Notes

Congratulations.

Sang raja siang perlahan bergerak menuruni singasananya, membiarkan sang peri malam menggantikan tempatnya. Burung-burung berlarian dengan indah mengelilingi langit, bersiul pelan membuat alunan lagu. Derap langkah kakiku terdengar, memasuki sebuah tempat dimana kereta berhenti untuk menurunkan dan menaikan penumpang. Dalam sunyi, hanya terdengar sebuah helaan nafas dariku. Terdiam, sembari menunggu sang kereta datang.
Kembali, kaki ini kugerakan memasuki sebuah gerbong kereta yang begitu sunyi dan sepi. Seolah kereta pun mendukung kesedihanku terhadap seseorang yang sejak beberapa hari menghantui pikiran ini. Kedua manik mata menatap sebuah ponsel, menatap sedih kenangan dimana kita tersenyum berdua disana diiringi tawa bahagia.
"Ayo kita beristirahat sejenak.”
Aku merindukan suaramu, merindukan canda tawamu yang selalu kudambakan. Kini hanya suara monitor kereta yang terdengar menemani kesepianku. Tak sadar kedua manik mata ikut teralih, menatap kedua pasangan dengan tangan bertautan dan senyum yang menghiasi wajah mereka.
Dulu kita seperti itu, Sal
Tidak sengaja, pandangan diriku menatap sang gadis. Mata kami bertemu. Mata yang selama ini kurindukan itu akhirnya kembali menatapku. Senyuman sang gadis pun runtuh seiring menatapku, perlahan ia duduk dengan raut wajah tak bisa dijelaskan. Helaan nafasku kembali terdengar pelan, sebuah kekehan ikut lolos menertawai diriku sendiri. Dalam diam, aku memperhatikan bagaimana kedua pasangan itu berbicara.
“Happy birthday to you! Happy birthday to you! Happy birthday, happy birthday… Happy birthday, Salma,” lantunku dengan sebuah kue dan senyum yang menghiasi pipi. “Ayo ditiup lilinnya, sayang.”
“Aaa, Kelvin.” Mata Salma berbinar senang. Perlahan matanya tertutup, membuat sebuah permintaan pada Sang Tuhan dihari ia dilahirkan ini. Sebuah senyuman kembali mengembang begitu matanya terbuka, hingga detik selanjutnya lilin diatas kue itu telah tertiup dengan sempurna.
Chu.
Kecupan dari Salma mendarat di pipiku. “Terima kasih,” bisiknya pelan.
Sudut bibirku tertarik, membuat senyuman sinis yang kutunjukan dengan sang gadis. Lagi dan lagi, memori itu terus terputar seperti kaset yang sedang dimainkan dalam otak ini.
Selamat, Sal. Kau begitu hebat.
Perlahan kusenderkan punggungku ini, mencoba senyaman mungkin dengan pemandangan yang sangat sangat tidak enak dilihat ini. Walau begitu, kedua manik mata ini tak terlepas dari pasangan itu. Canda tawa mereka ikut tak terlepaskan dari tangkapan indra pendengaranku.

Bagaikan gunung api yang mempersiapkan letusannya selama beberapa tahun dan akhirnya meledakan perutnya menurunkan berbagai macam isi yang selama ini sudah ia tahan untuk dikeluarkan. Remuk? Tidak usah ditanya, tidak ada yang baik-baik saja dalam keadaan seperti ini. Jika ada yang mengatakan mereka baik-baik saja, percayalah mereka semua berbohong. Ya, berbohong dengan sebuah topeng tak terlihat yang terpasang di wajah, seperti yang sedang kulakukan. Diam dan tersenyum walau hati sangat remuk.
Selamat, kau begitu mengagumkan.
Selamat, bagaimana bisa kau terlihat baik-baik saja?
Seperti tidak terjadi apapun, kau menghancurkan hatiku
Aku melihat senyummu seperti kau sudah melupakan semuanya
Bagaimana dengannya? Apa dia terlihat lebih baik dariku?
Apa dia menghapus semua kenanganmu tentang diriku?
Ya, kebahagiaanmu yang terpenting—
Tidak, aku tidak akan berbohong seperti itu
Mengapa aku harus mendoakan kebahagiaanmu?
Disaat kau adalah orang yang meninggalkanku?
Selamat, Sal. Kau sungguh hebat.
Aku mengembuskan nafasku setelah bangkit untuk berdiri, dengan senyuman yang telah berubah, kulangkahkan kembali kakiku keluar meninggalkan kedua pasangan itu. Semoga kau bahagia, Sal.