Notes

Darah,
Mengucur segar,
Semerbak akan bau tak sedap.

Darah,
Telan hingga tetesan terakhir,
Berlari, melaju kedalam tenggorokan.

Semuanya bermula pada satu malam yang sejuk.
Rembulan bersinar beserta triliunan bintang menari di angkasa. Distrik perkotaan yang sibuk, ramai, dan tak pernah lelah untuk memancarkan sinar gedung-gedung megah tanpa henti.

　Lorong sempit, celah antara gedung-gedung menjulang tinggi, berusaha menggapai languit, gelap, dan lembap.

Hanya pertujunkan komedi dan tragedi yang menjamah tempat tersebut.

Tempat dimana tumbangnya satu tubuh, bersimbah darah.
Tempat dimana satu mayat, membusuk, berharap ditemukan.
Tempat dimana seorang Vampir modern menghisap darah mangsanya hingga titik penghambisan.

Ya, Vampir, pelopor dari novel Dracula yang fenomenal tersebut.

　Beberapa hari yang lalu, Vampir muda tersebut berdiri dengan bangga, darah menetes dari bibir merahnya, dan sepasang manik menyala dengan kebahagiaan.

　Namun, sekarang, Vampir tersebut duduk, terikat pada kursi, sepasang maniknya tenggelam pada sehelai kain hitam.

　Lucu sekali, bukan？

Seorang manusia, Quentin, menculik seorang Vampir？

　Oh, Quentin, semuanya terlihat mudah ketika ia yang melakukannya.
Ibu jarinya terulur, perlahan mengusap bibir bawah sang Vampir.

　❝ Merah sekali bibirmu. Apa karena darah？❞