Notes

Pagi itu ketika cicitan burung Scottish crossbill dari luar jendela membangunkan sesosok pemuda bernama Zach dari buaian sang mimpi membuatnya mau tidak mau langsung terbangun akibat nyanyian merdu si mungil di luar.
Lelaki itu lantas mengerjapkan matanya sekali lalu menengokan kepalanya kelua jendela yang sudah terbuka ketika lelaki ia baru saja menoleh.

Zach mengernyitkan dahinya binggung lalu sesaat kemudian mengangguk pelan.
'Ah mungkin Eve' pikirnya tak mau ambil pusing.

Dengan rasa kantuk yang masih setia mengelayuti dirinya dan mata yang masih setengah terbuka Zach menyibakan selimutnya lalu berjalan pelan kearah wastafel kemudian membasuh wajahnya hingga rasa kantuk yang tadinya masih mendominasi tubuhnya perlahan berganti menjadi sensasi dingin yang hampir membekukan wajahnya.

"Dingin sekali." gumam pemuda itu begitu ia selesai membasuh wajahnya dan mengelap dengan handuk kering yang biasa ia simpan di samping wastafel.

Lelaki itu lantas berjalan kearah meja belajarnya lalu segera melihat catatan kertas jadwal sehari-hari yang biasa ia tempel untuk mempermudahkannya mengingat.

Ia telusuri satu-satu jadwal yang belum ia coret hingga matanya menemukan tulisan berwarna hitam dan lebih tebal dari yang lain menarik perhatiannya.

"Mengunjungi Minggi." bacanya pelan.

Lelaki itu lantas mengangukan kepalanya dan segera menganti pakaiannya dengan baju dan celana panjang yang lebih santai.

Tanpa basa-basi Zach langsung saja bersiap dan memasukan alat berkebun kedalam tas ransel yang langsug ia bawa di punggungnya.

"Eit, cutter!" serunya ketika ekor matanya melirik benda berbentuk persegi panjang itu diatas meja. Langsung saja lelaki itu mengambil cutter dan memasukanya kedalam tas ranselnya.

Dirinya kemudian berjalan perlahan melewati lorong asrama hingga langkah membawanya masuk kedalam greenhouse yang menyajikan udara segar setiap kali lelaki itu datang berkunjung menenggok Minggi.

"Hai minggi," ujar Zach sembari memegang ujung daun Minggi pada batang yang terdekat dengan tubuhnya. Perasaan bangga perlahan menjalar di hatinya. Lelaki itu tersenyum cerah melihat Pertumbuha minggi yang sekarang bahkan sedikit melebihi tinggi badannya.

Lelaki itu kemudian menaruh tas ranselnya lalu mengelilingi pot Minggi dan memperhatikan setiap cabang pohon yang kini mulai bermunculan bakal buah yang mengelembung di pangkal putik.

"Perasaan baru kemarin berbunga." lelaki itu mendekatkan kepalanya lalu menyipitkan matanya melihat perubahan calon bunga didepan matanya secara langsung.

"Cepatlah tumbuh menjadi buah," ujar Zach seperti menasehati anaknya sendiri.

Selesai lelaki itu mengamati pertumbuhan buah pada Pohonnya ia pelan pelan mengambil cutter dari dalam tasnya lalu mulai mengukir lingkaran pada batang minggi yang tidak mempunya bakal buah.

Pelan pelan lelaki itu mengelupas kulit minggi sepanjang kurang lebih 15cm hingga kambiumnya benar-benar hilang lalu lelaki itu memunguti kulit minggi yang terjatuh di tanah dan membuangnya ke dalam tong sampah.

Selanjutnya lelaki itu menarik kantong plastik dari dalam tasnya serta mengeluarkan sisa pupuk Minggi yang masih lumayan banyak. Zach kemudian mengambil sekop lalu mulai menusuk nusukanya kedalam tanah membuat cekungan lalu menuangkan pupuk dan mengaduknya hingga bercampur dengan tanah. Selanjutnya lelaki itu mengambil beberapa kali sekopan tanah dan membungkusnya dengan kantong plastik.

"Ah tali!" serunya lalu celingukan mencari beberapa plastik yang akan ia gunakan untuk menali.
Zach kemudian menarik dua helai plastik berwarna putih lalu memasukanya ke kantong bajunya.

Lelaki itu lalu berdiri dan membalut Batang minggi yang ia kelupas dengan tanah yang sudah ia campur dengan pupuk dan menali dikedua sisinya dengan kantong plastik yang tadi ia taruh di sakunya.

"Semoga kau tumbuh seperti ibumu nak," ujarnya melihat hasil cangkok yang ia lakukan kepada batang Minggi.

Setelah selesai mencangkok batang Minggi Zach lalu menuangkan pupuk kedalam pot minggi lalu menyiramnya dengan water pray yang berasal dari tas nya.

Lelaki itu kemudian berdiri dan sedikit berjinjit mengambil daun diatas kepalanya yang telah kering siap untuk jatuh kebawah.

Setelah dirasa cukup lelaki itu langsung membereskan peralatan berkebunnya dan menaruhnya kembali kedalam tas ransel miliknya.

Lelaki itu lalu mengelus batang minggi dan tersenyum.

"Cepatlah berbuah." gumamnya sebelum ia berjalan keluar dari Green House dan kembali ke asramanya.