Notes

Seorang pemuda jangkung memasuki great hall yang sudah ramai oleh celoteh para murid, menghangatkan pagi di musim gugur. Jubah sang adam berkibar luwes seiring langkah, menuju meja panjang yang dipenuhi remaja berdasi biru-tembaga. Ravenclaw; itulah sebutan asrama kebanggaannya.

Manik kelamnya mencari sebuah sosok di meja tetangga, Gryffindor. Selengkung senyum pun terukir di bibir si pemuda.

Sebuah bendel perkamen diletakkan begitu saja di dekat piring seorang gadis berambut legam. Sambil berlalu, kuasanya mengusak rambut Biru—nama si gadis—lembut.

Dia tau kalau gadis itu tengah melempar pandang; mungkin dengan pipi memerah, tapi Dave melanjutkan langkahnya ke tempat yang kosong di meja Ravenclaw. Di sebelah Amethyst, tepatnya.

Belum jenak Dave mendudukkan diri, Ame sudah memulai rutinitas pagi antara keduanya; melempar komplain tentang banyak hal sambil sesekali berdebat di sela sarapan. Dave terkekeh, tangannya menjangkau pai apel di hadapan Ame.

"Faktanya," ujarnya sebelum menggigit potongan pai. Sang adam mengernyit; pai pagi itu terlalu manis.

"Aku mendapatkan lebih banyak coklat saat valentine, musim semi lalu," lanjut si pirang, disusul tawa karena Amethyst memukul lengannya. Cukup sakit, tentu saja, tidak ada yang ingin berurusan dengan pemilik sabuk hitam tae kwon do.

"Omong-omong," suara Ame terdengar lagi, sebelum kembali sunyi karena dirinya menyuapkan sepotong scone ke mulutnya.

"Aku juga butuh catatan Herbologi."

Kilat usil hinggap di sepasang manik milik Amethyst, kali ini mengundang sikutan di raga sang gadis. Tawanya meledak, membuat beberapa kepala menoleh ke arah mereka. Dave menutup wajah seraya menggumamkan permintaan maaf. Memalukan sekali.

"Catat sendiri, sebentar lagi kamu NEWT," ujar si pirang menyimpan dongkol.

"Tega? Padaku? Ayolah, aku ada pertandingan Quidditch akhir pe—"

"Aku juga," potong Dave, membuat Ame menepuk jidat. Keduanya memang tergabung dalam tim Quidditch asrama; Dave sebagai seeker dan Ame chaser.

Sebuah tepukan di bahu Dave membuat kedua murid Ravenclaw itu menoleh. Biru tengah berdiri kikuk di belakang sang adam, sebuah gulungan perkamen tergenggam di tangan kirinya. Sedikit malu-malu, Biru menyodorkan perkamen itu pada Dave.

"Maaf mengganggu kalian... Aku hanya mengembalikan catatan," sopran yang terdengar sangat sopan itu membuat Ame berdeham dari tempatnya duduk.

"Sudah?" Dave membuka gulungan itu, membaca judul yang ditulis dengan rapi di atasnya. Ah, materi bulan lalu.

"Mm. Terima kasih," sahut Biru, lalu kembali ke mejanya setelah memastikan untuk melempar senyuman kecil.

Tanpa disadarinya, gulungan perkamen itu telah berpindah ke tangan Amethyst, yang entah kenapa tingkat keusilannya berlipat ganda pagi itu. Si gadis membaca keras-keras judul materi di sudut catatan.

"Dave," sebuah suara terdengar.

"Hei, Ed. Sarapan?" tawarnya, mengangkat pai apel yang tersisa satu gigitan lagi. Eddart menggeleng.

"Sudah. Ayo ke kelas, professor memintaku mengambil bahan di ruangannya," Ed berujar sambil tersenyum simpul pada Ame, yang masih asyik membaca catatan Dave.

Dave menghela napas, tapi mengusap bibirnya dan berdiri.

"Kembalikan padaku saat latihan nanti," ucapnya yang hanya dijawab anggukan oleh Amethyst. Bersama Ed, kini pemuda pirang itu melangkah keluar great hall.

"Catatan?" tanya Eddart.

"Mm. Herbologi, baru dikembalikan Biru," sahut Dave.

Jubah milik murid dari dua asrama berbeda itu melambai ringan; tapakan langkah keduanya menggema.

"Pantas," kekehan pelan pemuda dengan dasi kuning-hitam itu terdengar.