Notes

Potongan

// Asthophylla
Suara Astho berubah. Api kemerahan itu berganti menjadi asap saat Ia melemparnya ke udara. Mata elang Astho menilik Gillian tajam. "Walau begitu, Kita harus mengganti strategi. Jangan berdiam terlalu lama." desisnya.
"Bisa kau lihat sendiri sekarang sedang diadakan ujian. Keadaan belum bisa dinyatakan aman untuk melanjutkan misi tahap kedua." Kata Gillian membela.
"Berpikirlah jika memang kau adalah penanggung jawab misi,Giliian. Ada banyak pasukan yang bisa kau pakai sebagai pancingan. Ada beribu shadow yang bisa kau perintahkan untuk mengacaukan suasana. Apa kau lupa?"
Astho menaikkan sebelah alisnya. Menyudutkan Giliian yang menahan nafasnya. Beruntung dirinya adalah seorang yang tahan kias sehingga Ia selalu berhasil menghadapi Astho yang selalu berapi-api.
---
Gil berjalan pergi. Astho berdiri terpaku. Teringat olehnya saat Gil mengucapkan nama seorang wanita sewaktu mereka masih berada di Hellia. Ketika itu Gil menyampaikan usulannya untuk menjadikan wanita itu sebagai anggota tim utama. Amarah langsung tampak begitu jelas di matanya.
“Aku takkan segan-segan lagi jika Ia benar-benar memanggil gadis itu.” Kesalnya.


// Rylact
Kertas hitam bukanlah kertas yang biasa digunakan untuk menginformasikan sesuatu, sekalipun itu adalah informasi rahasia. Terlebih dengan tali merah yang terjalin rapi diantaranya. Mungkin ini adalah perihal mendadak, apa ada keadaan genting?
“Ada perihal apakah Anda memanggil saya,Tuan?” tanya anak muda itu sembari membungkuk hormat.
“Mari kita bicara di Claustrum,” ajaknya dengan sebuah senyum ramah. Welwitschia(??) muda yang dipanggil Rylact itu terhenyak sejenak sebelum Ia menyanggupinya. “Dengan senang hati, Tuan Zien.”

Claustrum adalah sebuah ruangan tempat menyimpan berbagai buku-buku, dokumen-dokumen dan alat-alat penting milik para petinggi Welwitschia. Tak jarang Claustrum juga digunakan sebagai tempat pertemuan pribadi. Seorang welwitschia dengan jabatan tinggi rata-rata memiliki setidaknya sebuah Claustrum pribadi.
Rylact berjalan pelan mengikuti langkah Zien menuju Claustrum miliknya yang terletak di samping menara timur. Beruntung Ia bisa diundang untuk masuk kesana karena Claustrum adalah privasi setiap pemiliknya. Ruangan
itu hanya bisa dibuka oleh pemiliknya dengan mantra khusus yang tentu berbeda untuk setiap Claustrum.
---
“Aku yakin The Anon masih ada dan mereka sudah kembali bergerak tanpa kita sadari. Tujuan mereka mungkin masih sama, tapi besar kemungkinan tujuan mereka sekarang bukan hanya itu.”
Rylact hanya menelan ludah setelah selesai membaca gulungan itu dan meletakkannya kembali ke atas meja. Ia langsung menatap Zien sangsi. “Tuan, Apa itu yang dituliskan Clotheo?” tanyanya. Zien tersenyum, “Tepat. Kau selalu pandai menerka,Rylact.” Jawabnya santai.
Rylact terhenyak. “Isinya bertentangan dengan fakta..” kata Rylact lagi. Masih dengan tatapan ragu yang bercampur dengan heran. Zien berdiri dan berjalan menuju salah satu rak yang berada tak jauh dari kursinya. Rylact ikut berdiri dan berjalan mendekat.
“Clotheo tidak pernah salah,Rylact.” Ucap Zien tepat sebelum Rylact hendak bersuara.Welwitschia muda itu membuang muka. Zien mengambil sebuah buku tebal bersampul merah bata yang terlihat sudah usang.
“Bukankah terkadang takdir itu terasa tidak nyata?” kata Zien sembari membuka buku itu dan membalikkan halaman demi halamannya. Tepat saat Ia menemukan sebuah sketsa di salah satu halamannya, Ia langsung menunjukkannya pada Rylact.
"Lihatlah. Hari itu akan tiba sebentar lagi, dan Kau harus menghentikannya,Rylact."
Rylact terdiam. Sketsa pertempuran antara dua kubu dengan dua buah kristal berwarna hitam dan putih pada masing-masing kubu.


// Aceris
Aceris hanya diam. Wajahnya tak menunjukkan ekspresi apapun. Gil melanjutkan laporannya, "Kami telah mengirimkan beberapa Custor untuk memata-matai manusia itu, hanya saja.."
Mata Aceris menajam mendengarnya, Ia tahu apa yang akan dikatakan Gil selanjutnya. Iapun mulai menerka-nerka siapa orang yang bisa melenyapkan mata-mata tersebut dari sisi manusia itu.
"Custor yang memata-matai manusia itu telah hilang seperempat jam yang lalu." sambung Gil.
"Hanya itu yang bisa saya sampaikan. Mohon maaf atas kegagalan custor kami, Tuan Muda."
Gil menunduk dalam. Dari jauh, Astho memandanginya puas. Sementara Aceris hanya diam.
"Lakukan lagi. Aku ingin dengar laporan yang bagus darimu esok lusa." ucap Aceris yang bangkit dari kursinya. Gil mengangguk paham. "Kemana Anda akan pergi,Tuan Muda?" tanya Gil segera.
Aceris tidak berbalik. Ia hanya berhenti sebentar dan mengalihkan pandangannya pada Astho yang masih sibuk dengan pekerjaannya lalu berkata,"Memeriksa sebentar."
"Apa perlu saya temani?"
Tawar Gil. "Tidak. Kau tetaplah disini." jawab Aceris. Ia langsung melangkahkan kakinya cepat.
Gil hanya mengangguk paham. Setelah Aceris pergi, Ia kembali ke kesibukannya sebagai perencana dan penanggung jawab disana.
Ia membuka kembali lembar-lembar catatan mengenai custor yang Ia tugaskan sejak beberapa hari lalu. Custor yang dinyatakan tewas tadi sore adalah custor berinisial A, salah satu custor terbaik yang Ia miliki.
Ia merengut. Berbagai spekulasi bermunculan dalam pikirannya. Satu demi satu Ia analisis hingga tersisa beberapa kemungkinan.
"Target berontak?" lirihnya.
Ia membuang muka. Membunuh Custor bukanlah suatu hal mudah yang bisa dilakukan oleh setiap manusia. Walau Ia tahu benar bahwa Sang Pembaca Takdir kali ini bukanlah manusia biasa, membunuh seorang custor terlatih takkan bisa semudah itu.

(p.s : "Sang Pembaca Takdir" sounds usual indeed. pardon me. that's only the way i call this kind of person)