Notes

Bencana membuat Kazuko gelisah. Tidur tak nyenyak dan nafsu makan menurun. Meskipun ia telah berada di tempat penampungan yang aman, tetap saja bayangan luapan air terus memenuhi isi kepalanya. Berat badan menurun drastis. Kerutan-kerutan tampak jelas di wajah. Di bawah mata tercetak setengah lingkaran berwarna hitam. Nyaris terlihat seperti anak yang tak terurus, padahal tempat penampungan menyediakan pelayanan yang layak bagi seluruh pengungsi. Bahkan ia tidak mandi selama tiga hari pertama tinggal di penampungan karena trauma yang menyerang. Kashiwagi Kazuko hampir kehilangan harapan melanjutkan hidup.

Beruntung keadaan semakin membaik. Perlahan-lahan semangat di dalam dirinya bangkit. Mungkin ia merasa terlalu jauh berpikir dan pasrah pada keadaan. Nyatanya masih ada kesempatan untuk kembali seperti semula. Perbaikan digencarkan dimana-mana hingga kota pulih dan para penduduk sedikit demi sedikit meninggalkan tempat pengungsian, termasuk Kazuko. Ia membereskan barang-barang yang berhasil diselamatkan ketika evakuasi. Lalu, menunggu kedatangan Ryuzaki yang mengatakan akan menjemput. Sehari sebelumnya, Kazuko bertemu dengan Ryuzaki. Laki-laki itu mencarinya di tempat pengungsian karena ketika bencana terjadi sang barista sedang berada di luar kota; mengunjungi sang nenek. Pada pertemuan itu, ia dan Kazuko berjanji kembali bersama.

Bunyi nyaring bel sepeda menyadarkan pikiran Kazuko yang melayang entah kemana. Ia menoleh pada sumber bunyi dan terkejut mendapati Ryuzaki bersama sepedanya. Mata mengerjap beberapa kali dengan mulut setengah terbuka. Benar-benar tidak memercayai yang dilihatnya saat ini.

“K-kau ... bagaimana bisa ...? Dan ... mengapa ....”

Ucapan Kazuko yang tergagap dibalas tawa oleh Ryuzaki. Pemuda itu sudah dapat menduga reaksi yang akan diberikan si pemilik kafe.

“Ya ... kurasa Dewi Fortuna benar-benar berpihak padaku,” Ryuzaki meringis di akhir kalimat.

“Ya ... kau benar-benar beruntung Ryuzaki-san.”