Notes

Tatkala rembulan yang ada di atas sana mulai bersinar, angin semilir yang datang menemani. Kicau burung hantu terdengar disana, saling bersautan satu sama lain. Gemerlap bintang muncul lalu menghilang, berkali-kali begitu sebelum digantikan rembulan. Malam yang amat tenang jika dirasakan sekilas.

Pijakan kaki berhenti di sebuah bangunan sederhana. Bangunan tersebut berdiri kokoh di tengah padatnya pusat kota, cat putih mendominasi dengan atap coklat. Tidak ada kemewahan tertampak, yang ada kesederhanaan dan rasa nyaman seperti di pedesaan di Jerman. Meski dingin menemani malam ini, keindahan alam di sekitar dapat membuat hati tenang.

Netra hitam beralih pada pintu yang terbuka. Tanpa membuang banyak waktu, dituntun kedua tungkai untuk masuk ke dalam. Tak lupa menjinjing tas ukuran besar sebagai barang bawaan.

"Selamat datang!"

Suara sopran dari meja resepsionis mengagetkan sang adam yang melamun. Sosok gadis menyambut dengan senyuman manis.

"Permisi, saya ingin memesan kamar. Untuk satu orang." Dilontarkan maksud dan tujuan secara langsung. Resepsionis mengerti dan menginput data di komputernya.

Labia sang dara membuka, hendak menyampaikan respon atas pesanan yang diterima. Hendak mengusir hening yang mengudara untuk beberapa saat.

"Ini kunci kamar Anda, tuan. Selamat beristirahat."

Diberikan kunci klasik pada tamu yang datang. Hanya senyum sebagai balasan sebelum ia melengos pergi dari meja tersebut. Beralih pada lift yang sudah dibukakan oleh seorang staff.

"Silakan masuk." Suara bariton ramah menjamah telinga. Pemuda di depan sana tersenyum dan masuk ke dalam.

Bahkan pelayanan ramah itu tidak membuatnya bergeming. Sedari tadi senyum palsu terukir, yang sesungguhnya ia muak menampilkannya. Ini bukan di Skotlandia, bukan di negeri sendiri. Kesopanan dan keramahan memang diperlukan di setiap tempat, tapi tidak berlaku untuk pemuda yang sedang menunggu itu.

Di dalam lift hanya dirinya seorang. Ekspresi datar terpampang di muka. Kedua lengan disilangkan di depan dada. Tas yang dijinjingnya tadi diletakkan di depan kedua kaki.

Ting!

Denting lift menginterupsi suasana. Sang adam mendongak, kembali tersadar dari lamunan. Begitu pintu terbuka, ia sudah bisa melihat nomor kamar yang akan ditempatinya untuk sementara waktu. Kamar nomor sepuluh, yang semoga akan nyaman diinapi.