NotesWhat is notes.io?

Notes brand slogan

Notes - notes.io

Tugas Cerpen
Tithenien - SE018

Orenji

Seorang gadis tengah duduk di atas ranjang, tampak sibuk dengan ponsel di tangannya. Sore ini sepulang kuliah, Se-Ra langsung menghubungi seseorang yang dalam dua minggu terakhir ini tidak pernah absen menyapanya.
"Tuan Kiwi..."
*Send
"Annyeong, Orenji..." balas sang Tuan Kiwi
Kedua sudut bibir Se-Ra langsung tertarik membentuk senyuman saat ia mendapatkan balasan dari seseorang yang ia sebut sebagai Tuan Kiwi itu. Entah apa yang menarik dari obrolan mereka, tetapi setiap harinya mereka memang tidak pernah berhenti untuk saling berkirim pesan.
Jung Se-Ra, gadis tingkat pertama jurusan jurnalistik itu memang semakin berbeda akhir-akhir ini. Berawal dari salah mengirim pesan yang harusnya tertuju pada seseorang yang memang tidak ia kenal dengan baik. Akhirnya, Se-Ra malah ketagihan mengobrol dengan Joon-Woo, pria yang tergila-gila dengan kiwi.
Kesan pertama dari keduanya memang sangat buruk. Waktu itu, Se-Ra berniat untuk menghubungi mantan pacar sahabatnya yang ketahuan berselingkuh. Ia memang bertujuan untuk menjadi pahlawan dengan cara memaki-maki pria yang mengkhianati sahabatnya dan juga memberikan pelajaran kepada pria tersebut. Sialnya, Se-Ra salah menuliskan nomor ponsel dan pesan makian tersebut justru sampai pada Jeon-Woo. Karena kesalahpahaman itulah mereka akhirnya jadi dekat. Dimulai dari perseteruan, dilanjutkan dengan obrolan hangat yang menyenangkan.
"Sampai kapan kau mau memanggilku Orenji? Hanya kau satu-satunya manusia yang memanggilku dengan nama itu."
*Send
"Kau juga satu-satunya manusia yang memanggilku Tuan Kiwi. Lagi pula, jika aku kiwi, maka kau adalah jeruk. Menarik, bukan?"
Se-Ra tertawa, ia kembali menggerakkan jarinya di layar ponsel sampai akhrinya ia berganti posisi jadi berbaring. Jika sudah mengobrol dengan Jeon-Woo, ia akan benar-benar lupa waktu.
Orenji, adalah sebutan kesayangan dari Jeon-Woo. Selain karena Se-Ra sangat menyukai jeruk, juga karena menurut Jeon-Woo gadis itu seperi warna orange. Ceria, penuh semangat, dan sangat bersahabat. Orange adalah warna yang paling pas untuk menggambarkan Jung Se-Ra.
"Nee... araseo!"
*Send
"Apa saja yang kau lakukan hari ini di kampus?"
"Banyak sekali... um, belajar, bertemu teman-teman dan.... memikirkanmu." *Send
Se-ra terkikik geli membaca tulisannya sendiri. Ia memang senang sekali menggoda Jeon-Woo dengan cara seperti itu.
"Eyy, jangan membuatku tersenyum seperti ini. Aku sudah tidak mempan lagi dengan rayuanmu, Orenji jelek."
"Aish... kau mulai menyebalkan."
*Send
Sekali-kali aku akan bertingkah menyebalkan. Jika aku terlalu banyak bertingkah manis terhadapmu, bisa-bisa kau penasaran dengan wajahku dan ingin bertemu denganku."
"Percaya diri sekali! Kau pikir aku penasaran dengan wajahmu? Dari cara berbicaramu saja sudah ketahuan kalau kau ini orang yang cerewet, Joon-Woo Oppa."
*Send
"Tetap saja. Kau jauh lebih cerewet daripada aku!"
"Ckckck... dasar Tuan Kiwi!"
*Send
Di tengah cengirannya, tiba-tiba Se-Ra kembali teringat dengan pembicaraan keluarganya tadi malam. Gadis itu langsung menggigit bibirnya bingung. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, dan ia bahkan tidak berani menceritakan hal ith pada sahabatnya. Tapi rasanya, gadis itu ingin mengatakan apa yang ada di kepalanya pada Joon-Woo.
"Joon-Woo Oppa.... ada yang ingin aku ceritakan padamu"
*Send
"Apa yang ingin kau ceritakan?"
"Ada satu hal yang sebenarnya hanya menjadi pembicaraan di keluargaku." *Send
"Benarkah? Bahkan kau belum bercerita pada siapa pun?"
"Ya, bahkan sahabatku. Entahlah, aku rasa aku hanya ingin menceritakan hal ini padamu."
*Send
"Aigoo, ada apa dengan Orenji hari ini? Sepertinya kau akan menceritakan kasus besar."
"Ya, anggap saja begitu."
*Send
"Baiklah, aku akan mendengarkanmu."
"Tapi ingat, ini rahasia!"
*Send
Se-Ra mengetuk-ngetukkan ujung jarinya di dagu, tiba-tiba merasa bingung dari mana ia harus mulai bercerita. Gadis itu memang sedang dihadapkan dengan pilihan yang sulit. Banyak hal yang harus ia pertimbangkan.
"Apakah aku tidak akan ditertawakan jika mengatakan hal ini padanya?" Se-Ra berbicara sendiri. Ia menggulung-gulumg ujung rambutnya dengan jari telunjuk.
Gadis itu memang belum yakin bahwa Joon-Woo bisa menjadi pendengar yang baik setiap hal yang terjadi padanya. Tapi sejauh ini, Tuan Kiwi favoritnya itu memang selalu bisa memberikan solusi apapun.
"Astaga, bagaimana ini? Bagaimana jika menurutnya hal yang akan aku ceritakan ini terdengar aneh?" Se-Ra bangkit dari berbaring. Ia menatap layar ponselnya dengan alis berkerut, mencoba memikirkan kata-kata yang pas untuk menuliskan apa yang ada di kepalanya.
"Hei... Orenji. Kau masih di sana, kan? Kenapa lama sekali tidak membalas?" Se-Ra nyaris terlonjak saat tiba-tiba ponselnya bergetar membawa pesan dari Joon-Woo.
Sambil komat-kamit, Se-Ra menggerakkan jarinya di layar ponsel. Tapi belum banyak hal yang bisa ia tulis, tiba-tiba terdengar seseorang mengetuk pintu kamarnya.
"Se-Ra~ya... makan malam sudah siap! Apa kau sudah mandi dan ganti baju?"
Se-Ra berdecak. Ia bisa mendengar dengan jelas seruan sang ibu. Meskipun sebenarnya Se-Ra sedang malas duduk bersama keluarganya, tapi ia tetap harus keluar dari kamar untuk makan malam. Gadis itu tidak suka jika ayahnya mulai membuka pembicaraan tentang rencananya yang menurut Se-Ra sangat tidak masuk akal.
"Nee, Eomma. Sebentar lagi!"
Sambil melompat turun, Se-Ra juga melemparkan ponselnya begitu saja ke atas ranjang. Ia melesat keluar dengan kecepatan super. Kalau tidak buru-buru memamerkan wajahnya di ruang makan, gadis itu akan benar-benar mendapat masalah karena akhir-akhir ini ibunya juga sering protes kepada Se-Ra yang tidak pernah bisa melepaskan ponselnya meskipun saat makan.

♡♡♡

"Jadi bagaimana Joon-Woo~ya... apakah kau sudah melihat amplop yang ayah berikan? Apa pendapatmu tentang gadis itu?"
Joon-Woo nyaris tersedak saat ia sedang mengunyah makanan. Pria itu meraih gelas air putih dan meneguknya pelan.
Seperti malam kemarin, di kediaman keluarga Baek juga tampak sibuk. Mereka membicarakan beberapa hal yang berhubungan dengan masa depan Joon-Woo dan juga perusahaan keluarga mereka. Jika dipikir-pikir, hidup Joon-Woo sebagai anak tunggal memang seperti apa yang terjadi dalam drama. Joon-Woo akan senang-senang saja menerima fakta bahwa untuk pernikahannya pun sudah diatur oleh keluarganya.
"Iya, Ayah. Aku sudah melihat amplop itu. Aku juga sudah membaca profilnya dari awal sampai akhir. Sepertinya semua baik-baik saja. Aku tidak akan protes dengan rencana Ayah yang satu ini," jawab Joon-Woo.
Mendengar pertanyaan Joon-Woo, justru sang ibu yang terkejut. Ia melihat putra tunggalnya itu justru berbeda dari sebelumnya. Joon-Woo paling tidak suka dipaksa untuk nelakukan hal ini dan itu. Ia juga memiliki watak yang keras dan berpendirian tetap. Tapi sepertinya, untuk yang satu ini Joon-Woo benar-benar bisa menerimanya dengan santai.
"Kau yakin denvan keputusanmu? Kalau begitu, kita akan mengadakan pertemuan keluarga lusa. Setelah putri dari sahabat ayah juga memberikan tanggapan. Ayah senang sekali mendengar pernyataanmu, Joon-Woo~ya."
Joon-Woo hanya tersenyum kecil. Ia tidak ingin terlihat antusias di depan orang tuanya. Di umurnya yang sudah menginjak 26 tahun, Joon-Woo masih sibuk sendiri dengan kegiatan fotografinya. Ia menolak untuk bergabung dengan staf perusahaan dan membiasakan diri untuk pergi ke kantor setiap hari. Bagi Joon-Woo, fotografi adalah hobi yang tidak bisa ia tinggalkan. Ia tahu cepat atau lambat, kepemimpinan perusahaan akan segera jatuh ke tangannya. Tapi selama ayahnya masih sehat dan bisa melakukan aktivitas nya dengan baik, maka Joon-Woo juga masih betah berkencan dengan kamera kesayangannya setiap hari.
"Belum begitu yakin sebenarnya. Tapi aku sedang berusaha untuk meyakinkan diriku dengan semua pilihan ini."
"Kalau kau tidak matang-matang memikirkannya, ayah khawatir nanti di tengah jalan, kau justru membatalkan perjodohan ini," balas Tuan Baek.
"Ayah bisa percaya padaku. Aku tidak akan mempermalukan keluarga kita di depan sahabat Ayah itu."
"Apa mungkin kau sudah mengenal gadis itu sebelumnya? Kenapa tampaknya kau terlalu mudah menerima perjodohan ini. Atau karena kau putus asa karena tidak punya pilihan lain?" Ibu Joon-Woo ikut berkomentar.
"Selama sahabat yang Ayah maksud masih pemilik perusahaan yang sama, dan selama gadis yang akan dijodohkan denganku masih gadis yang sama, aku rasa, hanya itu alasannya kenapa aku tidak menolak perjodohan ini. Dan aku pun berharap, aku tidak akan mundur di tengah jalan." Jawab Joon-Woo mantap.
Selesai makan malam, Joon-Woo kembali ke kamarnya. Ia memeriksa apakah ada pesan baru di ponselnya. Tapi hasilnya nihil. Orenji kesayangannya belum membalas apa pun.
"Orenji... kau masih hidup, kan?"
*Send
Joon-Woo mendesah berat. Ia meletakkan kembalu ponselnga dan berjalan menuju ruangan lain di dalam kamarnya. Ruang kerja yang dindingnya penuh dengan tempelan foto.
Dengan teliti Joon-Woo memperhatikan foto terbaru yang ia tempel kemarin. Semuanya tentang sunset. Beberapa foto yang dijajarkan membuat gradiasi warna orange yang indah, membuat Joon-Woo kembali teringat dengan Orenji kesayangannya. Kalau di pikir-pikir, di dunia ini memang tidak ada satu kejadian pun yang terjadi secara kebetulan. Tuhan sudah menggariskan takdir terhadap apapun yang dihadapkan pada manusia. Termasuk antara Joon-Woo dan Se-Ra.
Jung Se-Ra. Gadis yang tidak pernah bertemu dengannya itu sudah bisa membuat Joon-Woo jatuh cinta. Ia menyukai Se-Ra dari caranya berbicara; dari setiap kalimat yang dituliskannya untuk Joon-Woo. Satu hal lagi kesamaan antara ia dan Se-Ra, keduanya sama-sana memasang foto buah sebagai avatar mereka di setiap akun messenger. Kiwi untuk Joon-Woo dan Jeruk untuk Se-Ra. Ini memang kebetulan yang lucu.
"Orenji. Sunset-nya memiliki warnamu." Joon-Woo mengarahkan tangannya untuk menyentuh foto-foto sunset di hadapannya. Lagi-lagi ia tersenyum. Sampai detik ini, Joon-Woo masih tidak habis pikir bagaimana bisa ia jatuh cinta pada Se-Ra dengan alasan sesederhana itu? Bagaimana bisa dengan mudahnya ia bercerita banyak hal dan berbicara pada Se-Ra sementara ia sendiri baru saja menyetujui perjodohan yang akan dilakukan oleh orang tua nya. Apa yang salah dengan isi kepala Joon-Woo sebenarnya?

♡♡♡

Se-Ra masuk ke dalam kamar dengan wajah kesal. Ia membanting pintu dan menguncinya dari dalam. Seruan sang ibu sama sekali tidak ia hiraukan. Gadis itu sudah terlalu lelah jika kedua orang tuanya membahas hal yang sama. Memaksakan kehendak mereka untuk Se-Ra dan memaksa gadis itu untuk menuruti semuanya tanpa protes. Dari perlakuan orang tua nya saat ini, Se-Ra sudah bisa menebak apa yang akan terjadi pada adik laki-lakinya di masa depan. Adiknya pasti akan dipersiapkan menjadi penerus dari perusahaan ayahnya. Jika saja Se-Ra adalah seorang laki-laki, pasti ayahnya juga akan mempersiapkan gadis itu untuk masuk ke perusahaan.
"Jung Se-Ra! Dengarkan ayahmu dulu. Lihat dulu apa yang akan dia berikan padamu. Jangan mengacuhkan kammi seperti ini!"
Se-Ra tetap tidak mempedulikan sang ibu yang terus berusaha membuatnya keluar dari kamar dan bisa berbicara baik-baik dengan sang ayah.
"Tidak perlu repot-repot. Keputusanku tetap sama. Aku menolaknya!"
"Se-Ra~ya. Kau tidak boleh seperti itu. Ayo, bicarakan baik-baik."
"Aku sudah bosan berbicara baik-baik. Sudahlah lupakan saja!"
"Se-Ra~ya, ayolah... keluar sebentar saja!"
Se-Ra berhenti menyahuti permintaan sang ibu. Ia sudah terlanjur kesal dengan sikap kedua orang tua nya. Jika kasusnya seperti ini. Kadang gadis itu berpikir mungkin hidupnya akan lebih baik jika ia laki-laik. Ia bisa langsung terjun ke perusahaan dan mengelola semuanya sendirian. Tidak perlu melakukan merger dengan perusahaan lain di bidang yang sama. Tapi persyaratan lainnya menurut Se-Ra tidak masuk akal. Mereka hanya akan me-merger perusahaan. Lalu apa hubungannya dengan menikahkan putra dan putri masing-masing agar perusahaan bisa berjalan dengan sebutan perusahaan keluarga? Tidakkah pemikiran orang dewasa itu konyol?
Dengab perasaan kalut, Se-Ra menjatuhkan dirinya ke ranjang dan berbaring lurus. Nafasnya naik turun mencoba mengontrol emosinya yang nyaris meluap. Gadis itu tidak bisa berkomentar banyak tentang keputusan orang tua nya. Ia lebih memilih untuk melarikan diri dan mengunci kamar rapat-rapat.
Di tengah hening kamarnya, tiba-tiba ponsel Se-Ra berbunyi singkat. Ia segera meraih pinsel di sampingnya dan melihat satu chat dari Tuan Kiwi.
"Orenji... kau masih hidup, kan?"
Tanpa ia sadari, sudut bibirnya membentuk senyuman. Meskipun pikirannga sedang kacau. Tapi gadis itu dengan mudah bisa tersenyum hanya karena seorang Kiwi.
"Aku belum memutuskan untuk bunuh diri. Mungkin nanti!"
*Send
"Setidaknya, katakan padaku kapan kau akan bunuh diri. Biar nanti aku bisa datang ke sana dan mencegahmu."
"Kau mau jadi pahlawan?"
*Send
"Ya, mungkin bisa dibilang seperti itu. Sejak kecil aku terlalu banyak nonton film super hero."
Se-Ra tertawa. Ia kembali menggerakkan jarinya di layar.
"Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi, Joon-Woo Oppa. Bagaimana ini?"
*Send
"Kau kenapa? Ceritakan padaku! Sebelumnya, kau mengakhiri percakapan kita begitu saja."
"Itulah masalahnya. Yang ingin aku ceritakan kepadamu."
*Send
Se-Ra menghirup napas dalam-dalam dan menghembuskannya secara teratur. Persiapannya bercerita pada Joon-Woo bisa diibaratkan seorang atlit marathon yang berdiri di posisi start, bersiap untuk berlari. Gadis itu terlalu gugup untuk membongkar rahasianya pada orang lain. Hanya Joon-Woo yang ia beri tahu masalah ini.
"Cepat ceritakan. Jangan membuatku penasaran!"
Perkataan Joon-Woo membuat Se-Ra semakin kehilangan konsentrasi. Gadis itu meraih bantal dan memeluknya erat-erat. Tiba-tiba suhu kamarnya terasa meningkat. Entahlah apa yang bisa dilakukan Se-Ra setelah ini. Ia ingin sekali cerita, tapi bagaimana bisa ia begitu terbuka pada sosok yang bahkan belum pernah ia temui sama sekali?
"Ah... sudahlah!" Se-Ra menggelengkan kepalanya. Gadis itu menggigit bibir sementara jari-jari tangannya bergerak di layar ponsel.
"Orang tua ku menjodohkanku dengan seseorang. Tapi aku tidak menginginkannya."
*Send
Se-Ra mendesah berat. Akhirnya ia mengatakan pada Joon-Woo. Lalu apa solusi yang akan diberikan oleh pria itu untuknya?
"Apakah kau tahu bagaimana pria yang akan dijodohkan dengan mu itu?"
"Sama sekali tidak. Dan aku juga tidak mau tahu."
*Send
"Lalu, apa yang akan kau lakukan?"
"Itulah yang ingin aku tanyakan padamu. Apa yang harus aku lakukan?"
*Send
"Lakukanlah apa yang ingin kau lakukan. Itu pilihanmu!"
"Tapi itu bukan solusi. Aku tidak visa berpikir apapun."
*Send
"Kau mau mendengarkan pendapatku?"
"Jika itu masuk akal."
*Send
Se-Ra bangkit dari ponselnya dan memilih untuk duduk di dekat meja belajar. Ia menunggu balasan dari Joon-Woo dengan tidak sabar. Bagaimanapun juga menurutnya, Joon-Woo adalah orang yang paling bisa mengerti dirinya. Meskipun ia tidak pernah bertemu secara langsung. Tapi, Se-Ra selalu bisa dengan baik menerima apapun yang dikatakan Joon-Woo.
"Turuti aoa yang dikatakan orang tua mu. Setidaknya hanya untuk bertemu dengan pria itu. Setelahnya, ya terserah kau."
Se-Ra langsung menggembungkan pipinya begitu ia membaca pesan dari Joon-Woo. Jelas saja untuk kali ini pendapat Joon-Woo bertentangan dengan keinginannya.
"Kau serius?"
*Send
"Memang kau pikir aku main-main?"
"Untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Aku tidak sependapat denganmu."
*Send
"Kali ini saja. Tidak satu pendapat. Dan kau bisa menentukan pilihan."
"Pilihan itu terlalu sulit. Antara sisi kiri dan kanan."
*Send
"Bertemu saja dengannya!"
Membaca pesan dari Joon-Woo justru membuat Se-Ra merasa kesal. Apakah pria benar-benar sangat tidak sensitif terhadap perasaan wanita. Apakah Joon-Woo tidak mengerti kenapa Se-Ra tidak ingin bertemu dengan pria yang akan dikenalkan ayahnya itu?
"Dibandingkan bertemu dengannya, aku jauh lebih ingin bertemu dengan mu."
*Send
Se-Ra kembali ke ranjang. Ia membanting tubuh nya tanpa semangat. Bagaimana bisa ia mengatakan hal itu pada Joon-Woo dengan sangat berani? Apakah ia terlihat seperti gadis yang menginginkan Joon-Woo sebegitu besarnya sampai-sampai ia mengacuhkan permintaan orang tua nya untuk bertemu dengan pria lain.
Satu menit. Dua menit. Se-Ra menunggu balasan dari Joon-Woo. Tapi pria itu tidak membalas pesannya lagi. Mungkin Joon-Woo terkejut dengan perkataan Se-Ra, atau justru pria itu sengaja tidak ingin merespons apapun yang Se-Ra katakan setelah ia mengungkapkan keinginan ayahnya untuk menikahkan gadis itu dengan pria yang telah dipilihkan.
"Sudah kuduga. Aku hannya seorang gadis yang mengharapkan sesuattu dari pria lain yang bahkan tidak menginginkannya."
Se-Ra berguling ke samping. Ia masih tetap menatap layar ponselnya penuh harap. Ia ingin sekali icon messenger muncul da menampilkan pesan balasan dari Joon-Woo.
"Astaga, Jung Se-Ra. Apakah kau baru saja mempermalukan diri di depan Joon-Woo? Lalu, sekarang apa yang akan kau lakukan?" Se-Ra berbicara pada dirinya sendiri.
Saking frustasinya, Se-Ra bahkan tidak ingin lagi memegang ponsel kesayangannya dan memilih untuk mematikan benda tersebut.
"Terserah kau saja Tuan Kiwi. Jika kau tidak ingin bertemu denganku. Aku harap kita tidak akan pernah bertemu."
Dengan langkah sempoyongan, Se-Ra berjalan memasukkan ponselnya ke dalam laci. Ia berjanji untuk tidak mengambil ponsel itu sampai ia benar-benar bisa mengubah suasana hatinga menjadu lebih baik dan akan lebih baik lagi jika ia bisa lupa pada Joon-Woo.
"Lagi pula, apa istimewanya Tuan Kiwi itu? Dia bahkan tidak pernah memasang fotonya. Hanya Kiwi yang selalu aku lihat. Apa yang bisa aku harapkan?"
Se-Ra memutuskan untuk memejamkan matanya sesegera mungkin. Ia memilih untuk tidur dan berharap besok pagi ia benar-benar akan melupakan Joon-Woo sepenuhnya dan tidak pernah berniat untuk menghubungi pria itu. Ia yakin teman-temannya pasti juga kesulitan menghubunginya. Tapi itu tidak akan berpengaruh apa-apa. Toh, ia juga punya telepon rumah. Selama aplikasi mesengger-nya tidak berdering aktif dan menampilkan pesan-pesan, Se-Ra pasti bisa melupakan Joon-Woo.

♡♡♡

"Siapa bilang aku tidak ingin bertemu denganmu? Ayo kita bertemu besok!"
Joon-Woo tersenyum setelah ia mengirimkan pesan balasan untuk Se-Ra. Butuh waktu lebih dari 20 menit hanya untuk menuliskan kata-kata paling tepat yang bisa ia kirimkan pada gadis itu.
Beberapa saat Joon-Woo juga resah menunggu respons dari Se-Ra. Ia tahu gadis itu mungkin akan bingung dengan pesan yang ia kirimkan. Sebenarnya, Joon-Woo akan mengatakan sesuatu jika Se-Ra menanyakan tentang maksud dari pertanyaannya. Tapi ternyata, Se-Ra tidak lagi membalas pesan Joon-Woo.
"Jung Se-Ra... kenapa kau tidak membalasnya?"
Kali ini Joon-Woo yang semakin kalang kabut menunggu balasan Se-Ra. Pria itu tidak tahu bahwa Se-Ra bahkan sudah mengambil keputusan di selang 20 menit sebelum pesan yang dikirimkan Joon-Woo sampai ke nomornya.
"Aish, jinjja. Ada apa dengan Gadis Jeruk itu?"
Di tengah kebingungannya, akhirnya Joon-Woo memutuskan untuk menghubungi Se-Ra. Ini adalah untuk pertama kalinya ia ingin sekali mendengar suara Se-Ra. Pria itu ingin menanyakan apakah Se-Ra mengerti dengan pernyataan sebelumnya. Tapi sesaat setelah Joon-Woo melakukan dial, panggilannya justru dijawab oleh operator.
Oke. Joon-Woo mungkin tidak akan bisa semakin jelas. Ia ingin mengatakan pada Se-Ra bahwa ia juga sangat ingin bertemu dengan gadis itu. Jika takdir menyatukan mereka, maka pada akhirnya mereka akan bersama.

♡♡♡

Se-Ra masih menekuk wajahnya meskipun ia sudah berdandan cantik. Sekeras apapun ia mencoba untuk tidak menuruti keinginan sang ayah, pada akhirnya ia akan tetap mengalah. Ia sudah tidak punya alasan lagi untuk menolak. Se-Ra sudah memutuskan untuk berhenti berkomunikasi dengan Tuan Kiwi dan hidup layaknya seorang Jung Se-Ra sebelum ia mengenal Baek Joon-Woo. Ia tidak perlu lagi merasakan ponselnya menempel di telapak tangan setiap detik hanya untuk saling bertukar pesan. Sekarang saatnga ia berada di dunia yang bisa ia lihat, bukan hanya yang bisa ia baca melalui messenger.
"Tersenyumlah Se-Ra~ya. Ayahmu tidak akan suka jika ia melihatmu dengan ekspresi seperti itu." Tegur sang ibu karena melihat ekspresi di wajah Se-Ra.
"Sudahlah, eomma. Masih untung aku mau didandani seperti ini. Masih untung aku tidak melarikan diri dari rumah."
"Kau lihat dulu siapa yang akan datang ke rumah kita siang ini. Baru kau bisa memutuskan untuk melarikan diri dari rumah atau tidak."
"Apakah eomma pernah mendengar aku berkata setuju? Aku bahkan tidak mengangguk ketika dua orang wanita mengacaukan wajahku dengan riasan serta memakaikanku pakaian yang tidak nyaman ini."
Se-Ra melenggang pergi meninggalkan ibunya yang sudah kehabisan akal. Entah bagaimana membuat Jung Se-Ra duduk manis dan menanti tamu istimewa yang akan datang siang itu. Dan pada akhirnya, Se-Ra bersedia duduk bersama ayah dan ibunya tepat saat pintu utama terbuka.
"Selamat datang, Tuan Baek."
Kedua orang tua Se-Ra langsung berdiri dan membungkukkan badan dengan hormat. Sementara Se-Ra hanya menganggukkan kepalanya sekilas sebelum sang ibu menariknya berdiri dan mendorong punggungnya agar membungkuk.
"Aigoo... apakah ini Jung Se-Ra? Wah... kau cantik sekali."
Seorang wanita setengah baya mengomentari penampilan Se-Ra. Gadis itu mengenakan dress selutut berwarna orange lembut, ditambah aksen di sekeliling pinggangnya. Rambut panjangnya dijepit di sisi kanan, membuat Se-Ra semakin terlihat manis.
"Kalian berdua harus berkenalan terlebih dahulu. Perkenalkan dirimu, Se-Ra~ya."
Denvan gemas, sang ibu menyenggol lengan Se-Ra dan gadis itu langsung mengangkat kepalanya. Dengan malas-malasan, ia melirik pria yang masih berdiri di hadapannya dengan senyuman. Pria itu tinggi dan berbadan tegap. Rambutnya ditata rapi dengan bagian depan yang tinggi, memamerkan dahinya.
"Namaku Jung Se-Ra. Kau pasti sudah mengetahuinya."
Se-ara langsung memutar bola mata setelah ia merekam di dalam kepala bagaimana penampilan pria berbadan tinggi itu.
"Annyeong.... Orenji...."
Pria yang sedang berdiri di hadapan Se-Ra itu mengangkat sebelah tangannya sambil menunjukkan cengiran lebar. Tentu ja sudah mengenal sosok gang dipanggil Orang itu dengan sangat baik. Bahkan beberapa bukan terakhir Joon-Woo tidak pernah melewatkan satu hari pun tanpa berkomunikasi dengan Se-Ra.
"Joon-Woo Oppa?"
Se-Ra tercekat. Ia menutup mulutnya dengan sebelah tangan saat ia menyadari bahwa pria itu benar-benar Tuan Kiwi yang ia kenal. Hanya Joon-Woo yang memanggilnya Orenji. Gadis itu bisa tahu semuanya, meskipun sebelumnya ia tidak pernah sekalipun bertemu dengan Joon-Woo.
"Kau benar, akulah pria itu. Calon suamimu!"
Kedua orang tua dari pihak masing-masin tampak bingung menyaksikan kejadian di hadapan mereka. Se-Ra yang terkejut dan Joon-Woo yang terlihat berusaha mengontrol eksprsinya agar tidak terlalu antusias. Putra-putri mereka itu ternyata sudah saling mengenal satu sama lain. Dan tentu saja, ini bukan kebetulan yang biasa.
"Kalian berdua sudah saling kenal satu sama lain?"
"Jadi, ini alasannya mengapa kau bisa dengan mudah menerima perjodohan ini, Joon-Woo~ya?"
"Orenji? Apakah itu adalah panggilan kesayangan Joon-Woo untukmu, Se-Ra~ya?"
"Bagaimana bisa kalian berdua sudah saling mengenal sejauh ini. Kenapa tidak memberitahu kami sebelumnya?"
Rentetan pertanyaan itu terlontar dari kedua orang tua Joon-Woo dan Se-Ra. Tentu saja mereka bingung menyaksika pasangan baru yang akan mereka satukan dalam pernikahan itu. Wajah Se-Ra memerah ketika ia menatap Joon-Woo lekat-lekat. Ia menyadari bahwa pria itu benar-benar tampa. Jika ini adalah takdir yang ada di hadapannya, maka Se-Ra akan merasa sangat bahagia membiarkan pria itu untuk selamanya ia tatap.
Joon-Woo menjawab berbagai pertanyaan itu dengan senyuman. Ia mengangkat bahunya sambil mengedikkan kepala, melirik Se-Ra. Pertanyaan yang dilontarkan itu akan segera mendapat jawaban setelah Joon-Woo juga menambahkan satu pertanyaan untuk Se-Ra.
"Apakah kau mau menerima perjodohan ini? Jung Se-Ra, maukah kau menikah denganku?"
Tanpa berpikir panjang, Se-Ra pun mengangguk. Ia langsung menerima tawaran Joon-Woo saat itu juga. Kedua orang tua mereka terlihat lega menyaksikan keberhasilan dari rencana yang sudah mereka rancang sejak lama.
Gadis Orange itu kini berada di hadapan Joon-Woo dengan senyuman. Setelah sebelumnya Se-Ra menolak perjodohan itu keras-keras. Sekarang ia melembut, gadis itu tidak bisa mengatakan tidak juka yang sedang berdiri di hadapannya sekarang adalah Tuan Kiwi kesayangannya. Pria yang paling ingin ia temui dan pria yang selama ini selalu megisi hari-harinya dengan senyuman. Se-Ra berharap, ia akan tetap menjadi Orenji, dengan kepribadian Orange seperti apa yang selalu dikatakan Joon-Woo.

♡♡♡
     
 
what is notes.io
 

Notes.io is a web-based application for taking notes. You can take your notes and share with others people. If you like taking long notes, notes.io is designed for you. To date, over 8,000,000,000 notes created and continuing...

With notes.io;

  • * You can take a note from anywhere and any device with internet connection.
  • * You can share the notes in social platforms (YouTube, Facebook, Twitter, instagram etc.).
  • * You can quickly share your contents without website, blog and e-mail.
  • * You don't need to create any Account to share a note. As you wish you can use quick, easy and best shortened notes with sms, websites, e-mail, or messaging services (WhatsApp, iMessage, Telegram, Signal).
  • * Notes.io has fabulous infrastructure design for a short link and allows you to share the note as an easy and understandable link.

Fast: Notes.io is built for speed and performance. You can take a notes quickly and browse your archive.

Easy: Notes.io doesn’t require installation. Just write and share note!

Short: Notes.io’s url just 8 character. You’ll get shorten link of your note when you want to share. (Ex: notes.io/q )

Free: Notes.io works for 12 years and has been free since the day it was started.


You immediately create your first note and start sharing with the ones you wish. If you want to contact us, you can use the following communication channels;


Email: [email protected]

Twitter: http://twitter.com/notesio

Instagram: http://instagram.com/notes.io

Facebook: http://facebook.com/notesio



Regards;
Notes.io Team

     
 
Shortened Note Link
 
 
Looding Image
 
     
 
Long File
 
 

For written notes was greater than 18KB Unable to shorten.

To be smaller than 18KB, please organize your notes, or sign in.