Notes

Siapa yang tak mengira acara perpisahan yang seharusnya dilewati dengan suka duka malah berakhir dengan tragis?

Seperti yang dialami Benedict E. John Lee dengan teman seangkatannya.

Reka ulang kejadian itu kembali berputar dalam benaknya. Merupakan sebuah penyebab ketegangan menyelimuti seluruh murid St. Vladimir Academy di angkatannya di ballroom sebuah hotel. Padahal awalnya mereka sedang menikmati kebersamaan terakhir. Wajah-wajah ceria, senda gurau,perasaan haru mereka seketika lenyap digantikan oleh wajah-wajah pucat dan tak ada harapan.

Jo kembali mengingat saat-saat dimana ia sedang membenarkan dasinya di kamar hotel. Untuk pertama kalinya ia merasa tak percaya diri tampil didepan umum padahal sudah lima tahun akhirnya ia bisa mengendalikan diri. Hingga pada akhirnya di St. Vladimir Academy ia ditunjuk menjadi Presidente clannya dan sekarang ia dipercaya menjadi ketua pelaksana perpisahan ini.

Lalu semua tekadnya untuk mempertahankan keberanian itu pudar ketika itu pudar ketika ia harus tampil dengan pakaian formal serta semprotan parfum beraroma musk.

Suara pintu dari kamar mandi hotel pun terbuka, seorang lelaki jangkung dengan handuk membalut dari pinggang sampai lutut keluar. Ia menggosok kepalanya dengan handuk kecil. Laki-laki itu pun langsung memandang Jo dengan sumringah.

“Akhirnya kau beneran dandan!” Serunya dengan semangat.

Jo menatapnya dengan grogi dan mengerutkan dahinya.
“Parfum ini wanginya aneh” Balasnya.

“Ayolah, aku yakin setelah kamu unjuk diri, cewek-cewek populer seperti Key, Gita, Luna, dan lainnya langsung terpesona sama kamu” Ujarnya antusias.

Jo mengernyitkan sebelah matanya hingga berkendut.
“Mungkin saja Pet” Jawabnya singkat lalu kembali menatap dirinya di cermin sambil menata rambut.

“Kamu terlalu ribet” Komentarnya lagi.

Jo tak membalas apa-apa lagi dari omongan Peter yang merupakan teman sekamarnya di academy.

Ketika asik merapikan diri, tiba-tiba muncul sebuah kertas yang terbang ke arahnya. Segera ia membuka kertas itu.

-sandi-

“Hmm apa ini? Welcome?” Gumamnya melihat sandi-sandi itu. Untung saja ia sedikit tau tentang dunia persandian.

Sekitar tujuh meter dari pintu ballroom yang terbuka lebar, mereka dapat mendengar satu angkatan berisikan 100 orang saling sahut menyahut membentuk percakapan kabur namun sangat riuh.

Bergabung dengan kumpulan biasa Jo, ada Abimael Leicester, Peter Wilson Grady Rier, dan Leonard Le Ezra Ozera. Mereka adalah teman terdekatnya semasa di academy.

“Hei, kalian ingin melihat sesuatu?” Tanya Abim dengan alis terangkat berkali-kali sambil tersenyum mesum.

‘Dasar mata keranjang’ Batin Jo.

“Iya, itu bagus sekali kawan. Kalian harus liat hahaha” Sahut Leon dengan semangat.

“Biar aku tebak, pasti kalian sedang bicarain Key kan?” Peter pun menyeringai.

“Iyalah, siapa lagi? Ayo kita susul dia” Abim pun mengibaskan tangannya pertanda menyuruh mereka ikut.

Keyliss Valeria Kudryavka, perempuan sok lugu dan paling suka membusungkan dadanya setiap kali jalan keliling asrama.

“Key!” Abim dengan semangat menyerbu Key dan kawan-kawannya dan dengan sengaja mencubit kedua pipi Key.

“Ih, sakit tau! Lepasin!” Key merengek manja sembari berusaha melepas tangan Abim.
“Wah, sekarang nambah lagi ya? Ada Peter dan.. Jo ya?” Lanjutnya ragu.

Jo tidak bisa berhenti mengernyit dan selalu salah fokus pada bibirnya yang diberi liptint.
“Iya. Halo Key” Jawabnya datar.

“Ngomong-ngomong, kalian sudah mencoba pai buahnya? Enak lho” Ucap Key mengalihkan pembicaraan.

“Oh ya? Aku belum coba” Balas Peter.

“Sana deh ambil! Sini, aku juga mau ambil lagi kok.” Key pun mulai melangkah.

“Awas nanti tambah gemuk lho Key” Leon mencubit pipinya sembari jalan di sebelahnya.

“Aku ini susah gemuk kok, gak kayak Peter.” Bantah Key dengan suara imut yang dibuat-buat.

“Eh apa ini bahas gemuk! Lihat aja nanti aku bisa balikin abs ku kok” Ucap Peter tak terima.

“Tenang, Peter masih ada abs kok, tapi two pack” Jawab Leon blak blakan

“Menyebalkan” Cibir Peter.

Dan percakapan itu mulai mengabur karena Jo sengaja tak mengikuti mereka. Berusaha mencari kegian baru di tengah keramaian, Jo menoleh ke kanan dan ke kiri hingga ia menemukan sekretarisnya.

Jo pun mendekatinya hingga menarik perhatian temannya.
“Fizz” Sapa Jo dengan datar di depan Fizz.
“Kamu bawa gantungan kunci ku?” Lanjutnya.

Fizz pun melihatnya dengan raut wajah bingung.
“Oh iya ada” Fizz pun menjulurkan tangannya pada Jo, memberinya gantungan kucin berbentuk kelelawar.

“Makasih” Ucap Jo pelan sambil menarik kursi yang terselip di bawah meja dan duduk dengan diam.

“Eh Jo, kamu nanti memberi sambutan ya?” Tanya Fizz tiba-tiba.

“Hah? Iya, kenapa?” Jo sontak menoleh ke arah Fio.

“Gak apa-apa” Lalu Fizz kembali menyandarkan diri pada kursi.

“Tuh nama mu dipanggil” Lanjutnya santai.

Jo pun berdiri dari kursinya dan berjala menuju panggung. Namun, baru saja ia akan menaiki panggung, tiba-tiba terdengar jeritan perempuan dari arah pintu ballroom mengalahkan suara riuh di ballroom.

Tak lama, seorang guru pun memerintah agar audio dimatikan hingga kini hanya terdengar kasak-kusuk dari siswa-siswi yang menanyakan apa yang terjadi.
Tapi guru yang baru mengambil ahli tiba-tiba mengerang sambil memegang dadanya. Tubuhnya pun seketika tergolek sampai kejang-kejang yang mengejutkan siswi-siswi yang mampu berteriak melengking.

“SIR JASONNNNN” Peter pun berlari ke arahnya tetapi bingung harus melakukan apa.

Jo langsung berlari ke arah Sir Jason dan menyaksikan bagaimana mulut Sir Jason berbusa, kulitya pun sobek-sobek dari dalam hingga mengalirkan darah dan kini matanya berputar keatas menyisakan bagian putih.