NotesWhat is notes.io?

Notes brand slogan

Notes - notes.io

PROFILE

Name : Akshara Sekar Kusumawardhani
Place, Date of Birth : Bandung, February 10th, 1991
Gender : Female
Occupation : Journalist (Justice)
Blood Type : A+
Height/Weight : 168cm/45-57kg
Educational Background :
Tutor Time International Preschool & Kindergarten (Bandung).
Bandung Alliance Intercultural School – Elementary School
SMP Negeri 2 Bandung
SMA Negeri 2 Bandung
UNPAD – Fakultas Ilmu Komunikasi

RELATIVES

Name
Father: Panji Wahyu Kusuma
Mother: Dewi Sekartaji
Brother: Asthara Basta Kusumawardhana
Daughter: Seruni Kusumawardhani

APPEARANCE
Tubuhnya terbilang langsing—kalau tak mau disebut kurus—dan tinggi semampai dengan kulit putih susu. Biasanya, Akshara tak pernah memotong rambutnya hingga sangat pendek, dibiarkan tergerai panjang menyentuh punggung, membingkai wajah bulatnya yang berpipi tembam. Kadang lurus, terkadang bergelombang. Ia juga sering mewarnai rambutnya menjadi warna-warna terang, yang semula hitam pekat. Sekelam langit malam, sewarna kedua bola matanya, layaknya orang Asia.

Juga, dari perawakan dan wajahnya, banyak orang yang tak bisa menebak usia Akshara dengan tepat pada pertemuan pertama. Bila dia mengaku masih berusia belasan atau dua puluh awal, mungkin akan banyak yang memercayai kebohongannya tersebut. Wajahnya memang 'menipu'. Terimakasih pada make up dan pakaian yang berhasil menjadi kamuflase usia.

PERSONALITY

Nampak luar, Akshara terlihat layaknya gadis yang menjalani kehidupan dengan santai. Seolah tanpa beban dan tak pernah terlihat memiliki masalah berat. Namun itu semua, hanya karena Akshara mampu menutupi perasaannya dengan baik. Berkamuflase dalam topeng senyum, meski inti dirinya hancur hingga tak mampu dirangkai kembali. Bahkan dengan lem berkualitas super sekalipun. Nyaris tak pernah ada yang melihatnya menangis, dan bila sampai ia memperlihatkan kelemahan yang paling dibencinya itu, pertanda bahwa Akshara benar-benar tak mampu menanggung beban di pundak kecilnya seorang diri. Bila saat itu tiba, pertanda beban tersebut harus dibagi agar tak menenggelamkannya dalam lubang bernama kesakitan terlalu dalam.

Akshara bagaikan gumpalan pesimistis yang siap meledak kapan saja, di mana saja. Namun, ia tak mampu keluar dari kungkungan ambivalensi yang menyekapnya dalam ruang sempit; membuatnya tak mampu bernapas. Di satu sisi, akan ada masa ketika Akshara merasa lelah bukan main dan menyerah pada keadaan yang ada... kemudian menghakhiri hidup dan berhenti merepotkan semua orang yang—dia ingat—menyayanginya. Namun di sisi lain, Akshara merasa tak tega bila terus menerus membuat semua yang tersayang bersedih, apalagi meninggalkan mereka. Maka sepanjang dia hidup, Akshara tumbuh menjadi gadis pemikir yang kerap menganalisa ini dan itu, mempertimbangkan konsekuensi bila ia melakukan ini, dan hasilnya menjadi itu. Akhirnya, menjadikannya sebagai pribadi yang ambisius, takkan menyerah hingga keinginannya tercapai dalam bentuk sesempurna mungkin. Terkadang, karena hal itu dia kerap tak disukai. Entah karena terlalu banyak mengatur ataupun terlampau tak peka pada lingkungan sekitar. Bila Akshara sudah meyakini satu hal dan itu dianggapnya benar, maka akan terus dipertahankannya. Meski bertentangan dengan lingkungan, juga bahkan nuraninya sendiri. Ucapan yang keluar dari bibirnya pun lebih sering kasar; tak melewati filter.

Walaupun di sisi lainnya, ia tetap bersikeras untuk menikmati hidup selagi mampu. Mengisinya dengan kesenangan sampai topeng optimisnya kembali tergerus dan mengungkap jati diri si gadis sesungguhnya. Karenanya, baik jiwa dan pikiran Akshara bebas dan jauh dari kata konservatif. Sampai saat itu, ia akan terus berusaha.

BACKGROUND STORY

I. PERMULAAN
Tak ada yang meminta ketika dilahirkan di dunia, ingin berada dalam keluarga yang seperti apa. Bisakah kita mengajukan keinginan pada Yang Maha Kuasa untuk menjadi anak dari keluarga yang... lebih dari ‘berada', padahal tidak mengharapkankannya? Tidak ada. Termasuk putri pertama keluarga Kusuma ini,

Akshara Sekar Kusumawardhani, begitulah dia diberi nama.
Kalau boleh memilih, Akshara justru ingin hidup dalam keluarga yang ‘berkecukupan’. Cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia mulai dari makan hingga aktualisasi diri. Cukup dan sederhana, tidak perlu terlalu ‘banyak’. Bukankah sesuatu yang berlebihan itu tidak baik? Ketika diperlakukan bak putri kerajaan, segala keinginan terpenuhi bahkan tanpa harus berteriak. Semua memerhatikanmu, mulai dari kebutuhan dasar hingga kesenanganmu. Segalanya diperhatikan, agar kau mendapatkan segalanya. Tapi sayangnya, semua itu didapatkannya bukan dari mereka yang Akshara harapkan.

Keluarga—oh, orangtua tepatnya. Mereka terlalu sibuk memikirkan hal-hal duniawi sehingga melupakan senyuman yang timbul dari percikan kecil batiniah. Terkadang, Akshara iri pada Rina. Anak dari pengasuh yang merawatnya sejak melihat dunia—Aminah. Rina kerap mendapatkan perlakuan yang tak mungkin mama dari Akshara memberikannya. Sedikitnya, mengajarkan Akshara kecil bahwa senang itu bukan sekedar uang dan hiburan serta segala hal yang diberikan orangtuanya semata. Karena itulah, Akshara ingin melihat dunia.

Berbagai dunia, dan itu dimulai sejak dia menduduki bangku sekolah formal. Katanya, dia ingin bebas.

Maka, Akshara mulai membuka pergaulan. Akshara berteman dengan siapapun. Mulai dari anak-anak dari pembantunya, hingga tukang becak yang kerap ‘mangkal’ tak jauh dari rumahnya di Bandung. Padahal, saat itu umurnya masih enam tahun, dan terus berlanjut hingga di tingkat SMA. Di sekolah pun demikian. Tapi sayangnya, Akshara tak pernah terikat dalam satu perkumpulan, organisasi, maupun kesukaan yang sama. Bagaikan kupu-kupu, dia terbang dan hinggap di bunga manapun yang disukanya. Jarang sekali Akshara menghabiskan waktu banyak di rumah. Baginya, itu adalah satu hal yang membosankan. Malah, dia lebih dekat dengan para pedagang di kantin dan penjaga sekolah. Walaupun, ketika diketahui oleh mamanya, Akshara dihukum tidak boleh keluar rumah; termasuk untuk sekolah. Bukannya jera, Akshara malah menertawai pilihan yang diambil orangtuanya tersebut.

“Tidak logis,” katanya kala itu, lengkap dengan dengusan. Aturan tata krama yang—baginya—tak masuk akal, membuatnya makin tak ingin berkecimpung dan hidup terus-terusan pada keluarga yang ‘mengalungkan’ tali pada lehernya, kemudian bebas untuk menariknya kesana-kemari sesuai keinginan hati. Katanya, bila mendidik anak terlalu keras, maka akan menghasilkan anak-anak yang pembohong lagi pembangkang. Mungkin, itu adalah penyebab mengapa Akshara dan adiknya—Asthara—tumbuh menjadi sosok yang ‘bandel’. Meski sejak memasuki SMP, mereka bersekolah di tempat yang berbeda—ini adalah keinginan Akshara, berhubung dia ingin sekolah di sekolah umum. Bukannya tempat orang-orang dari ‘keluarga sejenis’ dengannya berkumpul, Aksara dan Asthara tetap kompak melakukan hal-hal yang kerap membuat orang tua menggelengkan kepala. Padahal, perbedaan usia mereka terpaut cukup jauh. Empat tahun. Bila sepatutnya kakak memberikan contoh yang baik untuk adik kecilnya, maka lain halnya dengan Akshara. Dia—mereka—sama-sama belajar tentang dunia, meski lewat jalan yang salah. Banyak yang bilang, hal ini adalah kenakalan remaja. Padahal, hanya proses untuk naik lebih tinggi dalam menjejaki tahap kedewaasaan.

Tak banyak yang mengerti jalan pikiran Akshara. Seolah-olah, frekuensi pikirannya berada di ‘AM’ sementara yang lainnya ‘FM’. Beruntung, dia masih memiliki adik laki-laki yang bisa diajak tukar pikiran.

Kabur dari rumah? Sering, hingga semua orang di rumahnya yang super megah pun sudah terbiasa.

Hingga datang satu waktu, Akshara tak pernah pulang. Bahkan tidak, ketika ayahnya meninggal dunia. Tidak.

Akshara menghilang.

II. TITIK BALIK
“Kau gila.”

“Bukan pertama kalinya kudengar itu.”
Sang dara terlalu bebas, tak ada yang bisa menangkapnya. Lalu, hari itu pun tiba. Ketika kakinya dikekang oleh tali dan memaksanya untuk tidak berbuat seenaknya lagi. Tali itu, oleh kebanyakan orang disebut dengan tanggung jawab.

Umurnya masih delapan belas, dia masih berada dalam tingkat satu—baru memasuki jenjang perguruan tinggi—saat dirinya mengalami... anugerah. Tidak, dia tak mau menamai itu musibah atau kecelakaan, selayaknya orang kebanyakan menyebutnya.

Memiliki anak di usia muda, adalah sebuah hadiah bukan? Meski anak tersebut lahir tanpa adanya ikatan pernikahan.

Suara sumbang di telinganya, kerap mendengungkan untuk menggugurkan kandungannya.

Bisikan dari pemuda yang menghamilinya, mengucap janji akan bertanggung jawab.

Teriakan dari orang tuanya, menitahkan untuk pulang dan katanya semua akan baik-baik saja.
Seluruhnya, tak ada yang didengarnya.

Bagi Akshara, berjuang sendiri mempertahankan apa yang—jujur saja—tak sengaja dibuatnya, adalah bentuk tanggung jawab untuk dirinya sendiri.

Menggugurkan? Sekacau-kacaunya perangai Akshara, dia takkan sampai hati untuk membunuh anak yang sama sekali belum berdosa.

Menikah? Dengan Andra, yang notabene sudah meminang orang lain sebelumnya? Tidak, terimakasih. Katakanlah Akshara naif, tapi dia tak ingin menjalin rumah tangga dengan cinta yang hanya berasal dari pihaknya seorang.

Pulang? Lalu nantinya, anak Akshara akan tumbuh besar seperti dirinya dulu? Lebih baik tidak. Dia ingin anaknya hidup lebih bahagia dari ibunya. Juga, selamanya Akshara ingin hidup terpisah dari keluarga yang sudah ‘membesarkannya’ itu.

Kalian berharap apa? Saat itu Akshara masih terlampau muda, meski dia sudah merasa sangat dewasa.

Akshara sadar ketika dia ‘melakukannya’, maka dia sadar penuh saat dia menarik keputusan. Meski sulit, dia berjuang seorang diri. Walaupun kenyataannya tidak. Tabungan yang sebenarnya lebih dari cukup untuk menghidupi, juga dibantu tenaga Aminah yang—hebatnya—setia mengikuti Akshara, tapi tetap saja ada tangan-tangan yang menolong padahal tidak diminta.

Keluarganya, meski jarang berkomunikasi, kerap mengirimkan uang ke rekening Akshara. Pernah satu waktu, dia mengembalikannya. Namun, nominal uangnya terus bertambah tanpa mengindahkan keinginan Akshara. Juga terhadap perilaku adiknya. Saat itu, bahkan bocah laki-laki tersebut masih SMP ketika dia berkata akan terus melindungi Akshara. Lucu, memang. Karena kemanapun Akshara pergi—selama masih di tatar Bandung, hingga tempat ‘berbahaya’ sekalipun—dia selalu mendapat ‘pengawalan’ tak kasat mata dari anak-anak yang katanya badung. Pula, dari para pria sangar yang melabeli diri mereka adalah preman. Menggemaskan, bahkan dalam usia muda, Asthara telah memiliki jaringan pertemanan yang tidak biasa. Bahkan hal tersebut, masih berlanjut ketika Asthara masuk SMA, lalu kuliah—dan lulus lebih dulu daripada kakaknya. Konsep kakak yang melindungi adik, tak berlaku bagi Kusuma bersaudara ini. Karena yang terjadi, adalah sebaliknya.

Sejak saat itu, Akshara lelah untuk menolak.

“Separuh dari saya, kini ada di perutmu. Nantinya, menjelma menjadi seorang manusia. Setengahnya, ada aku. Ada sisi diriku yang melekat padamu. Aku hanya ingin memastikan ‘aku’ hidup dengan baik-baik saja. Aku tak bisa berbuat lebih dari ini, karena nantinya aku tahu kamu tidak akan terima. Maka biarlah, aku membantu dengan satu hal kecil ini, yang kutahu jelas, takkan mengurangi banyak beban di pundakmu.” Itulah yang diucapkan Andra, rekan yang membantu menciptakan anaknya ini, ketika memaksa untuk membiayai segala hal yang berhubungan dengan sang buah hati. Akshara tak ingin merepotkan, karena dia mengetahui bahwa ada keluarga sungguhan yang harus dibiayai Andra—seorang mahasiswa yang baru lulus, dan baru mendapat pekerjaan dengan gaji yang tak seberapa—tapi, pemuda itu tetap bersikukuh. Sehingga, tak bisa dia tolak.

Seharusnya, dia tak terlalu mempercayai lelaki. Sepatutnya, dia tak bermain api dengan seseorang yang telah memiliki ‘pasangan’, walaupun ada cinta sebagai alasan.

III. SELAMAT DATANG, MALAIKAT
Satu tahun cuti kuliah, adalah konsekuensi yang harus diambil Akshara. Belum lagi gunjingan yang—walaupun tak dipedulikan—membuat telinga panas. Dan dia harus bekerja keras dengan ekstra, bayinya lahir.

16 Mei 2010, masih di Bandung. Bayi perempuan lahir selamat, diberi nama Seruni. Karena Akshara sangat menyukai bunga itu, dan berharap putrinya akan tumbuh secantik dan sebebas kuntum bunga Seruni. Juga, Kusumawardhani. Agar sang putri, menyadari darimana dirinya berasal.

IV. TANGGA BARU
Tertatih-tatih, Akshara akhirnya lulus dari perguruan tinggi. Menyabet gelar Sarjana Ilmu Komunikasi, dengan konsentrasi Jurnalistik yang dipilih. Tentu, pekerjaan yang dipilihnya adalah dalam bidang kewartawanan. Tapi lagi-lagi, dia ingin mengecap pelajaran baru. Sehingga, nekat melamar di sebuah kantor surat kabar di Uni Emirat Arab, sebagaimana saran yang diberikan kawan terdekatnya. Qisti. Dan ajaibnya, diterima. Sehingga dengan segera, Akshara memboyong semua harta bendanya yang tak seberapa, membeli rumah dan apartemen, membawa putri sematawayangnya juga dengan pembantu rumah tangga—dan anak dari Aminah—pergi menjauhi Indonesia. Biarlah adiknya menggantikan dia untuk memimpin Kusuma Corp. menggantikan ayahnya, karena memang Asthara lebih berhak. Sementara Akshara pergi, menuju Royale...

.

.

.

...meninggalkan segalanya.

WHAT PEOPLE SAID ABOUT HER

“Kamu tuh perempuan, anak sulung keluarga Kusuma. Kapan kamu sadar diri, nak? Kelakuan kamu tuh bikin mama stres. Coba kalau papa tahu, jantungnya bisa kambuh.” — Dewi Sekartaji, saat mengetahui Akshara ikut tawuran antar sekolah.
“Papa kecewa.” — Panji Wahyu Kusuma, hampir setiap memulai pembicaraan dengan Akshara.
“Susah sih ngomong sama anak yang sekolah di sekolah negeri. Salah sasaran sosial-mu, Teh.” — kata Asthara, adiknya yang bermulut pedas.
“Teh Akshara itu cantik. Apalagi kalau sikapnya santun, sayang. Yuk, ibadah dulu. Biar lega.” — Aminah, ketika menenangkan Akshara yang menangis.
“Kenapa gambarnya mirip banget. Sampai jerawatnya juga sama... ih, nuhun pisan!” — ucapan terimakasih Rina saat diberi kado di ulang tahunnya yang ke-17. Berupa sketsa wajah, buatan tangan Akshara.
“Shara... jangan pura-pura kalau kamu gak apa-apa. Kali ini, kamu boleh egois.” — Andra, saat Akshara menolak ‘lamarannya’.
“Uni sayang mama, selalu! Gak perlu ada papa!!!” — Seruni Kusumawardhani, di suatu malam, di bulan Juli.
“Jangan nangis, gak cocok.” — Qisti, ketika mendapati Akshara menangis melihat wajah pulas Seruni yang terlelap.
“Teh Akshara mah baik, bu. Dia suka beliin saya rokok kalau saya gak ada uang.” — Herman, tukang becak depan rumah saat diinterogasi oleh Dewi.
“ANJIR MANEH KACAU RA! HAHAHAHAHAHA!” — Teman-teman sekelas Akshara di hari pertandingan futsal antar kelas, di mana Akshara kedapatan ‘meracuni’ konsumsi kelas lawan.
TRIVIA

Aksara (also akshara, Devanagari अक्षर, IAST akṣara) is a Sanskrit term translating to "imperishable, indestructible, fixed, immutable" (i.e. from a- "not" and kṣar- "melt away, perish"). It has two main fields of application, in Sanskrit grammatical tradition (śikṣā) and in Vedanta philosophy. The uniting aspect of these uses is the mystical view of language, or shabda, in Hindu tradition, and especially the notion of the syllable as a kind of immutable (or "atomic") substance of both language and truth, most prominently, of course, the mystical syllable Aum, which is given the name of ekākṣara (i.e. eka-akṣara), which can be translated as both "the sole imperishable thing" and as "a single syllable". In the explicitly monotheistic tradition of Bhakti yoga, both akṣara and aum become seen as a symbol or name of God. ( sumber: wikipedia )
Panji menamai putri sulungnya dengan nama tersebut karena disarankan oleh temannya yang ditemui sebelum pulang dari India.

Memiliki phobia terhadap kucing. Tak diketahui alasannya, yang jelas setiap melihat makhluk berbulu tersebut dia akan menjerit. Tak peduli tempat.
Akshara bisa dibilang perempuan yang pemberani. Umpankan dia pada singa, mungkin esoknya mereka akan jadi sahabat karib. Walaupun batasan antara berani dan nekad terasa tipis bagi Akshara. Tapi, bila dihadapkan dengan darah... maka dia mendadak akan jadi pengecut.
Pernah mencoba untuk merokok saat baru masuk SMA. Ketahuan oleh ayahnya, dan Akshara diperintahkan untuk menghabiskan satu bungkus rokok tanpa jeda. Tak berhasil, yang ada malah muntah. Sejak saat itu dia jera dan tak merokok lagi.
Toleransi terhadap alkohol tinggi, dia tak mudah dibuat mabuk.
Sangat suka makanan manis, tapi tidak tahan pedas dan tak suka asin.
Senang membaca, jago dibidang hapalan tapi sangat bodoh dalam ilmu-ilmu eksakta.
Akshara mendapatkan kurus mengemudi gratis dari supir keluarga, karena dia mengancam akan memberitahu ibunya kalau supirnya itu berpacaran dengan janda tetangga sebelah.
Kendati memiliki selera berpakaian yang cukup bagus, semenjak kelahiran Seruni, dia lebih senang mengkoleksi baju-baju lucu untuk anaknya tersebut.
Menyenangi fotografi dan menggambar.
Cinta pertamanya adalah seorang gay. Saat itu Akshara masih SD, dan orang tersebut adalah desainer pribadi ibunya.

WRITER’S NOTE

Alasan Bergabung: Konsepnya menarik! Menunjang saya untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat di dunia nyata, meski kontribusinya hanya berupa cerita karangan.

Saran Untuk Agency: Semangat! Dan jangan pernah lelah untuk menjadi kreatif.

Meski sekolah yang disebutkan adalah nyata dan benar-benar ada di Bandung, karakter Akshara adalah fiksi belaka. Bila ada kesamaan nama maupun cerita, murni hanya kebetulan semata. Diciptakan, murni untuk kesenangan penulis. Diharapkan, tidak ada yang menyadur sebagian atau bahkan keseluruhan dari isi halaman ini.
Penulis terbuka untuk saran dan kritik, juga bila ada yang ingin membuat plot bersama atau sekedar mengobrol! :)

     
 
what is notes.io
 

Notes.io is a web-based application for taking notes. You can take your notes and share with others people. If you like taking long notes, notes.io is designed for you. To date, over 8,000,000,000 notes created and continuing...

With notes.io;

  • * You can take a note from anywhere and any device with internet connection.
  • * You can share the notes in social platforms (YouTube, Facebook, Twitter, instagram etc.).
  • * You can quickly share your contents without website, blog and e-mail.
  • * You don't need to create any Account to share a note. As you wish you can use quick, easy and best shortened notes with sms, websites, e-mail, or messaging services (WhatsApp, iMessage, Telegram, Signal).
  • * Notes.io has fabulous infrastructure design for a short link and allows you to share the note as an easy and understandable link.

Fast: Notes.io is built for speed and performance. You can take a notes quickly and browse your archive.

Easy: Notes.io doesn’t require installation. Just write and share note!

Short: Notes.io’s url just 8 character. You’ll get shorten link of your note when you want to share. (Ex: notes.io/q )

Free: Notes.io works for 12 years and has been free since the day it was started.


You immediately create your first note and start sharing with the ones you wish. If you want to contact us, you can use the following communication channels;


Email: [email protected]

Twitter: http://twitter.com/notesio

Instagram: http://instagram.com/notes.io

Facebook: http://facebook.com/notesio



Regards;
Notes.io Team

     
 
Shortened Note Link
 
 
Looding Image
 
     
 
Long File
 
 

For written notes was greater than 18KB Unable to shorten.

To be smaller than 18KB, please organize your notes, or sign in.