Notes

[ @JG_Saerin96 ]

Sama seperti yang lainnya, Amaya juga melangkah ke depan secara perlahan dan masuk dalam formasi segitiga terbalik itu. Wajahnya yang terlihat datar dengan penutup mata itu pun tertutup oleh cahaya merah yang mendominasi panggung. Sungguh menegangkan sebenarnya. Kenapa? Karena dengan matanya yang tertutup, ia tidak tahu kemana ia mengarah. Dirinya hanya mengikuti alunan musik yang mengiringnya – seraya mengingat langkahnya ketika latihan beberapa hari belakangan ini.

Ketika Saerin mengatakan ‘lie ie lie liar’, gadis kelahiran tahun ’98 ini tahu bahwa sebentar lagi adalah gilirannya. Ia segera membuka penutup mata itu dan melihat betapa banyaknya penonton yang menyaksikan penampilan timnya.

Digerakanlah jenjangnya beberapa langkah ke kiri – keluar dari formasi – dan sebuah lampu sorot langsung menembak cahayanya kepada sang gadis. Tentu para penonton kembali riuh ketika dapat melihat wajah gadis Jepang itu, bahkan kamera yang sempat menyorot seluruh panggung memfokuskan atensinya pada Amaya yang tengah memberikan tatapan galak.

Amaya mendekatkan mikrofon itu ke labium merahnya, kemudian mengangkat kuasanya yang sebelah kanan – menunjuk para penonton di depannya.

“Naege mwol deo barae,” tutur gadis itu dalam satu nada seakan tengah menantang seseorang. Hal itu terbukti dari caranya menekan kata ‘barae’.

Sang gadis melangkah ke depan setelah menaruh kembali kuasa kanannya pada posisi yang benar. Seringainya pun hilang, sedang raut wajahnya berubah seolah ia jijik dengan sesuatu. Dapat terdengar tawa sinis keluar dari relungnya sebelum kembali menutur, “geuman syo hae syo hae.”

Pada bagian ‘syo hae syo hae’ yang menggema, Amaya menoleh ke arah kanan dan diikuti oleh keenam temannya yang membelakangi penonton. Melainkan melakukan gerakan kecil itu secara serempak, ketujuh gadis itu melakukannya secara bergilir seperti domino – dimulai dari Amaya hingga Jiyeon yang berada di posisi paling kanan panggung.

Dengan mikrofon yang ia letakan tepat di depan labiumnya, perlahan sang gadis menggerakan kepalanya kembali ke depan seraya melanjutkan bagiannya.

“Gajgo noldaga piryo eobseojin ... ” ia kembali menutur dengan santai. Tidak lupa sang gadis memberi jeda sebentar pada bagian ‘noldaga’ sebelum kembali menutur dalam satu nada.

“ ... nainde!” suara mezzosopran milik gadis bersurai gelap ini meninggi dan sedikit mengayun pada bagian ini. Dalam waktu yang sama, ia dan keenam temannya dengan serempak memposisikan diri mereka menghadap ke kanan panggung.

Amaya memindahkan mikrofon ke kuasanya yang kiri lagi sembari melirik ke arah penonton dengan seringainya dalam sekejap, “jaemieobtago nal beorin geon neoinde!”

Seperti yang ia lakukan sebelumnya, sang gadis memainkan netranya untuk sesekali melirik ke arah penonton – ataupun ke arah lain – seakan ia tidak mau mendengarkan kata orang, namun ingin membela dirinya sendiri. Ia juga menekankan setiap suku kata pada bagian ‘nal beorin geon neoinde’ untuk mendukung pernyataannya.

Pada saat yang bersamaan di bagian ‘neoinde’, keenam anggota tim A yang lain menoleh ke arah penonton – dengan keadaan dimana mereka masih menggunakan penutup mata – sementara Amaya kembali menghadap sepenuhnya ke depan.

“Wae kkeutkkaji ... ” gadis itu kembali memberikan tatapan menantang sedang jenjangnya mulai berjalan ke depan seakan tengah berbicara pada kamera yang menyorotnya. Sempat ia melentikkan dagunya dengan seringai nakal.

“... gujilgujilhae!” kuasa kanan Amaya pun terangkat dan melakukan gestur seakan ia mengusir orang di depannya. Sementara itu keenam temannya menghadapkan diri mereka ke arah penonton sebelum akhirnya membuka penutup mata itu.

[ @JG_Rachanee97 ]