Notes

"Kita buat kastil?" Suara riang Biru terdengar di area bak pasir yang dihuninya bersama Eddart. Si anak laki-laki mengangguk bersemangat.

"Kastil yang besar!" sahutnya.

Kedua anak kecil itu lalu bekerja bersama, membangun istana pasir sambil bertukar kata.

"Kita namakan Kastil Peristaltik!"

Biru berseru sambil memadatkan dinding istana. Eddart mengernyit bingung.

"Apa itu?" tanyanya dengan suara khas kanak-kanak. Si gadis kecil terdiam sejenak, seolah memikirkan arti dari kata yang tadi diucapkannya. Sesungguhnya, dia hanya mencuri dengar kata itu dari sang kakak sepupu, saat membaca buku berjudul Biologi.

Ah, entahlah. Mungkin Peristaltik adalah nama tempat yang penuh peri.

"Tidak tau, tapi sepertinya keren!"

"Oke!" Eddart, menjadi anak kecil yang patuh, mengiyakan dengan riang.

---

Alea baru saja selesai minum susu, dan kali ini dia ingin ikut bermain. Saat dilihatnya Biru dan Eddart membangun istana pasir, dia sontak berlari ke arah bak pasir. Langkah kaki-kaki kecilnya terpaksa berhenti kala sebuah batu menyandung tungkai kirinya. Lututnya lecet, dan telapak tangan Alea sakit.

Air mata berkumpul di pelupuk, tapi si gadis kecil menolak untuk menangis. Dia bangkit berdiri, lalu berbalik untuk meminta bantuan salah satu guru TK.

Dave berjalan mendekati Alea, tapi gadis kecil berusia tiga tahun itu malah menangis. Mungkin gurunya benar; Dave hampir selalu terlihat menakutkan. Lihat saja, dia ingin menolong, tapi Alea menangis.

"Naik," pintanya setelah berjongkok di depan gadis kecil itu.

Meski awalnya ragu, Alea akhirnya mau digendong. Dave berjalan dalam diam, mendengarkan tangisan bisu murid kelas Anak Ayam itu. Dave sendiri sekelas dengan Eddart di kelas Harimau, tepat bersebelahan dengan Conor dan Biru yang di kelas Gajah.

"Sakit?" tanya Dave, melirik lutut Alea yang berdarah sedikit.

Alea tidak menjawab, tapi kepalanya yang mengangguk sudah cukup menjadi jawaban.

---

Conor berlarian menuju bak pasir sambil mengangkat sebuah tamiya.

"Lihat! Ini mobil istana!" ujarnya bersemangat. Tamiya merah itu dipamerkannya pada kedua teman yang masih sibuk membangun kastil.

"Aku pilot!" kata Conor lagi.

"Pilot kan sopir pesawat!" Biru menyahut.

"Ceritanya tamiya ini bisa terbang!" Conor tak mau kalah.

"Sudah, ayo buat garasi juga. Sebelah sini!" titah Eddart, memecah perdebatan yang mungkin tak akan ada ujungnya.

---

Lutut Alea kini telah direkati plester bergambar dinosaurus. Tangannya sudah dibersihkan, dan berada dalam genggaman Dave. Keduanya berjalan menuju bak pasir.

Istana pasir telah berdiri, meski bentuknya lebih menyerupai gundukan tak berwujud.

"Alea!" Biru berseru senang, lalu berlari memeluk yang termuda di antara kelimanya. Dave sendiri merogoh saku celana; mengeluarkan bendera hasil prakaryanya tadi pagi. Bendera dengan gambar power rangers.

"Di sini, boleh?" tanyanya, menunjuk gundukan tertinggi yang diasumsikan sebagai atap kastil.

"Boleh!" ucap Eddart dan Conor kompak.

Saat Dave melangkah mendekat, kakinya terantuk sekop yang digeletakkan begitu saja. Tak ayal, tubuhnya yang lebih tinggi dari teman sebayanya jatuh ke atas istana pasir. Dave terbatuk, butiran pasir sempat memasuki mulutnya.

Kastilnya? Hancur, tentu saja.

"KASTIL PERISTALTIK!" teriak Biru, panik.