Notes

TUGAS DIVINATION (1. Diari mengenai mimpi.)

Tadi malam aku bermimpi soal sesuatu yang sangat mengerikan bagiku. Hal itu berhasil membangunkanku dalam sekejap. Aku tidak bisa tidur lagi setelah mimpi itu mendatangi tidurku. Aku tahu betul harusnya bunga tidur itu dinikmati. Tapi malam itu, aku tidak bisa menikmati bunga tidurku. Aku masih ingat jelas mimpi yang aku alami kemarin malam. Mimpi itu berhasil membuat bulu kudukku merinding. Di mimpi itu, latar belakangnya hutan-hutan. Dan aku berdiri di antara pohon-pohon. Aku celingak-celinguk. Tidak tahu apa yang terjadi. Tiba-tiba ada suara keras yang mengenai gendang telingaku. Rupanya itu professor Kenneth yang menabrak pohon dengan suara keras. Memang, pertanyaanku disini adalah apa yang dilakukannya malam itu—di mimpiku? Aku berusaha untuk mendekatinya dan menyentuh tangannya yang sedingin salju. Ternyata, ia pingsan. Kubawa ia ke gua terdekat—ya, di dekat sana ada gua. Itu sungguh seram karena gua itu sangat gelap dan tidak ada penerangan yang membuat aku bisa melihat sekitarku. Aku akhirnya manyalakan perapian dengan membakar kayu menggunakan korek api yang entah sejak kapan ada disakuku. Aku memilih untuk duduk diam di sisi perapian yang bersebrangan dengan professor Kenneth. Aku menatap ke arah hutan luas di luar gua yang sangat amat mencekam. Tiba-tiba, professor Kenneth bangun. Ia menatapku tajam dan saat itu aku baru sadar keningnya berdarah-darah. Oh, tampan, apa yang terjadi pada dirimu? Aku kaget dan mundur beberapa langkah dari tempatku semula. Professor Kenneth masih menatapku tajam, seluruh atensinya terpaku padaku. Aku meletakkan tanganku di depan tubuhku, sebuah isyarat untuk jangan mendekat. Kepalaku menoleh ke belakang untuk menghindari sesuatu yang bisa membuatku jatuh. Namun, professor Kenneth masih tetap mendekat. Ia mendengus, seolah-olah ia memang kesal padaku dan ingin melakukan sesuatu yang buruk padaku. Tiba-tiba ia mengacungkan tongkatnya ke arahku. Dan saat itulah dimana aku kaget karena ia mengucapkan ‘avada kedavra’. Semua berubah menjadi hitam, kenangan-kenangan yang kubentuk dengan teman-temanku mendadak muncul dan lewat di otakku seolah putaran film. Dan tiba-tiba wajah Kahou ada disana. Dengan senyum bodoh dan gigi berlumuran lumpur. Lalu aku terbangun. Sungguh itu mimpi yang sangat buruk. Aku sudah berusaha untuk mencari apa dampak mimpi itu bagi kehidupanku di buku Ramalan. Akan tetapi, aku tidak menemukan kata-kata yang tepat dalam satu kalimat untuk mendeskripsikan mimpi burukku.

Adhyastha Adiraja Dirgantara – 367 words.