Notes

MEMISAHKAN KEDAULATAN DAN KEKUASAAN KEDAULATAN
Negara yang gagal dapat dilihat dari pelanggaran dan/atau pembubaran hukumnya. Teori(?) edaulatan dalam Teori Politik dan Hubungan Internasional, secara kontras, menjadikan eksistensi hukum itu sendiri didukung oleh yang berwenang untuk menegakkannya. Dalam negara yang termasuk pengecualian, pihak yg berdaulat(?) menangguhkan hukum untuk menghindari adanya pelanggaran. Kedaulatan dalam teori Hubungan Internasional terkonsep dalam hubungan dengan kemampuan untuk menegakkan hukum; sedangkan kedaulatan sebagai hak suatu negara untuk melindungi negara lain agar tidak campur dalam urusannya baik bagi yang bersedia atau bisa menegakkan hukumnya, pengkonsepan ulang dari kedaulatan terdapat dalam 'kewajiban untuk melindungi' merupakan suatu usaha untuk membatalkan perlindungan tsb, mempertegas kembali hubungan antara kedaulatan dan hukum. Dalam keduanya(?), hukum menitikberatkan bahwa kedaulatan tidak bisa diturunkan untuk dominasi atau pemerasan oleh peguasa; memang, dominasi sederhana menandakan tidak adanya kedaulatan.
Apa yang dapat kita ketahui ttg kedaulatan dari keunggulan hukum? Hukum menandakan adanya susunan komunitas politik, baik komunitas dimana yg diperintah menanggapi kedaulatan tsb, tapi juga sebuah komunitas yang memungkinkan adanya pengorbanan oleh sebagian dari komunitas untuk menyelamatkan keseluruhan komunitas, contohnya dalam pengiriman tentara ke garis depan. Secara adil/setara, pengakuan pada komunitas merupakan suatu individu atau kelompok sebagai yang berdaulat, merundingkan suatu kesatuan, dan bersatu, kualitas dalam mengatur kelompok. Dalam hal ini, kedaulatannya manusiawi(?), baik pengaturnya adalah seorang individu atau kelompok, karena kedaulatan tsb adalah kesatuan dan hubungan antara kedaulatan dan yg diatur diungkapkan dalam ucapan(Wendt and Duvall 2008).
Sebagaimana telah dikonsepkan, kekuasaan kedaulatan bukan tidak matang, kekuasaan yang terpisah atau dominasi karena keunggulan hukum, lebih terefleksikan dalam penangguhannya daripada perpecahannya, dan selalu merefleksikan sebuah hubungan timbal balik dengan yang diatur (Trainor 2006). Dalam hal ini, it(?) bisa mendeskripsikan suatu negara liberal-demokratis seperti rezim yg bersifat diktator dimana kekuatannya dilatih atas nama, atau dalam nama yg dipimpin. Nilai yang akan dipetik dari kekuasaan kedaulatan dalam negara terkecuali adalah adanya kontra untuk membebaskan kekuasaan kedaulatan dari batas, negara terkecuali membatasi kekuataan dari kedaulatan dan kemampuannya untuk berbuat semena-mena melalui hukum, dimana keduanya membatasi suatu komunitas politik dan juga memampukan pihak yg berdaulat untuk mengenal komunitas tsb. Sejauh selama pengecualiannya dibuat untuk menjaga komunitas politik tsb, negara pengecualian tdk membawa suatu teori ttg pelaanggaran hukum atau perpecahan dalam kekuasaan kedaulatan. Untuk melakukan hal tsb, kita perlu menspesifikasi sebuah konsep yg lebih luas tentang kedaulatan.
Kedaulatan, seperti berlawanan thdp kekuasaan kedaulatan dalam penggunaan, mengacu pada hubungan yang lebih umum, termasuk saat adanya timbal balik antara kedaulatan dan yang dipimpin sedang tidak stabil hingga ke titik dimana mereka akan ditiadakan. Sejauh peniadaan hubungan tsb adalah hasil dari pelanggaran, kedaulatan (untuk selanjutnya ditulis dgn huruf kapital untuk membedakan dgn penggunaan yg masih ada(?)), dalam contoh yg terakhir, terdapat dalam kapasitas dan kemauan untuk melanggar hukum tsb. Potensi adanya peniadaan/pembubaran ini tidak terekam baik dari konsep kedaulatan dalam Hubungan Internasional, dimana kedaulatan adala hak untuk mengakui pihak yg berdaulat yg menjalankan kekuasaan dalam hukum, atau dari konsep kekuasaan kedaulatan dalam Teori Politik, dimana kekuasaan kedaulatan dibatasi oleh hukum, bahkan ketika hukum tersebut ditangguhkan. Kedua disiplin ilmu tsb memahami bahwa kedaulatan setara dengan hukum, dan pelanggaran thdp hukum merupakan pelecehan thdp kedaulatan. Sebaliknya, konsep kita ttg kedaulatan didasarkan pada kemungkinan kedaulatan tsb berbalik dari yg diatur dan membubarkan kekuatan kedaultan itu sendiri, seperti yg dapat dilihat di suatu negara yg gagal. Kami menyarankan jika kedaulatan berarti segalanya, itu berarti bahwa yg berdaulat dapat slelalu tidak memedulikan hak-hak dari pelaku hukum. Kedaulatan lebih mempunyai potensi universal dalam berbagai hubungan aturan, dimana kekuasaan kedaulatan lebih tidak terbatas, konseptual dan bersejarah. Hubungan timbal balik antara yg berkuasa/berdaulat dgn yg diatur bukanlah suatu ka