir, benar juga. Ketika Hiro menatap pantulan wajahnya di kaca toko, mukanya memang pas-pasan. Tapi mau gimana lagi, ini kan takdir?!

Hiro makin suntuk, pikirannya berkecamuk. Ia sangat menyukai wanita bernama Will itu. Namun rasanya sulit sekali mendapatkannya. Ia juga tidak memiliki ide untuk membuat sang pujaan hati jatuh klepek-klepek padanya.

Ah andaikan saja ia punya wajah ganteng dan bergelimang harta. Ia juga memiliki kecakapan mengucapkan kalimat indah yang dapat membuat wanita itu jatuh cinta.

"Terus dede sekarang harus apa?!" teriaknya di pinggir jalan. Ia terlihat frustasi dan bingung.

"Akik! Akik! Akik!" sahut seseorang mengejutkan sosok Hiro.

Hiro mengacak rambutnya selagi berjalan lurus. Tidak tahu ingin kemana, ia benar-benar buntu sekarang.

"Akik, mas! Akik! Akik!" Lagi-lagi terdengar orang yang berteriak menyebutkan nama 'akik'.

"Duh apaan sih akik akik?!" sahut Hiro kesal yang akhirnya menoleh mencari sumber suara.

Matanya menangkap sosok lelaki berjenggot yang sedang bersemangat meneriakkan 'Akik' berulang kali. Tangannya memegang sebuah batu tak berbentuk. Kalau dilihat-lihat, orang itu jualannya sedang sepi alias tak laku. Entah apa yang merasuki Hiro, lelaki itu melangkahkan kakinya mendekat pada sang penjual.

"Akik itu apa sih pak?" tanyanya bingung. Sang penjual tersenyum. "Silahkan mas dibeli akiknya. Masa gak tahu akik sih?" penjual itu balik bertanya.

Hiro memutar matanya. "Dede kan kudet, pak!" ujarnya sedikit curhat.

Penjual dengan sabar menanggapi seadanya. "Oke oke. Ini batu akik. Bisa dibuat apa aja, tapi paling banyak ya cincin. Kayak gini." jelasnya seraya menunjukkan jarinya yang memakai cincin.

Hiro membatin, memang ia butuh cincin? Tidak. Yang ia butuhkan saat ini adalah wajahnya berubah tampan dan menjadi orang kaya dadakan.

"Ini bisa bagus mas dipakai sama pria atau wanita. Kalau mau kasih hadiah buat pacar juga boleh."

'Hah? Pacar?'

Hiro tertohok mendengarnya. "Pak saya jomblo pak! Huhuhu!" sahutnya setengah menangis.

Pedagang akik itu melongo sesaat, "Eh, maaf mas. Kesinggung ya? Udah punya gebetan belum?" tanyanya.

"Sudah pak, sudah. Tapi dia belum mau melihat saya. Sedih dede, pak!" kata Hiro curhat.

Penjual itu manggut-manggut. "Ah~" ia mengeluarkan sebuah cincin akik yang besar. Menurut Hiro sih itu indah dan menawan.

'Kalau beli ini buat Will gimana ya?' pikirnya.

"Ini mas—"

"Pak, saya beli akik yang itu!" seru Hiro bersemangat. Wajahnya berbinar melihat akik yang menurutnya adalah cincin terbaik.

"Baru mau nawarin, mas. Ya deh ini buat kamu. Cuma 2000 Crys aja. Murah!"

Mata Hiro membelalak. "Hah? Mana ada duit segitu dede pak?!"

Pedagang itu memutar matanya. "Ya sudah, mau tidak?" tanyanya mencoba menawari Hiro sekali lagi.

Hiro sangat ingin cincin itu. Ini adalah kesempatannya untuk memiliki Will sang pujaan hati. Tapi apa daya ia hanya memiliki uang sebesar 100C.

"Pak ..."

"Ya?"

"Ngutang boleh gak?"

Krik. Seketika kondisi hening menyelimuti mereka. Hiro menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Boleh gak pak? Plis!" Hiro memohon pada sang bapak akik.

Sementara itu si bapak masih diam. Rasanya Hiro ingin sungkem pada bapak itu sekarang juga.

"Ya pak ya? Saya harus memberikan cincin ini pada gebetan saya. Nanti kalau dia nerima saya bakal bayar deh! Janji!" Hiro membungkuk 90 derajat.

"Wah, mau ngelamar nih? Iya deh, mas! Boleh. Beneran ngutang loh ya? Awas kalau lupa!" Penjual itu memberikan cincin dalam sebuah kotak yang apik. "KTP mas. Jaminan"

Hiro mengangguk lalu memberikan KTP-nya pada penjual akik. "Makasih banyak pak! Love you, Will!" katanya riang seraya berjalan dengan oenuh semangat menjauhi penjual akik.

"Nama saya Bejo, mas! Bukan Will!"

--------------