Notes

Dont Be Gone Too Long...

"Kring... Kringg...."
Dering telepon membangunkan seorang pemuda dari lamunan panjangnya. Mengabaikannya, dengan malas Ia memandangi pemandangan didalam ruangan yang sudah ditempatinya sejak 2 tahun yang lalu. Dimeja terpampang kotak persegi yang bertuliskan 'Hydenn Park, CEO'. Disamping kotak tersebut terdapat sebuah bingkai foto kecil. Terlihat seorang wanita tersenyum lebar sambil memeluk leher pria yang juga tersenyum, sedang menggendongnya. Tangan pemuda itu spontan terulur mengambil bingkai foto itu dan memandangnya seakan-akan baru menyadari akan kehadiran bingkai tersebut dalam ruangannya. Sekelebat bayangan masa lalu terbayang dalam ingatannya. Wanita berambut pirang itu adalah Aqilla, wanita yang sangat berarti dalam hidupnya yang sudah menjalin hubungan dengannya sekitar 7 tahun yang lalu. Wanita yang menemaninya ketika kondisinya masih 0 alias tidak mempunyai apa-apa, sampai sekarang sudah berhasil menduduki jabatan penting di perusahaan bergengsi ini.
Handphonenya tiba-tiba bergetar. Dengan malas, Ia membuka pesan yang muncul di layar "Happy Anniversary, Sayang. Cepat pulang. Jemput aku dirumahku. Ada sesuatu yang sudah ku siapkan untukmu. xo Qilla"
Ah, mendadak pemuda itu menepuk dahinya. Bagaimana Ia bisa lupa kalau hari adalah hari spesial bagi hubungannya dan kekasihnya. Tanpa membuang-buang waktu lebih lama lagi, Ia menyambar tasnya dan jas yang digantung di sandaran kursi seraya berjalan ke pintu, tak lupa Ia meletakkan kembali bingkai foto yang sempat dipegangnya ke tempatnya semula.
Baru saja Ia menutup pintu, didepannya seorang wanita berambut pendek dan berkacamata sedang berjalan tergesa-gesa ke arahnya.
"Pak, maaf mengganggu. Tapi ini mendadak. Di lantai 8 sudah menunggu tiga orang direktur dari perusahaan yang ingin bekerja sama dengan kita. Ini peluang yang bagus untuk kita, Pak. Jika anda tidak keberatan, silahkan ikut saya. Mereka menunggu, Pak"
Pemuda itu terdiam. Bagaimana bisa hal mendadak ini terjadi ketika Ia tidak menginginkanya. Sambil mengangguk singkat, Ia mengikuti langkah wanita itu. Ia merogoh saku, mengambil handphonenya sambil mengetik sesuatu. Tepat di depan lift, Ia menarik napas panjang dan masuk kedalamnya sambil mematikan handphonenya.

=================

Halaman kampus itu masih terlihat sunyi. Nampak beberapa mahasiswa berjalan masuk sambil bersenda gurau dengan teman-temannya. Tak jauh dari parkiran kampus, terlihat seorang pemuda sedang bersandar pada mobil range rover berwarna abu-abu sambil memandang sekitarnya. Sepertinya Ia sedang menunggu seseorang. Betul saja, matanya berulang kali melirik ke handphone yang sedang dipegangnya sambil melirik sekelilingnya.

"Ckkk, lama sekali anak itu" pemuda itu menggerutu sambil berdecak perlahan. Sebuah senyum tersungging ketika Ia mengecek lagi handphonenya. Ternyata hanya satu pesan singkat dari orang yang ditunggunya mampu mengubah moodnya. Dengan santai, Ia masuk ke dalam mobilnya dan sayup-sayup terdengar lagu Closernya Chainsmokers berkumandang dari dalam range rover itu.

=============

"Berhentilah meminta maaf, Theo. Iya tidak masalah. Sepertinya naik bus juga bukan pilihan yang buruk. Iya baiklah, jangan merasa bersalah seperti itu. Okay. Selamat sore"
Seorang pemuda berusia 26 tahun yang baru saja mematikan handphonenya, terlihat menggeleng-gelengkan kepalanya sambil senyum sendiri. Theo, supir pribadinya memang selalu seperti itu. Selalu merasa bersalah ketika tidak bisa menjalankan kewajibannya ketika hal mendadak yang memaksanya seperti itu. Mata pemuda itu menatap jam tangannya.
"Ah 1 menit lagi. Hmm..."
Benar saja, perlahan sebuah bus berjalan dengan kecepatan perlahan sampai berhenti tepat di halte dihadapan pemuda itu. Seketika kerumunan orang yang sudah menunggu dari tadi mulai berdesakan masuk. Pemuda itu memilih masuk paling akhir, jelas ia menghindari adegan berdesakan tersebut.
Setelah masuk kedalam bus itu, nampak semua tempat sudah terisi. Oh tunggu, matanya terlalu cepat menilai. Dibarisan kedua dari depan, tepat disebelah seorang gadis, ada tempat kosong. Dengan berat hati, ia perlahan beranjak duduk di samping gadis yang nampaknya sedang asyik dengan handphonenya.
Pemuda itu menarik napas panjang. Jelas ini bukan cara berpergian favoritnya.