Notes

"Arigatou, sensei!"

Sorakan riuh para bocah-bocah berkelaminkan adam serta hawa ini hampir berhasil memecahkan gendang telinga. Wajah mereka dipenuhi peluhㅡbenar-benar terlihat letih, tapi entah mengapa segerombolan mahluk barbar tersebut masih sanggup menciptakan sebuah senyuman cukup lebar membingkai rupa.

Ia yang bocah sebut sensei hanya sempat mengangguk, sama sekali tidak tertarik untuk membalas dengan ceria. Figur tegasnya 'pun terlihat letih, walaupun gengsi jika ditunjukkan. Seorang guru harus selaku tegap di mata para murid. Surai ravennya berkibar tanpa ritme ketika langkah mulai menapak aspal pinggir jalan, perlahan menjauhi gerbang jumbo yang berpahat: Martial Arts.

Son Hak..-sensei.

Sebutan baru sang adam didalam dunia pekerjaan. Ketika sebelumnya ia hanya sekedar dipanggil 'Hak' oleh rekan se-pekerja. Sudah cukup lama semenjak ia memutuskan untuk berhenti di dunia industri malam; kira-kira 6 tahun, mungkin? Dia tidak terlalu pandai menghitung. Yang pasti, umurnya sekarang menginjak 24 tahun, menyinggung setengah abad.

"ㅡHaus." Bibir yang semula terkatup rapat-rapat, ia buka untuk mengeluarkan kata. Memang benar, rasa letih juga suntuk ini akan hilang jika seseorang sudah mulai minum. Persetan dengan hawa petang yang mulai mencekam dinginnyaㅡbayangan bir didalam bar sudah cukup membuatnya tergiur.

Ada ribuan bar di Jepang ini, sungguh. Tapi entah mengapa insting membawanya ke tempat yang berdekatan dengan tempat kerjanya dulu.

"..."
Gedung yang terdiri dari club juga cafe tersebut masih berdiri kokoh, dipenuhi oleh karyawan-karyawan yang asing wajahnya. Ada yang tertawa, ada yang duduk bersantai, ada yang berdiri sambil melakukan hal-hal anehㅡastaga, benaknya sempat melakukan fase nostalgia sekarang. Jika saja ia memiliki cukup uang untuk dihabiskan, maka tungkai kaki pasti sudah membawanya kearah cafe. Namun pria berperawakan besar ini memilih untuk memalingkan atensi.

'Bar, saja.'

KLING! (🔔)

Another place, another mess.

Keramaian kembali menyambut gendang telinga, kali ini dipenuhi oleh riuh tawa golongan pria tambun yang tampak tengah menikmati minuman mereka masing-masing. Kedua netra Hak ia sebarkan kemudian, berusaha untuk mencari tempat kosongㅡnaas, yang ia temukan hanya spot yang berada di meja bar, dekat dengan lokasi bartender. Tempat dimana secara otomatis, akan membuatmu berinteraksi dengan orang lain.

Dengan berat hati, juga langkah lunglai, manusia jangkung satu itu segera menempati kursi yang dimaksud.

Jari telunjuk diangkatnya, memberi gestur kepada yang bertugas untuk segera membawakan minuman. Tidak banyak waktu yang perlu dihabiskan, sebelum kemudian pesanan milik Hak datang. Ini dia, yang ia damba-dambakan sedari tadi.

"Ah-!" Bibirnya kembali mengeluarkan suara, kali ini berupa raungan kecil; tanda bahwa sang surai kelam ini terkejut akan sesuatu.

Oh, seseorang menyenggol sikut ketika ia sedang minum.

"Tch." Fokusnya beralih secara instan, berusaha untuk memberikan peringatan pada seseorang yang duduk di sebelah kanan.