Notes
Notes - notes.io |
Oleh : ERIK RISNANDA PRABOWO
1. “Orang boleh pandai setinggi langit,tapi selama ia tak menulis, Ia akan hilang di dalam masyarakat dan juga di sejarah.” (Pramoedya Ananta Toer)
Kutipan diatas seperti sindiran atas kelangkaan karya nyata. Dalam artikel ini, kutipan dari Pramoedya ini ditafsirkan menjadi, “buat apa sekolah tinggi tinggi jika setelah selesai tak menghasilkan satupun karya nyata yang bermanfaat bagi masyarakat”. Di atas kertas, jumlah sarjana yang dihasilkan tentu saja semakin bertambah besar tiap tahunnya. Jumlah ini sebanding dengan jumlah perguruan tinggi dan akademi yang jumlahnya juga sangat banyak di Indonesia. Namun, jumlah ijazah pendidikan tinggi yang banyak itu tidak memberi jaminnan bahwa pemegangnya mampu menghasilkan karya inovatif.
2. Karya karya inovatif memang masih belum diminati di Indonesia, kadang dianggap tak akan laku sebab masih baru. Salah satu gejala rendahnya tingkat inovasi orang Indonesia bisa dilihat bisa dilihat dari tren meniru skripsi orang lain. Sering ditemukan skripsi dari satu jurusan memiliki kesamaan pokok bahasan, yang berbeda hanya seputar nilai variabel.
3. Saat memasuki masa skripsi, biasanya setiap mahasiswa akan memulai berburu menemukan judul judul skripsi untuk diajukan kehadapan dosen pembimbig. Mahasiswa beburu judul untuk mempercepat waktu pengerjaan skripsi. Jika setiap mahasiswa harus menyusun judul dan penelitian baru, waktu pengerjaannya bisa sangat lama. Berkembang sebuah penilaian di kampus, mahasiswa yang terlalu lama menempuh studi akan mendapat cap malas atau bodoh. Meskipun penilaian ini sering disangkal, kenyataannya orang orang yang memperoleh predikat cum laude adalah mereka yang ber-IPK tinggi dan lulus cepat.
4. Motivasi setiap mahasiswa Indonesia umumnya ingin cepat lulus dan segera bekerja. Hal ini manusiawi mengingat biaya kuliah sangat mahal. Para mahasiswa ini memiliki kewajiban untuk segera menyelesaikan kuliah dan segera bekerja untuk mengurangi beban orangtua. Demi mengejar waktu kelulusan, memperdalam pemahaman materi kuliah menjadi sulit dilakukan. Kebanyakan mahasiswa lebih banyak belajar dari catatan yang diberikan dosen saat kuliah, soal-soal kuis, dan materi tugas. Sebab, dosenlah yang membuat soal dan memberi nilai ujian. Buku-buku teks referensi yang tebal mulai ditinggalkan karena dianggap mayoritas isinya tidak keluar dalam ujian.
5. Mahasiswa dan pelajar kita bukan tak kreatif, melainkan tak terlatih untuk menjadi kreatif. Bagaimana mungkin jadi kreatif jika setiap hari otak dibebani dengan berbagai macam hafalan materi pelajaran? Hal ini terjadi sejak kita masih duduk di bangku SD hingga perguruan tinggi.
6. Sayangnya, untuk benar-benar memahami sebuah materi pelajaran diperlukan waktu. Sementara di sisi lain, waktu belajar di sekolah dan di rumah terlalu sedikit sebab banyak mata pelajaran/kuliah di setiap semester. Ditambah tugas setiap hari, hasilnya beban belajar sangat besar. Dalam keadaan seperti ini, cara tercepat menguasai materi adalah dengan menghafal.
7. Mengubah orang yang tidak cerdas menjadi cerdas adalah kewajiban negara melalui institusi pendidikan. Sistem pendidikan yang dibangun semestinya juga mencerdaskan. Bukan sistem yang hanya menjaring mana yang cerdas, mana yang tidak cerdas, lalu memberi cap anak ini pintar, anak itu bodoh, dengan deretan nilai di rapor dan ijazah.
8. Sejak di bangku SD hingga perguruan tinggi, seingat penulis, tidak ada mata pelajaran yang secara khusus mengajarkan bagaimana berpikir inovatif dan kreatif, bahkan cara membuat pemetaan pikiran pun tidak diajarkan. Singkatnya, sejak dini mayoritas orang Indonesia tidak diajarkan cara berpikir dan berlogika dengan benar.
9. Sebelum terlambat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sepertinya perlu menciptakan sebuah mata pelajaran baru, yang secara khusus mengajarkan bagaimana berpikir inovatif, dilengkapi dengan guru-guru kreatif. Mungkin akan lebih baik jika kreativitas gurunya setingkat dengan Yoris Sebastian, sang master dunia kreatif Indonesia.
10. Bangsa ini sedang mengalami darurat karya nyata dan orisinalitas dalam hal apa saja. Kemdikbud perlu mengurangi jumlah mata pelajaran agar para pelajar tidak terlalu banyak menghafal, tapi berlatih berpikir dan berlogika. Mungkin sebagian dari kita menganggap banyaknya skripsi yang judulnya hampir sama, di tingkat universitas, adalah hal biasa, tetapi jika dibiarkan, lama-lama akan membuat negeri ini jadi “negeri di atas kertas”
|
Notes.io is a web-based application for taking notes. You can take your notes and share with others people. If you like taking long notes, notes.io is designed for you. To date, over 8,000,000,000 notes created and continuing...
With notes.io;
- * You can take a note from anywhere and any device with internet connection.
- * You can share the notes in social platforms (YouTube, Facebook, Twitter, instagram etc.).
- * You can quickly share your contents without website, blog and e-mail.
- * You don't need to create any Account to share a note. As you wish you can use quick, easy and best shortened notes with sms, websites, e-mail, or messaging services (WhatsApp, iMessage, Telegram, Signal).
- * Notes.io has fabulous infrastructure design for a short link and allows you to share the note as an easy and understandable link.
Fast: Notes.io is built for speed and performance. You can take a notes quickly and browse your archive.
Easy: Notes.io doesn’t require installation. Just write and share note!
Short: Notes.io’s url just 8 character. You’ll get shorten link of your note when you want to share. (Ex: notes.io/q )
Free: Notes.io works for 12 years and has been free since the day it was started.
You immediately create your first note and start sharing with the ones you wish. If you want to contact us, you can use the following communication channels;
Email: [email protected]
Twitter: http://twitter.com/notesio
Instagram: http://instagram.com/notes.io
Facebook: http://facebook.com/notesio
Regards;
Notes.io Team