Notes

Bagai sebuah papan catur yang memiliki dua sisi berlawanan, menjadi perumpamaan yang tepat untuk mendeskripsikan sosok Gideon Vitus Moralez. Ketampanan rupa serta eloknya paras membuat pria Spanyol begitu percaya diri, yang terkadang terkesan narsis. Ia begitu peduli pada orang yang ia sayangi. Sangat senang menjadi pelindung bagi orang-orang di sekitarnya. Tentu saja keberanian serta sifat penuh tanggung jawabnya, membuat Gideon menjadi seorang Council dalam Kingsman. Itu semua tak serta merta tanpa perjuangan.

Kecerdasan juga menjadi dominan sifatnya. Selalu memikirkan rencana ke depannya dengan urut dan rinci. Gideon selalu memprediksikan segala sesuatu dengan detail agar tidak ada cacat atau kekurangan dalam misinya. Ia juga memiliki tingkat kesabaran yang baik, namun dalam lingkup pekerjaan, dibuangnya sifat penyabar yang ia miliki. Lebih senang bekerja cepat, dan tepat daripada harus menunggu. Gideon juga memiliki selera humor yang tinggi. Jika di lapangan atau dalam lingkup pelatihan, mottonya adalah Serius tapi Santai.

Namun di balik bidak putih, Gideon juga memiliki sisi hitam yang jauh lebih banyak dan transparant. Orang yang tak dikenal akan melihatnya sebagai pribadi yang egois dan selalu berpihak pada diri sendiri. Angkuh, sombong, dan congkak tak lepas darinya dalam sekali pandang. Dan memang begitulah sosok Gideon Moralez. Ia juga sangat sarkastik serta to the point. Bukan tipe yang senang berbasa-basi hingga terkadang membuat orang canggung dengannya.

Seringkali ia merasa kesepian hingga melampiaskan nafsunya pada membunuh terlebih jika diberikannya misi. Membunuh seperti sudah menjadi hal ringan baginya. Pemberontak, itulah kata yang sesuai jika mengingat pendahulu Kingsman atau para mentor kala Gideon masih menjadi agent. Tidak suka dirinya dikekang, disanggah, dan dibantah secara tersirat maupun tersurat. Ia akan lebih memilih mengenakan kaus kasual dan training dalam pertemuan di Kingsman daripada menggunakan suit. Baginya suit khususnya hanya akan ia gunakan jika memang dibutuhkan.
​
BACKGROUND STORY

Gideon Moralez lahir di pinggiran kota Spanyol, kota kecil dimana banyak kejahatan yang timbul. Tinggal bersama kedua orang tuanya serta adik perempuan di gubuk kecil. Pada masanya banyak pengusaha tambang yang mempekerjakan penduduk untuk kepentingan mereka, termasuk Gideon. Ia menghabiskan masa kanak-kanan dengan bekerja di sebuah tambang emas.

Beranjak remaja, Gideon bertemu dengan salah satu anggota tentara. Dan ia memaksakan diri untuk mendaftar meski usianya baru 14 tahun. Gideon kemudian dibawa ke markas besar tentara Spanyol untuk diberi pelatihan. Di sana Gideon diajari berbagai macam keahlian, seperti menembak, melukai lawan dengan pisau atau senjata tajam, bertarung tanpa senjata, serta keahlian meyamarkan diri dan bertahan hidup di alam bebas. Ditemani seekor anjing miliknya, saat itu Gideon menyadari bahwa kemampuan serta minatnya berada di dunia militer. ​Menjalani pelatihan selama bertahun-tahun membuat Gideon dimasukkan ke dalam pasukan pembela Afghanistan. Ia turut serta terjun ke medan perang.

​Suatu hari Gideon dan teamnya berjuang untuk mempertahankan satu lembah di Afghanistan. Terjebak di sebuah lubang bersama lima orang lainnya. Desing peluru tak dapat dihindarkan hingga membunuh kelima temannya dan hanya menyisakan Gideon sebagai satu-satunya dalam tim yang bertahan hidup. Ia untuk kemudian mencari cara agar bisa keluar dari lubang, setelah memastikan bahwa tak ada lagi keributan di luar sana.

Kala dirinya telah berada di luar, ia mendapati geranat di lemparkan ke sebuah mobil yang tak jauh darinya. Namun ia juga melihat seorang pria tua dengan kaki tertembak di sana. Pakaiannya rapi, tetapi ia terlihat berantakan. Segera Gideon menarik pria tersebut dan masuk kembali ke lubang tempatnya bersembunyi, tepat sebelum geranat menyentuh tanah dan meledak. Di dalam lubang, Gideon mengobati pria paruh baya itu seadanya, dan beliau mengatakan bahwa Gideon adalah pria yang beruntung.

Dengan hati tulus, Gideon membawa pria tua bernama Marius Denlock itu kembali ke pangkalan tentara Spanyol. Ketika ia kembali, betapa kesalnya ia tatkala anjing miliknya ditemukan mati, sengaja ditembak dengan alasan binatang tak boleh memasuki medan perang. Saat itu juga Gideon memutuskan untuk berhenti, namun secara resmi setelah perang Afghanistan dan ia kembali ke Castellon de La Plana. Naas kembalinya Gideon ke Spanyol justru disuguhi oleh kematian kedua orang tuanya akibat kerja rodi yang diterapkan di daerah tinggalnya. Meninggalkan ia dan adik perempuannya sendirian dalam kecilnya tempat tinggal.

Meski berduka, Gideon kembali menjalani kehidupan sebagai warga biasa, buruh angkut atau buruh bangunan mengingat kemampuannya tak hanya berkisar pada dunia militer. Ia juga memiliki keahlian di bidang kelistrikan serta pertukangan, menurun dari sang ayah. Ia bekerja untuk memenuhi kebutuhannya dan Auburn Salvadora Moralez, sang adik.

Pada saat dirinya bekerja, Marius, pria yang pernah ia selamatkan di Afghanistan secara tiba-tiba datang kepadanya dan menawarkan untuk bergabung dalam Kingsman. Marius berkata bahwa dirinya berhutang nyawa dan ingin menebusnya. Dan ia menerima tawaran tersebut, dengan kembali meninggalkan Auburn dan Spanyol. Awalnya Gideon menyangka Kingsman adalah camp militer seperti biasa, namun nyatanya jauh berbeda. Di mata Gideon, Kingsman jauh lebih elit dan berkelas hingga ia menjalani setiap pelatihan dengan sungguh-sungguh. Tak sulit baginya mengingat seluruh keahlian tersebut telah didapatnya jauh sebelum ia bergabung dengan Kingsman.


.
.
.
.
.
​​Kesimpulan selalu dapat ditarik dalam sekali pandang. Entah itu berdasar pada isi tampilan luar ataupun hanya sekadar kedip mata mengamati kehidupan Mattepierre Gryphostvedt. Buah dari kemurnian yang tercampur nila bak peribahasa nila setitik, rusak susu sebelanga. Namun tak dapat menyembunyikan seribu satu perangainya.

Cara bertutur katanya begitu sopan, formal, dan sedikit kaku mengingat lamanya Matt berkecimpung di dunia hukum yang menuntut formalitas tinggi. Tak jarang langsung menjurus pada inti pembicaraan dan mengintimidasi lawan bicara dengan nada sensual serta sorot tajam obsidiannya. Tampan serta menarik membuatnya sombong dan angkuh dalam penampilan kala yang dibutuhkan tunduk dalam rengkuh jemari. Segala tingkahnya jauh dari kata rendah hati, namun tak bisa dipungkiri bahwa dirinya sangat kharismatik.

Mempelajari perangainya sekilas, bisa didapat kesimpulan bahwa Mattepierre adalah pria yang memegang kontrol karena kedudukan dan kekuasaannya. Tidak pernah ingin ditentang, dibantah, dilawan, disanggah, maupun segala sesuatu yang berujung pada alasan dengan tujuan penolakan, tersirat maupun tersurat. Percaya diri dengan gaya memimpinnya. Senang memotivasi bawahan dengan cara paksaan ataupun sanjungan yang bersifat sarkastik. Angkuh dan perfeksionis hingga tak ingin menerima adanya kesalahan yang terjadi. Pemikirannya jahat dengan berbagai akal licik, baik yang terencana maupun spontanitas dan keseluruhan tertuju untuk sasaran jika dirinya mengemban tugas.

Mattepierre sangat tertutup dan pribadi. Tidak pernah ingin dirinya diekspos secara nyata dan terang-terangan. Ia akan melakukan banyak cara untuk melindungi privasinya. Pandai menilai orang dan kerap kali merasa nyaman dengan dirinya sendiri. Sifatnya meski kolot namun senang membangun sesuatu yang baru dan berujung pada kemajuan divisi.

Mungkin perangai baik dan ramah selalu dibawanya. Namun siapa tahu hal itu penuh dengan tipu muslihat. Jauh di dalam hatinya gelap kerap kali menghampiri. Kerja sama dan kesempurnaan dalam bekerja selalu menjadi prioritas utama. Mampu memisahkan antara hal berbau pribadi dengan kepentingan negara. Ketenangannya sebagai pelapis gejolak batin akan hasrat ingin menjadi yang terbaik dari yang terbaik. Tidak ditampik bahwa egois merupakan bagian dari manusia termasuk dirinya. Ketampanannya menjadi tameng atas perilaku yang terkadang menyimpang dari prosedur. Rasa ingin tahu selalu menjadi alasan.