Notes

• INHERITOR.

Jarum jam telah menunjukkan pukul dua belas siang, mengindikasi bahwa sudah memasuki waktu makan siang. Shouko telah duduk rapi di sebuah restoran Jepang semenjak sepuluh menit yang lalu, cukup lama dari jam meeting yang telah ditentukan. Dirinya memang sudah di didik untuk tepat waktu.

Hari ini, Shouko menggantikan Ayahnya untuk menemui seorang calon penerjemah pada komik-komik manga yang akan diterbitkan dalam Bahasa Inggris. Melakukan wawancara singkat, sekaligus makan siang bersama.

Beberapa saat kemudian, pintu pun digeser oleh seorang pemuda, ia mengucap maaf lantaran terlambat. Shouko hanya tersenyum menanggapinya, kemudian berujar, “kau tidak tahu, ya, ketepatan waktu sangat dijunjung tinggi di Jepang? Apa kau ingin bermain-main dengan perusahaan kami?”

Pemuda itu tercekat, tentu. Mungkin baginya, 10 menit bukanlah hal besar. Namun tidak bagi Shouko. “Terlambat sepuluh menit, kan? Mungkin, waktu sebanyak itu bisa digunakan untuk menghabiskan ramenmu yang telah dingin.”

“Sumimasen! Maafkan saya, Nishiyama-san.” Menundukkan tubuhnya yang masih berdiri dengan sembilan puluh derajat.

“Apa ketika kau nantinya kami berikan pekerjaan, apa kau akan mengumpulkannya dengan terlambat seperti ini?” Menjungkitkan alisnya, seraya melipat kedua tangan. Sebetulnya, Shouko ingin serta-merta memecat pemuda ini. Namun, mengingat agak susah untuk mencari penerjemah akhir-akhir ini, ia tak mau melakukannya.

“T— tentu saja tidak! Anda bisa memecat saya saja, jika hal ini terjadi lagi.”

Shouko mengangguk-angguk. “Baik, duduklah. Mari makan, sekaligus membahas kontrakmu.”

• KINDERGARTEN TEACHER.

Sebuah rengek tangisan dengan gamblang menguar ke seluruh ruangan, mengundang pandangan dari sosok sebaya gadis kecil itu. Dari mulai kebingungan, bahkan sampai ikut merengek. Shouko, sebagai seorang penanggung jawab, tentu lekas-lekas menghampiri murid yang menangis paling kencang. Dielus-elus punggung gadis itu secara perlahan, berusaha menenangkan gadis itu, seraya berujar, “jangan menangis lagi, ya, Sofia! Nanti, cantiknya luntur, lho. Kalau jadi anak baik, nanti Shouko beliin permen!” Dan ... ajaib! Bagaikan sihir, Shouko sukses membuat gadis itu terdiam sesenggukkan. Yang ikut menangis pun terdiam.