Notes

Namanya Mahameru Adrian Santjaka. Kedua orang tuanya ingin anaknya menjadi sekokoh Gunung Mahameru. Lahir di Semarang, 6 September 1990. Tak banyak yang ia ingat, satu-satunya yang ia rasakan hanya kasih dari kedua orang tuanya.

Mungkin benar kata orang, anak laki-laki akan lebih dekat dengan ibu mereka. Ia juga merasakan betapa sayangnya ia kepada ibunya dan sebaliknya, dibandingkan dengan sayangnya kepada sang ayah. Ya, mereka dekat, tapi tidak sedekat dirinya dan ibunya. Meru, nama panggilannya, selalu patuh kepada apa yang ibunya katakan. Diri menjadi kebanggaan ibunya sekaligus penghibur ibunya.

Keluarga Meru seperti keluarga pada umumnya, bahkan seperti keluarga bahagia yang diidam-idamkan orang lain. Sayangnya, Sang Ibu memiliki penyakit yang cukup kronis dan berbahaya. Ibunya positif terkena gula darah. Memang benar, ibunya terlihat sehat walaupun harus berobat terus menerut. Tapi, Meru yang semakin beranjak remaja juga harus semakin berhati-hati agar tidak menyakiti hati ibunya yang sedang sakit.

Meru yang taat, patuh, dan baik hanyalah tinggal cerita ketika anak semata wayang kedua orang tuanya itu beranjak remaja dan memasuko sekolah menengah atas. Ia bertemu dengan teman-teman salah, terjerumus dalam kecanduan akan rokok dan minuman beralkohol. Meru yang dulu sering memperhatikan ibunya seperti tinggal cerita dongeng, karena bahkan ia jarak menanyakan kabar ibunya atau sekedar bercengkrama seperti yang dulu-dulu ia lakukan. Beberapa kali bahkan ibu dan ayahnya pusing tujuh keliling mencarinya karena tidak pulang sampai pagi menjelang.

Meru berubah drastis menjadi sesosok pemuda yang tak dikenal. Ia menjadi sering bertengkar dengan ayah dan ibu, membantah ibunya bahkan tidak pulang ke rumah. Semakin buruk perangai Meru, semakin buruk pula kesehatan ibunya. Sampai suatu ketika ibunya harus dilarikan ke rumah sakit untuk rawat inap. Hal iti memberi pukulan telak bagi Meru, membuatnya menyesali semua perbuatan yang ia lakukan pada kedua orang tuanya terkhusus ibunya yang sakit.

Perlahan, pemuda itu merubah dirinya. Rokok ia jauhi, alkohol ia jauhi, bahkan perkelahian yang selalu ia lakukan dengan teman-temannya terhadap sekolah lain pun ia jauhi. Sedikit demi sedikit, hidupnya mulai tertata lagi.

Di bangku kuliah, semuanya berjalan dengan baik. Ibunya masih sakit, tapi Meru dengan laku baiknya dapat menghibur Beliau yang terus berjuang melawan sakit. Meru lebih memilih teman, tak ingin terjerumus di masalah yang sama ketika SMA dulu.

Masa ia bergantung dengan orang tuanya berlalu dengan cepat. Gelar A.Md sudah ia kantongi, pekerjaan pun berdatangan padanya. Kedua orangtuanya bangga, terkhusus ibunya.